Intisari-Online.com - Beberapa waktu lalu sempat ramai wacana soal 'presiden 3 periode'.
Wacana 'presiden 3 periode' ini sendiri datang bersamaan dengan wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Soal wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 itu sendiri datang dari beberapa wakil rakyat.
Mereka adalah Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
Lalu ada Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.
Ketiganya sepakat bahwa penundaan Pemilu 2024 dilakukan tidak mengganggu stabilitas ekonomi yang katanya sudah mulai membaik.
Jika ada pertimbangan penundaan Pemilu 2024, maka soal wacana perpanjangan masa jabatan presiden atau presiden 3 periode otomatis bergulir kembali.
Semua itu gara-gara merebaknya wacana amendemen Undang Undang Dasar (UUD) 1945.
Akan tetapi pada 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tegas menolak wacana presiden 3 periode itu.
"Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta pada Senin (2/12/2019) silam.
Di tahun 2021, sekali lagi Presiden Jokowi menegaskan bahwa dirinya tidak berniat dan tidak berminat untuk menjabat selama tiga periode.
"Saya tegaskan, saya tidak ada niat."
"Tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode," kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden pada Senin (15/3/2021) silam.
Namun di tahun 2022 ini, Presiden Jokowi malah terlihat blak-blakan tidak melaran wacana presiden 3 periode.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi kepada para pendukungnya dalam forum Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia yang digelar di gedung Youth Center, Sport Center Arcamanik, Bandung, Jawa Barat pada Minggu (28/8/2022) kemarin.
"Kan ini forumnya rakyat, boleh rakyat bersuara kan," kata Presiden Jokowi di hadapan para pendukungnya seperti dilansir dari kompas.com pada Rabu (31/8/2022).
Ya, dalam forum itu, Presiden Jokowi mengklaim bahwa wacana-wacana yang ada, termasuk soal wacana presiden 3 periode, merupakan bagian dari kehidupan berdemokrasi.
Oleh karenanya, wacana presiden 3 periode alias wacana perpanjangan masa jabatan presiden tidak berbeda jauh dengan wacana lain.
Misalnya soal wacana presiden diganti atau presiden mengundurkan diri.
"Karena negara ini adalah negara demokrasi, jangan sampai ada yang baru ngomong 3 periode (lalu) kita sudah ramai," ungkap Presiden Jokowi.
"Itu kan tataran wacana."
"Kan boleh saja orang menyampaikan pendapat, orang kalau ada yang ngomong 'ganti presiden' kan juga boleh, ya enggak? 'Jokowi mundur' kan juga boleh."
Bahkan Presiden Jokowi menerima dukungan dari para pendukungnya terkait wacana presiden 3 periode.
Sikap Presiden Jokowi soal wacana presiden 3 periode itu dikritik oleh Sosiolog Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet.
Kata Robertus Robet, mobilisasi dukukan presiden 3 periode itu bukanlah gejala demokrasi. Melainkan gejala ke arah otoritarianisme.
"Itu bukan demokrasi, tapi otoritarianisme menggunakan topeng demokras," tegas Robet.
Bahkan Robet mengklaim bahwa gerakan dukungan presiden 3 periode untuk Presiden Jokowi itu malah mirip dengan apa yang terjadi di masa Orde Baru.
Menurutnya, saat itu, banyak menteri pro pemerintah dan mengklaim bahwa Soeharto masih didukung oleh rakyat untuk terus berkuasa.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR