Pakai Pocong Hingga Beduk Perang, Ternyata Begini Tradisi Membangunkan Sahur Di Indonesia

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Beragam cara orang Islam di Indonesia membangunkan sahur saudaranya sebelum menjalankan ibadah puasa. Dari pocong hingga beduk.
Beragam cara orang Islam di Indonesia membangunkan sahur saudaranya sebelum menjalankan ibadah puasa. Dari pocong hingga beduk.

Beragam cara orang Islam di Indonesia membangunkan sahur saudaranya sebelum menjalankan ibadah puasa. Dari pocong hingga beduk.

Intisari-Online.com -Sahur merupakan aktivitas makan atau minum yang dilakukan di pagi hari menjelang puasa di bulan Ramadan.

Sahur memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh dan rohani, seperti menjaga stamina, menambah energi, menghindari dehidrasi, dan meningkatkan konsentrasi.

Namun, tidak semua orang mudah bangun sahur karena terbiasa tidur hingga pagi hari atau merasa malas untuk makan di waktu subuh.

Untuk itu, ada beberapa tradisi unik dan beragam yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk membangunkan sahur.

Tradisi membangunkan sahur di Indonesia biasanya melibatkan alat-alat musik tradisional atau barang-barang bekas yang dibuat bising untuk menarik perhatian warga agar bangun dari tidurnya.

Selain itu, ada juga tradisi yang menggunakan lagu-lagu daerah atau nasional sebagai pengiring.

Berikut adalah beberapa contoh tradisi membangunkan sahur di Indonesia yang saya rangkum dari berbagai sumber:

Ngarak Beduk:

Tradisi khas suku Betawi di Jakarta yang menggunakan beduk, genta, rebana, dan genjring untuk membangunkan sahur sambil berjoget dan menyanyikan lagu-lagu daerah seperti “Ondel-Ondel” atau “Jali-Jali”.

Tradisi ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan bertujuan untuk menghibur warga serta mengingatkan mereka akan budaya Betawi.

Koko’o Suhuru:

Tradisi khas Gorontalo yang menggunakan barang bekas seperti kaleng dan botol untuk membangunkan sahur.

Biasanya sembari menyanyikan lagu Hulontalo Lipu’u (lagu daerah Gorontalo) dan lagu-lagu nasional seperti “Indonesia Raya” atau “Bagimu Negeri”.

Tradisi ini sudah dilakukan turun-temurun oleh masyarakat Gorontalo sebagai bentuk rasa syukur dan kebersamaan dalam menjalankan ibadah puasa.

Ubrug-ubrug:

Tradisi khas Cirebon yang menggunakan ubrug (alat musik bambu berbentuk tabung dengan lubang pada salah satu ujungnya).

Saatmembangunkan sahur para peserta akan sambil mengucapkan salam dan doa kepada warga.

Ubrug dimainkan dengan cara dipukul-pukul dengan tangan atau tongkat kayu sehingga menghasilkan bunyi “brug-brug”.

Tradisi ini berasal dari kepercayaan masyarakat Cirebon bahwa ubrug bisa mengusir roh jahat dan membawa keberkahan.

Dengo-dengo:

Tradisi khas Bungku di Sulawesi Tengah yang menggunakan dengo-dengo (tempat beristirahat berupa pondok kecil dari bambu atau kayu) sebagai tempat berkumpul atau beristirahat menanti waktu berbuka puasa.

Dalam dengo-dengo, warga biasanya membaca Al-Quran, bercerita, bernyanyi, atau sekadar bersenda gurau.

Tradisi ini hadir sejak awal masuknya Islam di Bungku pada abad ke-17 dan merupakan simbol persaudaraan antara sesama muslim.

Bagarakan Sahur:

Tradisi khas Aceh yang menggunakan bagarakan (alat musik bambu) sembari menyebut-nyebut nama Allah.

Pocong Banyuwangi:

Tradisi khas Banyuwangi di Jawa Timur yang menggunakan kostum dan riasan ala hantu pocong untuk membangunkan sahur.

Tradisi ini dilakukan oleh sekelompok orang yang berkeliling di depan rumah-rumah penduduk sambil melompat-lompat dan mengeluarkan suara menyeramkan.

Tujuan dari tradisi ini adalah untuk menghibur warga sekaligus mengingatkan mereka akan kematian dan akhirat.

Patrol atau Tongtek:

Tradisi khas Jawa Timur dan Jawa Tengah yang menggunakan patrol atau tongtek untuk membangunkan sahur.

Tradisi ini dilakukan oleh sekelompok orang yang berkeliling di desa-desa sambil memukul-mukul patrol atau tongtek sehingga menghasilkan bunyi “tol-tol” atau “tek-tek”.

Tradisi ini berasal dari kebiasaan masyarakat Jawa untuk menjaga keamanan desa dengan cara patroli.

Bedug Meugang:

Tradisi khas Aceh yang menggunakan bedug (alat musik tabuh berbentuk silinder) untuk membangunkan sahur pada hari-hari tertentu sebelum Ramadan, yaitu 27 Rajab, 15 Sya’ban, dan 8 Dzulhijjah.

Hari-hari tersebut disebut sebagai meugang atau hari menyembelih hewan kurban seperti sapi atau kerbau.

Bedug dimainkan dengan cara dipukul-pukul secara bergantian oleh dua orang sehingga menghasilkan bunyi “dung-dung”.

Tradisi ini berasal dari zaman kerajaan Aceh sebagai tanda dimulainya perang melawan penjajah Belanda.

Itulah beberapa tradisi membangunkan sahur di Indonesia.

Artikel Terkait