Find Us On Social Media :

Kisah ‘Ratu Gurun’ Gertrude Bell, Seorang Arkeolog dan Mata-mata, Perwira Intelijen Wanita Pertama Inggris, Jadi Penentu Jazirah Arab Setelah Perang Dunia I, Kematiannya Masih Jadi Misteri

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 18 Februari 2022 | 15:40 WIB

Gertrude Bell, 'ratu gurun', arkeolog dan mata-mata Inggris, yang melintasi gurun pasir pertama.

Intisari-Online.comGertrude Bell kelahiran Inggris, sering disebut juga sebagai Lawrence wanita dari Arab, yang adalah seorang petualang, mata-mata, arkeolog, dan kekuatan politik.

Dia melakukan perjalanan ke gurun Arab yang belum dipetakan dan direktur oleh Intlijen Militer Inggris untuk membantu membentuk kembali Timur Tengah setelah Perang Dunia I.

Dia menggambar perbatasan Irak, membantu mengangkat raja pertamanya, dan mendirikan Museum Barang Antik Baghdad yang dijarah selama invasi Amerika 2003.

Sebagai seorang visioner sejati, dia menganjurkan pemerintahan Irak sendiri dan secara terbuka mengkritik kebijakan kolonial.

Gertrude Bell luar biasa berhasil, dia menjadi salah satu wanita paling kuat di Kerajaan Inggris pada awal abad kedua puluh, namun telah diabaikan sejarah.

Sebagai Perwira Intelijen Inggris wanita pertama dan penasihan urusan Arab untuk pemerintahan Inggris, Bell membantu membentuk peta geopolitik dunia yang berubah secara dramatis setelah Perang Dunia I.

Dia menjadi satu-satunya wanita dengan peran diplomatik pada Konferensi Perdamaian Paris pada tahun 1919 dan satu-satunya wanita yang diundang oleh Winston Churchill ke Konferensi Kairo pada tahun 1921.

Jarang sekali namanya atau pengakuan atas karyanya, masuk ke dalam budaya kontemporer.

Baca Juga: Agen Ganda Mata Hari Mungkin Dihukum Mati Sebagai Wanita Tidak Bersalah

 Baca Juga: Berpakaian Bak Laki-laki, Inilah Kisah Yoshiko Kawashima ‘Mata Hari’ Timur Jauh, Putri China yang Jadi Mata-mata Jepang, Begini Akhir Kisah Hidupnya

Biografi terbaru tentang T.E. Lawrence tidak menyebut namanya sekali, bahkan dalam catatan kaki.

Mereka tidak hanya rekan dari hari-hari mereka sebagai arkeolog dan bekerja bersama di Biro Arab di Kairo, tetapi sebagai Jenderal Gilbert Clayton, dari Intelijen Militer Inggris, menyatakan, peta Hijaz menjadi ‘penggunaan sinyal’ dalam pemberontakan Arab yang terkenal.