Intisari-Online.com – Kerajaan Sumedang Larang merupakan salah satu kerajaan Islam yang diperkirakan berpusat di Tatar Pasundan, tepatnya di sekitar Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Berdiri sejak abad ke-8 Masehi, namun kerajaan ini baru menjadi sebuah negara berdaulat di abad ke-16 Masehi.
Popularitasnya tidak menonjol sebagaimana Kerajaan Demak, Mataram, Banten, dan Cirebon dalam literatur sejarah Kerajaan-kerajaan Islam di Indoneisa, namun kerajaan ini sebagai bukti kuatnya pengaruh di kalangan orang Sunda dalam proses penyebaran agama Islam.
Kerajaan Sumedang Larang pernah mengalami tiga periode kekuasaan, yaitu menjadi bawahan Kerajaan Sunda-Galuh, menjadi kerajaan Islam berdaulat, dan menjadi kabupaten di bawah Kerajaan Mataram Islam.
Sebagai pecahan Kerajaan Sunda-Galuh yang bercorak Hindu, kerajaan ini awalnya bernama Tembong Agung, yang didirikan oleh Prabu Aji Putih pada abad ke-8 atas perintah Prabu Suryadewata.
Pusat pemerintahan kerajaan berada di Citembong Karang, termasuk wilayah Kabupaten Sumedang.
Saat Prabu Tajimalela, putra Prabu Aji Putih, mewarisi takhta, nama kerajaan diubah menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam.
Prabu Tajimalela pernah berkata, ‘Insun medal, insun madangan’, yang artinya, ‘Aku dilahirkan, aku menerangi’.
Kata Sumedang berasal dari kata ‘Insun madangan’, yang berubah pengucapannya menjadi ‘sun madang’, dan selanjutnya berubah menjadi Sumedang, mengutip buku Ensiklopedia Kerajaan Indonesia Jilid 4, karya Nur Asiah (2019).
Setelah itu Prabu Tajimalela digantikan oleh putranya yang bergelar Prabu Gajah Agung.
Dimulai dari Kerajaan Tembong Agung, hingga berubah menjadi Kerajaan Sumedang Larang, status kerajaan ini menjadi bawahan Kerajaan Sunda-Galuh, yang nantinya bergabung menjadi Kerajaan Pajajaran.
Kemudian pada pertengahan abad ke-16, corak agama Islam mulai mewarnai pemerintahan Kerajaan Sumedang Larang.
Ratu Pucuk Umum, yang memerintah kala itu bersama suaminya, Pangeran Santri, yan gbergelar Ki Gedeng Sumedang, telah memeluk Islam.
Namun, ketika digantikan oleh putranya, Pangeran Angkawijaya, Kerajaan Pajajaran runtuh akibat serangan Kesultanan Banten.
Kemudian, Kerajaan Sumedang Larang mendeklarasikan diri sebagai Kerajaan Pajajaran yang berdaulat penuh.
Dan di bawah pemerintahan Pangeran Angkawijaya yang bergelar Prabu Geusan Ulun inilah Kerajaan Sumedang Larang mencapai puncak kejayaannya.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Sumedang Larang meliputi hampir seluruh Jawa Barat, kecuali wilayah kekuasaan Kesultanan Banten dan Cirebon.
Lalu, ketika Prabu Geusan Ulun turun takhta pada tahun 1601, kekuasaan jatuh ke tangan putranya yang bernama Prabu Suriadiwangsa, yang merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, karena pada tahun 1602 kerajaan ini menjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Status kerajaan pun berubah menjadi kabupaten dan pangkat raja turun menjadi adipati (bupati), karena Sumedang dijadikan sebagai wilayah pertahanan Mataram dalam menghadapi Banten dan Belanda.
Ada sebuah kisah yang dikenal dengan Cadas Pangeran, yang kemudian menjadi salah satu jalan raya sepanjang tiga kilometer penghubung Sumedang dengan wilayah Bandung yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada tahun 1809.
Pangeran Kusumadinata IX, yang memiliki nama lain Pangeran Kornel, Bupati Sumedang tahun 1791-1828, pernah melakukan perlawanan simbolik yang dikenal dengan sebutan Cadas Pangeran.
Cadas Pangeran berasal dari pertemuan Pangeran Kusumadinata IX atau Pangeran Kornel dengan Gubernur Daendels di tengah proses berlangsungnya pembangunan jalan raya tersebut.
Diceritakan bahwa Pangeran Kusumadinata IX melakukan jabat tangan dengan sang Gubernur menggunakan tangan kiri, sementara tangan kanannya siap dengan memegang keris pusaka Naga Sasra, yang membuat Daendels sangat terkejut dan kemudian mengubah siasat.
Hingga saat ini Sumedang berstatus kabupaten dan memiliki peninggalan artefak sejarah yang tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun.
Beberapa peninggalan Kerajaan Sumedang Larang yang disimpan di Museum Prabu Geusan Ulun, antara lain:
-Mahkota binokasih
-Atribut kerajaan
-Senjata pusaka
-Naskah-naskah kuno
-Alat musik gamelan
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari