Artikel ini tentang bagaimana Jepang menanggapi peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Semoga bermanfaat.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Coba bayangkan, kalian menjajah suatu negara, eh tiba-tiba negara yang kalian jajah itu memproklamasikan kemerdekaan. Apa yang kalian rasakan? Apa yang dirasakan oleh Jepang?
Artikel ini akan membahas tentang bagaimana Jepang menanggapi peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Kita tahu, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan tak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945. Meski begitu, ketika itu Jepang masih berada di Indonesia dan belum dipulangkan.
Dan karena itulah tanggapan Jepang adalah menolakproklamasi kemerdekaan Indonesia. Memang, Jepang tak secara tegas menghalangi pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang digelar di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat, tapi negara yang mengaku sebagai Saudara Tua Indonesia itu tetap melakukan tindakan represif untuk mencegah penyebaran berita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Mereka tetap tidak ingin berita kemerdekaan tersebar di seluruh dunia.
Mengutip Kompas.com, pada 16 Agustus 1945 malam hari, Soekarno-Hatta diantar oleh Laksamana Maeda menemui Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto. Tapi Kepala Staf Tentara XVI (Angkatan Darat) yang menjadi kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda itu menolak. Dia juga memberikan perintah kepada Mayor Jenderal Otoshi Nishimura untuk menerima kedatangan mereka.
Soekarno-Hatta mengunjungi rumah Mayor Jenderal Nishimura dengan tujuan menjajaki sikap Jepang terhadap rencana persiapan kemerdekaan Indonesia. Saat itu, Soekarno-Hatta telah bersepakat dengan para tokoh golongan muda untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Setelah mendengar maksud kedatangan Soekarno-Hatta, Jenderal Nishimura tidak memberikan izin kepada para tokoh Indonesia untuk mengadakan rapat tentang proklamasi kemerdekaan, dengan alasan mempertahankan status quo.Dia bilang,Jepang sudah menyerah kepada Sekutu, dan tentara Jepang ditugaskan untuk menjaga status quo di Indonesia. Karena jika proklamasi terlaksana, itu akan mengubah status quo.
Akhirnya Soekarno dan Hatta hanya meminta kepada Nishimura supaya tidak menghalangi kerja mereka bersama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sepulang dari rumah Nishimura, Soekarno dan Hatta pergi ke kediaman Laksamana Maeda untuk menemui beberapa tokoh lain guna melakukan rapat mempersiapkan teks proklamasi.
Laksamana Maeda adalah Kepala Perwakilan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, sehingga rumahnya merupakan tempat yang harus dihormati oleh angkatan perang Jepang. Laksamana Maeda tidak hanya mengizinkan rumahnya dijadikan tempat perumusan proklamasi, tetapi juga memastikan agar proses perumusan berjalan dengan aman dan lancar.
Meski tidak memberikan izin kepada para tokoh Indonesia untuk mengadakan rapat tentang proklamasi kemerdekaan, Nishimura juga tidak melakukan tindakan berarti untuk menghalangi pelaksanaan proklamasi.
Dan kita tahu, Proklamasi kemerdekaan Indonesia akhirnya berhasil dikumandangkan di kediaman Soekarno pada 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB.
Setelah proklamasi dibacakan dan Hatta sudah pulang, tiga orang pembesar Jepang mendatangi rumah Soekarno. Mereka diminta menunggu tanpa diberi kursi. Pasukan Barisan Pelopor yang sudah ada di rumah Soekarno sedari pagi, mulai mengepung tiga orang tersebut. Saat ditemui Soekarno, ketiga utusan Jepang tersebut mengatakan bahwa mereka diperintahkan oleh Gunseikan agar melarang pembacaan proklamasi.
Soekarno pun menjawab dengan tenang, proklamasi kemerdekaan Indonesia sudah dia bacakan. Utusan Jepang tersebut sebenarnya masih penasaran. Namun, melihat sikap Barisan Pelopor yang melotot sambil bersiap mengambil golok, mereka memilih pamit pergi dari rumah Soekarno.
Ketika proklamasi kemerdekaan selesai dibacakan, para tokoh nasional berlomba-lomba menyebarkan berita proklamasi kemerdekaan ke seluruh penjuru negeri melalui berbagai media. Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia berusaha disebarkan melalui telegram, radio, dan mulut ke mulut.
Reaksi Jepang dengan penyiaran berita proklamasi kemerdekaan Indonesia melalui radio yang dilakukan tokoh-tokoh bangsa cukup merepotkan. Jepang melarang media massa seperti radio dan surat kabar agar berita proklamasi kemerdekaan tidak didengar oleh dunia internasional. Bahkan, Jepang sempat menghentikan penyiaran radio Hoso Kyoku, radio milik Jepang di Jakarta. Radio ini dihentikan oleh Jepang siarannya selama dua hari setelah pembacaan proklamasi.
Tanggapan orang Jepang terhadap penyebaran berita kemerdekaan Indonesia juga ditunjukkan dengan meralat berita proklamasi yang telah disebarkan oleh para tokoh. Ralat yang dilakukan Jepang sempat membuat rakyat kebingungan akan berita mana yang benar dan mana yang salah.
Begitulah artikel tentangbagaimana Jepang menanggapi peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Semoga bermanfaat.