Azza, atau ‘Anastasia’ terus tinggal di Yunani setelah mendapatkan kewarganegaraan Italia dari suaminya, meskipun begitu dia mengalam kemiskinan dan kekurangan, setelah suaminya menyita uang, perhiasa, dan menjualnya dengan harga terendah untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Anastas bepergian dengan Azza ke pulau Siprus untuk mencari pekerjaan, akhirnya berakhir di London, diapun memutuskan berpisah dari Azza pada tahun 1939, sebelum dimulainya Perang Dunia II.
Azza kembali ke Roma, sendirian dan miskin dan tingga di bawah pengawasan intelijen Benito Mussolini, dan menerima gaji bulanan dari pemerintah Italia selama tahun 1940-1944.
Mundurnya pasukan Nazi dan fasis membuat gajinya dipotong, dan Azza hidup sebagai pengemis di jalanan, memohon simpati dan kasih sayang dari warga Arab yang tinggal di Roma, yang memberinya amal karena kasihan, dan menghormati ayah dan kakeknya.
Sementara di Irak, surat kabar dilarang memberitakan putri yang melarikan diri, bahkan tidak ada yang berani menyebutkan namanya dalam dewan Raja Ghazi (yang meninggal pada tahun 1939), atau putranya, Raja Faisal II.
Ketika mengetahui bahwa sepupunya Pangeran ‘Abd al-llah, bupati takhta Irak dan putra Raja Ali (putra tertua Sharif Hussein) berencana mengunjungi London untuk bertemu dengan Perdana Menteri Winston Churchill, Azza pergi ke London dan berdiri di hadapnnya dengan pakaian compang-caping, menangis, dan meratapi kemalangan yang menimpanya.
Azza meminta amnesti dan pengampunan, ‘Abd al-llah, yang merasa kasihan, menawarkan untuk tinggal di Yerusalem dan mengalokasikan sejumlah uang bulanan baginya untuk hidup, dengan syarat dia tidak akan memberi tahu siapa pun nama aslinya.
Azza pergi ke Yerusalem, dan penyaksikan perang 1948 yang menyebabkan aneksasi kota ke Kerajaan Yordania setelah pendudukan Palestina, melansir newofnews.
Dia tidak mendekati pamannya Raja Abdullah atau bibinya Ratu Musbah, namun, secara kebetulan, dia bertemu sepupunya Pangeran Nayef, yang langsung mengenalinya.
Azza memintanya untuk menengahi dengna Raja Abdullah untuk menerimanya di istananya di Amman, dan mengatakan dia menyesali apa yang telah dilakukannya dan ingin kembali ke keluarga Hasyim.
Raja Abdullah menerima dan mengundangnya untuk tinggal di Amman, jauh dari keluarga kerajaan.
Setelah itu, Raja Husein, yang naik takhta Yordania pada tahun 1952, bersimpati dan mengasihani dia, lalu mengembalikan semua haknya yang dicabut sejak 1936.
Entah bagaimana posisinya dalam pembantaian Istana al-Rehab yang menewaskan semua anggota keluarga penguasa di Irak pada tahun 1958, pembunuhan Raja Faisal II, atau kematian mengerikan sepupunya Pangeran ‘Abd al-allah, yang tubuhnya dimutilasi dan diseret melalui jalan-jalan Baghdad.
Ketika Azza didiagnosis menderita kanker, Raja Hussein mengirimnya ke London untuk perawatan, dan meninggal di salah satu rumah sakit di ibu kota Inggris pada tahun 1960.
Jenazahnya dibawa kembali ke Yordania untuk dimakamkan di pemakaman keluarga kerajaan, namun banyak pangeran dan anggota keluarga kerajaan tidak memaafkannya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR