Saat itu, banyak pedagang dan ulama dari Timur Tengah yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agama dan berdagang.
Mereka juga membawa budaya untuk pulang ke tanah air mereka saat hari raya Idul Fitri.
Budaya ini kemudian ditiru oleh para penguasa kerajaan Islam di Indonesia, seperti Kerajaan Demak, Mataram, Banten, dan Aceh.
Mereka biasanya pulang ke kampung halaman mereka yang berada di daerah pesisir atau pedalaman untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga dan rakyatnya.
Tradisi ini juga dilakukan oleh para pejabat dan pegawai kerajaan yang bekerja di ibu kota atau daerah lain.
Mereka memanfaatkan cuti hari raya untuk pulang ke kampung halaman mereka dan mengunjungi orang tua dan sanak saudara.
Mereka juga membawa oleh-oleh dan uang untuk keluarga mereka.
Jadi Simbol Perlawanan
Tradisi ini terus berlanjut hingga masa kolonialisme Belanda dan Jepang.
Meskipun ada larangan dan pembatasan dari pihak penjajah, banyak orang Indonesia yang tetap berusaha untuk mudik saat Idul Fitri.
Mereka menganggap mudik sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan dan sebagai cara untuk mempertahankan identitas dan budaya mereka.
Baca Juga: Inilah Tanggal yang Bakal Jadi Puncak Arus Mudik Lebaran 2023 Versi Korlantas Polri
KOMENTAR