Namun, dari pekerjannya itu, Rio berkenalan dengan jaringan pemalsu surat kendaraan, hingga menjadi komplotan pencuri mobil, dan dia pun terjun sebagai pencuri dan menggasak sejumlah mobil di berbagai tempat di Jakarta, dia pun dikenal sebagai pencuri ulung.
Dia sempat tinggal setahun di LP Cipingan setelah tersandung masalah dengan bos penadah mobil curiannya yang melaporkan ke polisi karena melarikan mobil setorannya, sekeluarnya dari LP dia melanjutkan pekerjaannya sebagai pencuri.
Kehidupannya sebagai kriminal, membuat Rio akrab dengan dunia malam dan narkoba, uang hasil kejahatannya habis untuk berfoya-foya.
Ketika memutuskan untuk berkeluarga, Rio dikenal sebagai orang yang sangat sopan di mata keluarga istrinya, apalagi dia sayang terhadap ketiga anaknya, dua perempuan dan satu keluarga, namun istrinya mengaku suaminya tidak percah bercerita tentang pekerjaan yang sebenarnya, hanya bilang kalau pedagang.
Tetapi, dalam catatan polisi, sebelum Jeje, setidaknya dia pernah tiga kali melakukan pembunuhan, hingga polisi menetapkannya sebagai buronan, tetapi keberadaannya selalu tidak diketahui karena selalu berpindah-pindah kota.
Aksi kejahatannya selalu dibarengi dengan kekerasan, dan ini berlangsung antara September-November 2020, dia beraksi dengan menginap di Hotel, lalu berpura-pura menyewa mobil, memukul sopirnya hingga tewas, dan membawa kabur mobil yang ‘disewanya’ itu.
Dalam aksi kejamnya itu, Rio selalu memukul kepala korban, tepat di bagian belakang sebagai sasaran paling mematikan, dan korbannya tewas akibat trauma benda keras.
Belakangan media massa menjulukinya sebagai ‘Rio Martil’ atau ‘Martil Maut’.
Persidangan atas terdakwa Rio Alex Bullo digelar di Pengadilan Negeri Banyumas, tanpa keluarga yang hadir.
Rio didakwa menganiaya hingga menyebabkan kematian Jeje Suraji, yang dikategorikan sebagai pembunuhan berencana, karena dia telah menyiapkan senjata dua buah martil, kejahatannya bertambah karena dia berusaha merampas harta korban, apalagi terungkap dia sudah membunuh tiga orang di berbagai kota.
Berdasar bukti-bukti tersebut, pada 14 Mei 2001, Rio divonis mati, dan ini membuatnya mengaku pasrah.
Rio menjalani hukumannya di LP Kedungpane, Semarang, sebelum akhirnya dipindahkan ke LP Permisan di Pulau Nusakambangan, bersama kasus terpidana mati Kasus Bom Bali I, yaitu Amrozi, Mukhlas, dan Abdul Aziz alias Imam Samudera.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR