Intisari-online.com - Perang Badar adalah salah satu peristiwa bersejarah dalam Islam yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun 2 hijriah atau tahun 624 Masehi.
Saat itu, umat Islam yang berjumlah 314 orang berhadapan dengan pasukan kafir Quraisy yang berjumlah 1000 orang atau lebih di sebuah lembah antara Makkah dan Madinah.
Meskipun dalam kondisi berpuasa dan tidak seimbang, umat Islam berhasil memenangkan pertempuran tersebut dengan bantuan Allah SWT.
Perang Badar menjadi inspirasi bagi umat muslim di Indonesia yang juga menghadapi penjajahan dan agresi militer dari Belanda pada tahun 1947.
Belanda melancarkan serangan mendadak pada awal bulan Ramadhan dengan tujuan untuk menghapus kedaulatan Republik Indonesia dan menguasai kembali wilayahnya sebagai jajahan.
Umat muslim di Indonesia tidak tinggal diam, mereka melakukan perlawanan sengit dengan semangat jihad dan keimanan yang tinggi.
Salah satu contoh perlawanan umat muslim di Indonesia adalah di Sumatera Selatan, dimana agresi militer Belanda I dilakukan tepat di hari ketiga bulan puasa.
Aksi itu dimulai setelah umat Islam baru saja selesai melakukan sahur sekitar pukul 04.00 pagi.
Umat muslim di sana bertempur dengan gigih meskipun dalam keadaan haus, lapar, dan lelah.
Mereka mengorbankan harta dan nyawa mereka untuk membela tanah air dan agama mereka.
Contoh lain adalah di Jawa Timur, khususnya di Pamekasan Madura, dimana para ulama dan masyarakat juga melakukan perlawanan terhadap Belanda saat bulan Ramadhan.
Para ulama menggelar musyawarah dan mengeluarkan keputusan bahwa wajib hukumnya bagi umat Islam laki-laki dan perempuan untuk ikut perang jihad fi sabilillah mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dan mengusir penjajah Belanda dari Madura.
Para ulama menegaskan bahwa perlawanan melawan Belanda adalah juga untuk menegakkan Islam yang merupakan cita-cita umat Islam Indonesia.
Dari dua contoh di atas, kita dapat melihat bahwa umat muslim di Indonesia memiliki semangat juang yang tinggi seperti umat muslim di zaman Rasulullah SAW saat perang Badar.
Mereka tidak gentar menghadapi musuh yang lebih kuat dan banyak, mereka tidak patah arang meskipun dalam keadaan berpuasa, mereka tidak ragu-ragu untuk berkorban demi agama dan negara mereka.
Mereka menjadikan perang Badar sebagai inspirasi dan motivasi untuk terus berjuang melawan penjajah.
Perlawanan umat muslim di Indonesia saat agresi militer Belanda I tidak hanya terjadi di Sumatera Selatan dan Jawa Timur, tetapi juga di daerah-daerah lain seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Kalimantan.
Di daerah-daerah tersebut, umat muslim juga menunjukkan keberanian dan keteguhan mereka dalam menghadapi musuh yang lebih besar dan kuat.
Mereka tidak gentar meskipun harus berperang dalam keadaan berpuasa.
Di Jawa Tengah, misalnya, terjadi pertempuran sengit antara pasukan Republik Indonesia dan pasukan Belanda di kota Semarang. Pertempuran ini berlangsung selama 5 hari, dari tanggal 20 hingga 24 Juli 1947.
Pasukan Republik Indonesia yang dipimpin oleh Kolonel Soedirman berhasil mempertahankan kota Semarang dari serangan Belanda.
Mereka menggunakan taktik gerilya dan bantuan dari rakyat sipil untuk menggagalkan rencana Belanda untuk merebut kota tersebut.
Di Jawa Barat, terjadi perlawanan heroik dari pasukan Siliwangi yang dipimpin oleh Kolonel Abdul Haris Nasution.
Pasukan Siliwangi adalah pasukan elit yang terdiri dari para pejuang yang berlatih secara militer dan memiliki semangat juang yang tinggi.
Mereka berhasil menghalau serangan Belanda di beberapa daerah seperti Bandung, Garut, Tasikmalaya, Cirebon, dan Bogor.
Mereka juga melakukan serangan balasan ke wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Belanda.
Di Kalimantan, terjadi perlawanan dari pasukan Divisi X yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soemarto.
Pasukan Divisi X adalah pasukan gabungan dari berbagai daerah di Kalimantan seperti Banjarmasin, Martapura, Amuntai, Sampit, Palangkaraya, dan Pontianak.
Mereka berhasil mempertahankan wilayah-wilayah tersebut dari serbuan Belanda.
Mereka juga melakukan kerjasama dengan rakyat setempat dan para ulama untuk mendukung perjuangan mereka.
Dari semua contoh di atas, kita dapat melihat bahwa perlawanan umat muslim di Indonesia saat agresi militer Belanda I adalah perlawanan yang luar biasa dan menginspirasi.
Mereka menunjukkan bahwa puasa bukanlah penghalang untuk berjuang melawan penjajah, tetapi justru menjadi pendorong untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan mereka kepada Allah SWT.
Mereka juga menunjukkan bahwa perlawanan mereka bukan hanya untuk mempertahankan kemerdekaan negara, tetapi juga untuk menegakkan syariat Islam sebagai cita-cita umat muslim Indonesia.