Intisari-online.com - Keris adalah senjata tradisional yang memiliki nilai budaya dan sejarah yang tinggi bagi bangsa Indonesia.
Keris tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk membela diri atau menyerang, tetapi juga sebagai simbol kekuasaan, martabat, dan identitas.
Keris juga dipercaya memiliki kekuatan magis yang dapat melindungi pemiliknya dari bahaya atau memberikan kemenangan dalam peperangan.
Salah satu jenis keris yang terkenal adalah keris Bugis. Keris Bugis berasal dari daerah Sulawesi Selatan yang dihuni oleh suku Bugis.
Keris Bugis memiliki bentuk yang khas, yaitu bilahnya yang melengkung dan bergerigi seperti gigi ikan hiu. Keris Bugis juga memiliki ukiran yang indah dan rumit pada gagang dan sarungnya.
Keris Bugis merupakan pusaka yang sangat dihormati oleh masyarakat Bugis.
Keris Bugis tidak hanya digunakan sebagai senjata, tetapi juga sebagai lambang keberanian, kehormatan, dan kesetiaan.
Keris Bugis juga menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Bugis melawan penjajah Belanda yang mencoba menguasai wilayah mereka.
Salah satu tokoh Bugis yang terkenal menggunakan keris Bugis adalah Sultan Hasanuddin, raja Gowa ke-16 yang memimpin perlawanan terhadap Belanda pada abad ke-17.
Sultan Hasanuddin dikenal sebagai Ayam Jantan dari Timur karena keberaniannya menghadapi pasukan Belanda yang lebih besar dan lebih canggih.
Sultan Hasanuddin memiliki keris pusaka bernama Keris Cakra Donya yang konon dapat memancarkan cahaya dan mengeluarkan suara gemuruh saat digunakan dalam peperangan.
Keris Cakra Donya merupakan salah satu dari empat keris pusaka milik Kesultanan Gowa. Keempat keris tersebut adalah Keris Cakra Donya, Keris Cakra Buana, Keris Cakra Manggilingan, dan Keris Cakra Manggilingan II.
Keempat keris tersebut dibuat oleh seorang pandai besi bernama Datu Museng pada masa pemerintahan Sultan Alauddin (raja Gowa ke-14) pada abad ke-16.
Keris Cakra Donya memiliki bentuk bilah yang melengkung dan bergerigi seperti gigi ikan hiu dengan panjang 38 cm.
Bilahnya terbuat dari besi pamor yang berasal dari meteorit. Gagangnya berbentuk naga dengan mata berwarna merah.
Sarungnya terbuat dari kayu cendana dengan ukiran bunga teratai dan naga.
Keris Cakra Donya menjadi senjata andalan Sultan Hasanuddin dalam menghadapi Belanda.
Dengan keris ini, Sultan Hasanuddin berhasil mengalahkan pasukan Belanda dalam beberapa pertempuran, seperti Pertempuran Tallo (1666), Pertempuran Makassar (1667), dan Pertempuran Bontoala (1669).
Keris ini juga membuat Belanda gentar dan segan terhadap Sultan Hasanuddin.
Sayangnya, keris ini akhirnya jatuh ke tangan Belanda setelah Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667.
Perjanjian ini mengakhiri perang antara Gowa dan Belanda, tetapi juga mengakui kedaulatan Belanda atas wilayah Sulawesi Selatan.
Sebagai tanda penyerahan, Sultan Hasanuddin harus menyerahkan empat keris pusakanya kepada Belanda.
Keempat keris tersebut kemudian dibawa oleh Belanda ke negerinya dan disimpan di museum-museum di sana.
Salah satunya adalah Museum Nusantara di Delft, Belanda. Museum ini memiliki koleksi sekitar 1.500 benda seni dan budaya dari Indonesia.
Sementara itu, setelah penantian panjang, perjalanan sebuah keris Bugis berlapis emas yang dulu sempat menetap di Museum Nusantara Delft, Belanda, kini telah kembali ke pelukan Ibu Pertiwi.
Keris Bugis berlekuk 11 tersebut diboyong kembali ke Indonesia oleh Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada 2016 lalu.
Keris tersebut merupakan salah satu dari 1.500 benda seni dan budaya dari Indonesia yang dikembalikan oleh Belanda pada tahun 2017.
Benda-benda tersebut meliputi keris, batik, wayang, senjata, dan lain-lain. Benda-benda tersebut merupakan sisa koleksi Museum Nusantara Delft yang ditutup pada tahun 2013 karena alasan keuangan.
Keris Bugis yang diserahkan oleh Mark Rutte kepada Presiden Joko Widodo merupakan keris yang sangat istimewa.
Keris tersebut memiliki bilah berlapis emas dengan ukiran naga dan bunga teratai.
Gagangnya berbentuk kepala naga dengan mata berwarna merah. Sarungnya terbuat dari kayu cendana dengan ukiran bunga teratai dan naga.
Keris tersebut juga memiliki nilai sejarah yang tinggi. Keris tersebut merupakan keris yang diberikan oleh Sultan Hasanuddin kepada Raja Belanda Willem III pada tahun 1667 sebagai tanda penyerahan wilayah Sulawesi Selatan kepada Belanda.
Keris tersebut kemudian disimpan di Museum Nusantara Delft hingga akhirnya dipulangkan ke Indonesia.
Keris Bugis yang kembali ke tanah air ini tentu akan membawa warna baru dalam deretan barang bersejarah yang dimiliki Indonesia.
Keris ini tidak hanya menjadi bukti keindahan dan kekayaan budaya bangsa Indonesia, tetapi juga menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda.