Advertorial

Dapat Keuntungan dari Dendam Sriwijaya, Inilah Kerajaan Kecil yang Sukses Porak-porandakan Kerajaan 'Atasannya', Jadikan Mataram Kuno Lautan Darah

Khaerunisa

Editor

Intisari-Online.com - Mataram Kuno dikenal sebagai kerajaan Hindu-Buddha yang berdiri di Jawa Tengah bagian selatan pada abad ke-8, dan pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10.

Ketika berpusat di Jawa tengah, diperkirakan kerajaan ini berada di Bhumi Mataram (sebutan lama untuk Yogyakarta).

Pusat kerajaannya mengalami beberapa kali perpindahan, hingga sampai ke Jawa Timur yang kemudian dikenal sebagai Kerajaan Medang atau Medang Kamulan.

Mpu Sindok disebut sebagai sosok yang memindahkan pusat pemerintahan Mataram Kuno ke Jawa Timur, dengan ibukotanya berada di Watugaluh, yang sekarang berada di dekat Jombang di tepi Sungai Brantas.

Sementara di masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh, ibu kotanya disebut ada di WWatan (sekitar Madiun sekarang).

Perpindahan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur sendiri konon disebabkan berbagai faktor, salah satunya karena dampak dari meletusnya Gunung Merapi.

Berhasil bertahan dari berbagai gejolak termasuk kondisi alam, namun pada 1017 M, Kerajaan Mataram Kuno akhirnya runtuh.

Mirisnya, itu terjadi karena serangan oleh sebuah kerajaan kecil yang merupakan bawahan Mataram Kuno.

Baca Juga: Hingga Kini Aktivitasnya Masih Membuat Jawa Tengah Bergejolak, Letusan Gunung Ini Konon Mengubah Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Baca Juga: Jika Kapal-kapal Kerajaan Sriwijaya Ada Bilik Gundik, di Kerajaan Kalingga Disebut Banyak 'Perempuan Berbisa' yang Sebabkan Banyak Pria Mati Tapi Mayatnya Tidak Membusuk

Peristiwa itu dikenal sebagai Pralaya Medang. 'Pralaya' yang dalam bahasa Sansekerta artinya 'kehancuran dunia'.

Itu karena konon, peristiwa ini menewaskan banyak pembesar kerajaan hingga membuat Pulau Jawa bagai lautan darah.

Pralaya Medang terjadi ketika Mataram Kuno atau Kerajaan Medang diperintah oleh Raja Dharmawangsa Teguh, yang berkuasa antara 985-1017 M.

Serangan terhadap Kerajaan Medang dilakukan oleh Raja Wurawiri, yang merupakan penguasa kerajaan kecil yang masih menjadi bawahan Mataram Kuno.

Meski merupakan penguasa kerajaan kecil, Raja Wurawari dari Lwaram itu berani melancarkan serbuan untuk menghancurkan Kerajaan Mataram Kuno karena didukung Kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Sriwijaya sendiri menyimpan dendam terhadap Kerajaan Medang, pasalnya, Raja Dharmawangsa Teguh sebelumnya pernah menyerang Sriwijaya.

Sejarawan menyebut Pralaya Medang disebabkan oleh keputusan Raja Dharmawangsa Teguh untuk menikahkan putrinya dengan Airlangga, pangeran keturunan Bali yang juga masih keponakan raja sendiri.

Itu menyebabkan kekecewaan Raja Wurawari, yang berambisi menikahi putri Raja Dharmawangsa Teguh agar dapat mewarisi takhta kerajaan.

Baca Juga: Rusia vs Ukraina, AS Diam-diam Gelontorkan Ratusan Juta Dolar untuk Bantu Ukraina Ancang-ancang Hadapi Invasi Rusia, Senjata Ringan hingga Amunisi Siap Dikirim

Sebagaimana tertulis pada Prasati Pucangan, Pralaya Medang terjadi setelah dilangsungkannya pernikahan antara Airlangga dengan putri Raja Dharmawangsa Teguh.

Ibu kota Kerajaan Medang yang terletak di Watan tiba-tiba diserbu dan dibakar oleh Raja Wurawari.

Serangan mendadak ini tentunya tidak pernah diperhitungkan oleh Raja Dharmawangsa Teguh.

Selain karena istana sedang mengadakan pesta perkawinan, Raja Wurawari adalah bawahannya sendiri.

Setelah Kerajaan Medang hancur menjadi abu dan hampir seluruh keluarga Raja Dharmawangsa Teguh tewas, Raja Wurawari memilih untuk kembali ke kerajaannya.

Prasasti Pucangan (Colcatta Stone), menceritakan petaka besar yang menimpa kerajaan Medang di Wwatan itu.

Peristiwanya terjadi pada tahun 938 Saka atau 1016 Masehi.

"pralaya rin yawadwipa i rikan sakakala 939 ri pralaya haji Wurawari maso mijil sanke lwaram ekarnawa rapanikan sayawadwipa rilankala, akweh sira wwan mahawisesa pjah karuhun samanankana dwasa sri maharaja dewata pjah lumah rin san hyan dharma parhyangan i wwatan rin citramasa sakakala 939 skan wala."

Baca Juga: Jika Kapal-kapal Kerajaan Sriwijaya Ada Bilik Gundik, di Kerajaan Kalingga Disebut Banyak 'Perempuan Berbisa' yang Sebabkan Banyak Pria Mati Tapi Mayatnya Tidak Membusuk

Terjemahan umum menurut Agus Santosa di buku Arjunawiwaha, yaitu: "pralaya atau petaka di tanah Jawa terjadi tahun 938 Saka karena serangan raja Wurawari yang datang menyerbu dari Lwaram, seluruh pulau Jawa tampak bagaikan lautan (susu). Banyak orang penting gugur, khususnya juga waktu itu sri maharaja gugur dan dimakamkam di candi suci di Wwatan pada bulan Caitra tahun 938 Saka."

Ada dua nama penting di prasasti tersebut, yaitu Lwaram dan Wwatan.

Belum ada kesepakatan tunggal tentang di mana letak Lwaram dan Wwatan ini. Namun pendapat umum menyebut Lwaram ini pusat kerajaan Wurawari yang dulunya berlokasi di Cepu (Blora).

Ada sebuah desa bernama Ngloram di Cepu, yang kerap dikaitkan dengan Lwaram Wurawari, kerajaan vasal dari Sriwijaya.

Prasasti Pucangan juga menyebutkan bahwa Airlangga berhasil selamat dari peristiwa Pralaya Medang dengan cara melarikan ke dalam hutan bersama abdinya, Narottama.

Pada 1019, Airlangga kemudian mendirikan kerajaan baru yang dikenal sebagai Kerajaan Kahuripan.

Sejak naik takhta, Raja Airlangga memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan kembali wilayah-wilayah yang pernah melepaskan diri dari Kerajaan Medang.

Raja Airlangga juga menyerang Raja Wurawari dan semua musuh yang memiliki andil dalam runtuhnya Kerajaan Medang atau Mataram Kuno di Jawa Timur ini.

Baca Juga: Banyak Dibenci saat Menjadi Raja Majapahit, Ini Deretan Keburukan Raja Jayanegara hingga Pernah Menyekap Calon Penguasa Ketiga Majapahit

Baca Juga: Hidup Berdampingan dengan Dinosaurus, SosokPredator Laut Sepanjang 10Meter Ditemukan, Ilmuwan Sampai Bengong Pas Tahu Berat Kepalanya Hampir Satu Ton

(*)

Artikel Terkait