Konon katanya, tradisi mudik sudah ada sejak zaman Majapahit. Tapi ketika itu orang-orang mudik bukan karena Lebaran.
Intisari-Online.com -Mudik sudah ada sejak zaman Majapahit.
Begitu kata dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Silverio Rade Lilik Aji Sampurno, seperti dilansir Kompas.com.
Dia bilang,awalnya, pulang kampung tidak diketahui kapan.
"Tetapi ada yang menyebutkan sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam," kata Silverio.
Dia melanjutkan, duludulu wilayah kekuasaan Majapahit sangat luas sampai ke Sri Lanka dan Semenanjung Malaya.
Kerajaan Majapahit pun menempatkan para pejabatnya di titik-titik kekuasaan mereka.
Sampai pada suatu saat, pejabat tersebut akan kembali ke pusat kerajaan untuk menghadap raja dan mengunjungi tempat asal.
Kebiasaan ini kemudian dikaitkan dengan lahirnya fenomena pulang kampung.
"Selain berawal dari Majapahit, pulang kampung juga dilakukan oleh pejabat dari Mataram Islam yang berjaga di daerah kekuasaan," tambahnya.
"Terutama mereka balik menghadap Raja pada Idul Fitri.
Sementara itu, sejarawan sekaligus dosen sejarah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Yuanda Zara, mudik juga ada di zaman kemerdekaan Indonesia.
Fenomena mudik kemudian pada 1960-an mendapat perhatian dari pemerintah.
Di sekitar tahun-tahun itu, jalur-jalur kereta api dari masa kolonial kembali dihidupkan di seluruh wilayah untuk memudahkan warga pulang ke kampung halaman.
Dalam perkembangannya, mudik juga dilakukan dengan moda transportasi bus, kapal, pesawat, bahkan mulai tahun 1980-an orang banyak mudik menggunakan kendaraan pribadi.
"Sampailah ke era sekarang yang kita lihat tadi itu telah berlangsung sekitar 70 tahun dalam skala yang besar, kalau sebelumnya hanya skala personal," kata Yuanda.
Meski begitu, mudik sebagai istilah ternyata baru benar-benar populer pada 1970-an.
Menurut Silverio, sejak saat itu mudik dikenal sebagai tradisi yang dilakukan oleh perantau untuk kembali ke kampung halamannya dan berkumpul bersama keluarga, khususnya ketika Lebaran.
Sementara, menurut Yuanda Zara, istilah mudik mulai banyak digunakan di tahun 1980-an.
Sebelumnya, masyarakat lebih lazim menggunakan istilah pulang kampung, lebara, halal bi halal, atau yang lain.
Bagi masyarakat Jawa, "mudik" diartikan sebagai mulih dhisik atau pulang dulu.
"Mudik menurut orang Jawa itu kan dari kata mulih dhisik yang bisa diartikan pulang dulu," kata Silverio.
"Hanya sebentar untuk melihat keluarga setelah mereka menggelandang (merantau)."
Sedangkan masyarakat Betawi mengartikan mudik sebagai "kembali ke udik".
Dalam bahasa Betawi, "udik" berarti kampung.
Saat orang Jawa hendak pulang ke kampung halaman, orang Betawi menyebut "mereka akan kembali ke udik".
Akhirnya, istilah ini mengalami penyederhanaan dari "udik" menjadi "mudik".
Ada juga yang bilang bahwa tradisi mudik atau pulang kampung berakar dari sejarah orang-orang di Indonesia bermigrasi.
Sejak abad ke-15, orang-orang Minangkabau sudah melakukan tradisi pulang kampung sambil menjaga ikatan tradisional dengan asal-usul mereka.
Tradisi ini kemudian menyebar ke berbagai daerah di Indonesia yang memiliki penduduk mayoritas Muslim dan merayakan Idul Fitri.