Intisari-Online.com - Sudah menjadi rahasia umum apabila Rusia dan China dikenal sebagai negara sekutu.
ApalagiRusia dan China memang punya banyak kesamaan.
Selain menjadi salah satu negara militer terkuat di dunia,Rusia dan China juga sama-sama tidak menyukai Amerika Serikat (AS).
Meski sangat dekat Presiden China Xi Jinping, Presiden Rusia Vladimir Putin telah diperingatkan oleh tim ahli terkait"cengkeraman China di Rusia".
Apa maksudnya?
Dilansir dariexpress.co.uk pada Sabtu (3/9/2022),Wikistrat, yang menggambarkan dirinya sebagai tim ahli yang seringmelakukan "simulasi Kematian Pemimpin".
Di mana mereka mempelajari tentang "dinamika kekuatan internal" dan "pengaruh regional" yang dimiliki para pemimpin tertentu.
Nah, tim ahli ini dapat memberikansejumlah skenario yang berbeda tentang bagaimana pemimpin meninggal dan diminta untuk mendiskusikan bagaimana setiap skenario akan mempengaruhi kebijakan luar negeri negara mereka terhadap sekutu dan musuh mereka.
Dengan banyak spekulasi tentang keadaan kesehatan Putin, Wikistrat memutuskan untuk menggunakan kematian hipotetisPresiden Rusia untuk simulasi terbaru mereka.
Dari hasil riset mereka, maka mereka menemukan bahwa kematian Presiden Putin kemungkinan akan menyebabkan Presiden China Xi Jinping membahayakan Rusia.
“Satu hal yang kami temukan dari pelaksanaan simulasi adalah bahwa ada konsensus di antara para ahli bahwa ketergantungan Rusia pada China akan meningkat dari waktu ke waktu," ucapCEO Wikistrat Oren Kesler.
"Kecuali ada adalah perubahan tajam dalam strategi Rusia yang condong ke Barat. Tapi mungkin pengecualian inti tidak akan terjadi."
Soalketergantungan Rusia pada China,Kesler menjelaskan bahwa salah satu ahlinya menjelaskan hal inisemakin terlihat seperti situasi Korea Utara.
Ini berarti ketergantungan penuh Rusiapada China adalah untuk sumber daya alam dan perdagangan.
“Ada kesepakatan mutlak tentang fakta bahwa cengkeraman China di Rusia akan meningkat.”
Kesler menambahkan bahwa, setelah kematian Presiden Putin, Presiden Xi mungkin datang ke garis depan dan mengumumkan dirinya sebagai pemimpin dunia Barat.
Simulasi juga menemukan bahwa China akan mendapatkan keuntungan dari perang di Ukraina yang terus berlanjut.
Hal ini karena, dengan sanksi Barat yang mempengaruhi ekspor Rusia ke Barat, Rusia akan terpaksa beralih ke China untuk perdagangan.
Pada Mei 2022, impor minyak Rusia China naik 55% dari tahun sebelumnya.
Penyebabnya karena penyulingan menguangkan pasokan yang didiskon di tengah sanksi terhadap Moskow.
Di sisi lain,Mark Galeotti Senior Associate Fellow dari Royal United Services Institute (RUSI) mengatakan, “Rusia akan membutuhkan China."
"Kebutuhan itu bisa sebagai pasar, sebagai pelanggan, sebagai sekutu, dan sebagai rute di mana untuk dapat memindahkan uang bolak-balik ke seluruh dunia."
“Jadi dalam hal itu,Rusia akan secara efektif dipaksa untuk menjadi mitra China yang semakin tersubordinasi.”
Namun, para ahli menambahkan bahwa China tidak ingin dilihat sebagai pendorong eskalasi perang.
Sebab karena ini akan mempengaruhi hubungannya dengan seluruh dunia.'
Selain itu, simulasi menemukan bahwa China kemungkinan akan menggunakan kematian Putin dan kerapuhanpada Rusia, untuk menegosiasikan harga energi yang lebih murah.
Menurut para ahli, China tidak mungkin ikut campur dalam politik internal Rusia, tetapi akan berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan penerus Putin.
Tidak heran, para ahli percaya bahwaChina dapat “mengeksploitasi kerentanan Rusia” untuk menguntungkan China.