Advertorial

Digambarkan Sebagai Sosok Raja Bijaksana dengan Pemerintahan yang Aman Karena Hubungan Baik dengan VOC, Inilah Pangeran Puger yang Harus Terlibat Konflik untuk Menduduki Takhta Mataram

K. Tatik Wardayati

Editor

Intisari-Online.com – Sri Susuhunan Pakubuwana I dikenal juga sebagai Sunan Ngalaga atau Pangeran Puger, memerintah Kerajaraan Mataram Islam sebagai raja yang ketujuh.

Pakubuwana I memerintah Mataram antara 1704-1719.

Dalam kronik Jawa (babad), sosoknya digambarkan sebagai seorang penguasa yang bijaksana dan agung.

Pangeran Puger alias Pakubuwana I adalah putra Amangkurat I (penguasa Mataram keempat) yang lahir di Plered, Yogyakarta, pada tahun 1648.

Ibu Pangeran Puger adalah Ratu Weton, yang merupakan permaisuri kedua Amangkurat I, berasal dari Kajoran, dan masih keturunan Kesultanan Pajang.

Lahir dengan nama Raden Mas Drajat, kemudian diangkat menjadi putra mahkota (adipati anom) dengan gelar Pangeran Puger.

Ketika keluarga ibunya terbukti mendukung pemberontakan Trunojoyo, Amangkurat I mencabut gelar putra mahkota darinya.

Bila dilihat dari silsilah keluarga Mataram, maka Pangeran Puger merupakan cucu Sultan Agung (penguasa Mataram ketiga) sekaligus adik tiri Raden Mas Rahmat atau Amangkurat II (penguasa Mataram kelima) dan paman Amangkurat III (penguasa Mataram keenam).

Baca Juga: Didirikan Setelah Runtuhnya Majapahit, Inilah Kerajaan Bangli, yang Berdiri Setelah Penguasa Bali dan Lombok Bagi Kerajaannya Jadi Sembilan

Baca Juga: Terletak di Kalimantan Timur dan Bercorak Hindu, Inilah Kerajaan Kutai Martadipura yang Miliki Bukti Peninggalan Sejarah Tertua, Ketika Runtuh Kerajaan Ini Berubah Menjadi Kerajaan Islam

Puncak pemberontakan Trunojoyo, pangeran Madura, itu terjadi pada tahun 1677, yang melancarkan serangan besar-besaran ke ibu kota Kesultanan Mataram yang terletak di Keraton Plered.

Akibat serangan tersebut, Amangkurat I melarikan diri ke barat, lalu dia menugasi Raden Mas Rahmat (adipati anom) untuk mempertahankan istana, yang ditolaknya dan memilih ikut mengungsi.

Pangeran Puger yang akhirnya menggantikan kakak tirinya tersebut untuk membuktikan kepada ayahnya bahwa tidak semua anggota keluarga Kajoran terlibat dalam pemberontakan Trunojoyo.

Sayangnya, kekuatan musuh sangat besar, yang membuat Pangeran Puger kewalahan menghadapi Trunojoyo, sehingga terpaksa menyingkir ke desa Jenar.

Di tempat ini Pangeran Puger membangun istana bernama Keraton Purwakanda, lalu mengangkat dirinya menjadi raja bergelar Susuhunan ing Ngalaga atau Sunan Ngalaga.

Setelah Trunojoyo merampas harta pusaka Mataram, dan pindah ke markasnya di Kediri, Sunan Ngalaga kembali ke Keraton Plered menumpas sisa-sisa pengikut Trunojoyo, dan mengangkat dirinya sebagai raja Mataram yang baru.

Sementara itu, Amangkurat I yang mangkat di pengungsiannya di Banyumas, menunjuk Raden Mas Rahmat untuk menggantikannya sebagai Raja Mataram yang baru dengan gelar Amangkurat II.

Sesuai wasiat ayahnya, Amangkurat II meminta bantuan kepada VOC Belanda.

Baca Juga: Inilah Kerajaan Sumedang Larang, Pecahan Kerajaan Sunda-Galuh yang Jadi Bawahan Kesultanan Mataram Islam, Salah Satu Rajanya Pernah Gunakan Keris Naga Sasra untuk Diplomasi Salaman dengan Belanda

Baca Juga: Kisahkan Panembahan Senapati dari Mataram dalam Pertapaannya Bertemu dan Memadu Kasih dengan Kanjeng Ratu Kidul, Inilah Tarian Bedhaya Ketawang yang Dianggap Sakral, Lambang Kebesaran Raja

Karena Keraton Plered diduduki oleh Sunan Ngalaga, adiknya sendiri, maka Amangkurat II membangun istana baru di hutan Wanakarta, yang kemudian diberi nama Keraton Kartasura pada bulan September 1680.

Sunan Ngalaga menolak bergabung ketika Amangkurat II mengajaknya untuk bergabung, hingga terjadilah perang saudara.

Namun, akhirnya pada tanggal 28 September 1681, Sunan Ngalaga menyerah kepada VOC yang membantu Amangkurat II.

Sunan Ngalaga kembali bergelar sebagai pangeran dan mengakui kedaulatan kakaknya sebagai Amangkurat II.

Kalahnya Pangeran Puger menandai peralihan istana Mataram yang berada berada di Keraton Plered menjadi Keraton Surakarta.

Namun, naskah-naskah babad tetap memuji keberanian Pangeran Puger sebagai orang istimewa di Kartasura.

Meski yang menjadi raja adalah Amangkurat II, tetapi pemerintahakan kerajaan seolah-olah berada di bawah kendali adiknya itu.

Ketika Amangkurat II mangkat pada tahun 1703, dia digantikan oleh putranya, Amangkurat III, yang tidak disukai banyak orang karena sikapnya yang buruk, bahkan sempat mengirim pasukan untuk menumpas keluarga Pangeran Puger pada Mei 1704.

Baca Juga: Pernikahannya dengan Putera Mahkota Picu Kemurkaan Raja Mataram dan Tewasnya Puluhan Nyawa Tak Berdosa, Inilah Rara Oyi, Wanita Cantik yang Tewas di Tangan Suami Sendiri

Baca Juga: Bukan Kerajaan Samudra Pasai atau Mataram Kuno, Tapi Inilah Kerajaan Islam Pertama di Nusantara, Kerajaan Kecil Ini Letaknya di Aceh

Tak heran bila situasi tersebut membuat banyak pihak istana yang justru mendukung Paneran Puger, bahkan Bupati Semarang bernama Rangga Yudanagara meminta bantuan Belanda.

Setelah diberi kekuasaan atas Madura, Belanda akhirnya mau membantu Pangeran Puger untuk merebut takhta Mataram.

Pada tanggal 6 Juli 1704, akhirnya Pangeran Puger dinobatkan sebagai raja Mataram ketujuh dengan gelar baru yang berbeda dari pendahulunya, yaitu Susuhunan Pakubuwana Senapati ing Ngalaga Abdurahman Sayyidin Panatagama Khalifatulah, atau Pakubuwana I.

Pakubuwana I dengan bantuan Belanda, berhasil merebut Keraton Kartasura dari Amangkurat III pada tanggal 17 September 1705.

Selama masa pemerintahannya, Pakubuwana I terlibat perjanjian baru dengan Belanda, yang salah satu isinya adalah Mataram harus mengirimkan 13.000 ton beras setiap tahunnya.

Atas kerja sama tersebut, maka periode pemerintahan Pakubuwono I tergolong aman, karena semua pergolakan yang mengancam takhtanya dapat ditumpas dengan bantuan Belanda.

Pakubuwono I juga menjaga hubungan baik dengan para pejabat keraton, maka naskah babad Tanah Jadi menyebutnya sebagai raja agung yang bijaksana.

Setelah 15 tahun memerinah Kesultanan Mataram, Pakubuwana I mangkat di Kartasura pada tanggal 22 Februari 1719.

Baca Juga: Tunjukkan Toleransi Beragama, Candi Prambanan Dibangun pada Masa Mataram Kuno oleh Rakai Pikatan yang Menikah dengan Putri dari Wangsa yang Berbeda Agama, Namun Terlibat Perang Saudara

Baca Juga: Pernah Jadi Kerajaan Bawahan Majapahit, Bahkan Di Bawah Kekuasaan Kerajaan Bali, Kerajaan Blambangan di Jawa Timur Ini Jadi Incaran Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa

Jenazahnya kemudian dimakamkan di Imogiri, Yogyakarta, bersama para leluhurnya.

Pengganti Pakubuwana I kemudian adalah Raden Mas Suryaputra yang bergelar Amangkurat IV.

Baca Juga: Berdiri Sebelum Kerajaan Majapahit, Inilah Kerajaan Kanjuruhan, Kerajaan Kuno Pertama di Jawa Timur, yang Keamanan Negerinya Terjamin, Tidak Ada Peperangan, Namun Ditaklukkan Kerajaan Mataram Kuno

Baca Juga: Sempat Beberapa Kali Pindah Pusat Kerajaan Akibat Letusan Gunung Merapi, Dipimpin oleh Raja dari Tiga Dinasti, Kerajaan Mataram Kuno Capai Keberhasilan Hingga Disebut Lumbung Padi Pulau Jawa

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait