Intisari-Online.com – Jatuhnya Kartasura membuat Keraton Mataram tidak menguntungkan bagi raja, kemudian Pakubuwana II membangun keraton baru di Surakarta, atau Solo, dan pindah pada tahun 1746.
Tetapi, Pakubuwana II tidak aman di atas singgasananya.
Raden Mas Said, atau Pangeran Sambernyawa, putra Arya Mangkunegara yang dibuang, kemudian mendirikan rumah Pangeran Mangkunegara di Solo, dan beberapa pangeran lain dari darah kerajaan masih melakukan pemberontakan.
Pakubuwana II menyatakan bahwa siapa pun yang dapat menumpas pemberontakan di Sukawati, wilayah sekitar Sragen sekarang, akan diberi hadiah 3.000 kepala keluarga.
Pangeran Mangkubumi, saudara Pakuwana II, yang kemudian mendirikan istana Yogyakarta menerima tantangan itu dan mengalahkan Mas Said pada tahun 1746.
Namun, ketika dia mengklaim hadiahnya, musuh lamanya, patih Pringgalaya, menasihati raja untuk tidak memberikannya.
Di tengah persoalan itu, Gubernur Jenderal VOC, van Imhoff, berkunjung ke kraton, (ialah Gubernur Jenderal pertama yang melakukannya sepanjang sejarah hubungan Mataram dan VOC), guna menegaskan secara de facto Belanda menguasai wilayah pesisir dan beberapa wilayah pedalaman.
Pakubuwana II dengan ragu menerima penyerahan sebagai ganti pembayaran 20.000 real per tahun.
Baca Juga: Inilah Berbagai Prasasti Peninggalan Mataram Kuno, Salah Satunya Kisahkan Perang Perebutan Takhta
Mangkubumi tidak puas dengan penyerahan saudaranya kepada van Imhoff, yang dilakukan tanpa berkonsultasi dengan anggota keluarga kerajaan dan bangsawan lainnya.
Van Imhoff tidak memiliki pengalaman atau kebijaksanaan untuk memahami situasi rumit di Mataram dan secara terbuka menegur Mangkubumi sebagai "terlalu ambisius" di depan seluruh istana ketika Mangkubumi mengklaim hadiahnya berupa 3000 rumah tangga.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR