Intisari-Online.com - Putri Candrawathi telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Meski begitu, Putri Candrawathi tetap keukeuh bahwa dia adalah korban. Bukannya tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Dalam pemeriksaan di Bareskrim Polri, Putri Candrawathi mengaku sebagai korban dari dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J.
Kejadian kasus pelecehan seksual itu diduga terjadi di Magelang, Jawa Tengah pada tanggal 7 Juli 2022.
Pernyataan istri Ferdy Sambo itu lantas membuat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komnas Perempuan meminta polisi menyelidiki kembali dugaan kasus pelecehan seksual.
"Kami meminta polisi menindaklanjuti pemeriksaan dugaan pelecehan seksual terhadap Saudari PC di Magelang," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara.
"Ini bertujuan untuk memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kondisi kerentanan khusus."
Sementara menurut Komnas Perempuan, ada beberapa alasan mengapa Putri Candrawathi enggan untuk melaporkan pelecehan seksual yang dia terima.
Salah satunya karena malu dan takut. Selain itu, karena posisi dirinya sebagai istri dari petinggi kepolisian.
Bahkan mungkin ada ancaman dari pelaku yang mempengaruhi kehidupannya.
"Dia berusia 50 tahun dan memiliki anak perempuan."
"Jadi mungkin dia menyalahkan diri sendiri dan merasa lebih baik mati," terang Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani.
Akan tetapi pernyataan dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan itu dianggap Reza Indragiri Amriel, pakar psikologi forensik dan pemerhati kepolisian, menguntungkan pihak Putri Candrawathi.
Dilansir dari kompas.com pada Sabtu (3/9/2022), dugaan kasus pelecehan seksual itu bisa membuat istri Ferdy Sambo itu mendapat simpati dari publik.
Tapi jika dia tidak mendapatkan simpati publik, pernyataan ini bisa membela dirinya kelak di pengadilan.
"Pernyataan Komnas itu jelas menguntungkan PC," ungkap Reza.
"Dia sekarang punya bahan untuk menarik simpati publik."
"Alasan ini juga bisa jadikan pernyataan Komnas HAM atau Komnas Perempuan sebagai bahan membela diri di persidangan nanti."
Bahkan mungkin karena pernyataan ini bisa memberinya harapan bebas murni.
Jika Komnas HAM berspekulasi kuat soal dugaan kasus pelecehan seksual itu, maka Reza menduga peristiwa itu tidak ada.
Jika pun ada, Komnas HAM tidak mungkin ditindaklanjuti sebagai kasus hukum.
Reza menjelaskan, ini karena Indonesia tidak mengenal posthumous trial atau persidangan yang digelar setelah seorang terdakwa meninggal dunia.
Nah, dalam kasus ini, Brigadir J telah meninggal dunia.
Sehingga dia tidak mungkin bisa membela diri atas tuduhan dari Komnas HAM tu.
Namun begitu, nama mendiang Brigadir J mungkin akan selalu memiliki stigma negtaif.
Yaitu dirinya adalah orang yang sudah diduga kuat oleh Komnas HAM sebagai pelaku pelecehan seksual.
Itulah yang membuat Reza berpikir bahwa kesimpulan yang dibuat Komnas HAM akan merugikan dan tentunya menyedihkan bagi mendiang Brigadir J dan keluarganya.
Sementara diduga sebagai korban, Putri Candrawathi bisa diuntungkan.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR