Di sana, pasukan TNI dan laskar rakyat berjuang dengan gigih untuk mempertahankan kota dari serbuan Belanda.
Mereka menggunakan senjata-senjata tradisional seperti bambu runcing, parang, tombak, dan golok, serta senjata-senjata modern yang diperoleh dari tentara Jepang atau Sekutu.
Mereka juga memanfaatkan sarana transportasi seperti perahu, sepeda, dan kereta api untuk bergerak dan menyerang musuh.
Salah satu tokoh perlawanan rakyat Sumatera Selatan adalah Kolonel Barlian, komandan TNI di wilayah tersebut.
Ia berhasil memimpin pasukan TNI dan laskar rakyat untuk menggagalkan rencana Belanda untuk merebut Bandara Talang Betutu dan Kilang Minyak Plaju.
Ia juga berhasil mengorganisir gerilya di daerah-daerah pedalaman seperti Lahat, Muara Enim, Baturaja, Martapura, dan Lubuk Linggau.
Perlawanan rakyat Sumatera Selatan terhadap agresi militer Belanda berlangsung selama dua minggu, hingga pada tanggal 5 Agustus 1947.
Hingga Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi nomor 27 yang menyerukan penghentian permusuhan antara Belanda dan Indonesia.
Resolusi ini juga menuntut agar Belanda mengembalikan wilayah-wilayah yang telah diduduki kepada Indonesia.
Perlawanan rakyat Sumatera Selatan setelah sahur saat agresi militer Belanda merupakan salah satu contoh heroisme dan patriotisme bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara.
Perlawanan ini juga menjadi inspirasi bagi umat muslim Indonesia yang mengikuti jejak para sahabat Nabi Muhammad SAW yang berperang di Perang Badar pada bulan Ramadhan tahun 2 hijriah atau tahun 624 Masehi.
Baca Juga: Keris Bugis, Pusaka yang Pernah Membuat Penjajah Belanda Gentar, Ini Sejarah Kehabatannya!
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR