Kerajaan Mataram terpecah pada tahun 1755, berdasarkan perjanjian yang ditandatangani di Giyanti antara Belanda di bawah Gubernur Jenderal Nicolaas Hartingh, dan pangeran pemberontak Mangkubumi.
Perjanjian itu membagi kontrol nominal atas Jawa Tengah antara Kesultanan Yogyakarta, di bawah Mangkubumi, dan Surakarta, di bawah Pakubuwana.
Namun, Mas Said ternyata lebih kuat dari kekuatan gabungan Solo, Yogya, dan VOC.
Pada tahun 1756, dia hampir merebut Yogyakarta, tetapi menyadari bahwa ia tidak dapat mengalahkan ketiga kekuatan itu sendirian.
Kemudian pada bulan Februari 1757, ia menyerah kepada Pakubuwana III dan diberi 4000 kepala keluarga, semuanya diambil dari lungguh Pakubuwana III sendiri, sebidang tanah di dekat Solo, yang sekarang Kraton Mangkunegaran, dan gelar "Pangeran Arya Adipati Mangkunegara".
Perjuangan politik kembali terbatas pada intrik keraton atau antar keraton dan perdamaian tetap terjaga hingga tahun 1812.
Setelah tahun 1755, kerajaan tersebut tidak lagi disebut sebagai “Mataram”, tetapi biasanya disebut “Tanah Kerajaan” (Vorstenlanden, Praja Kejawen) untuk membedakannya dengan wilayah yang langsung diperintah oleh Belanda.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR