Advertorial
Intisari-Online.com - Tritura merupakan peristiwa yang terjadi pada tahun 1966, inilah sejarah dan dampak Tritura.
Lahirnya Tritura, yaitu Tri Tuntutan Rakyat atau tiga tuntutan rakyat dipicu oleh situasi politik dan ekonomi Indonesia di sekitar tahun 1960-an.
Dalam Buku Gerakan Mahasiswa 1966 dan 1998 (2011) yang diterbitkan Kemenparekraf tertulis bahwa kondisi politik di Indonesia dari tahun 1960 sampai dengan 1965 diwarnai oleh konstelasi tiga kekuatan politik.
Tiga kekuatan besar yang berkembang pada saat itu berpusat pada Soekarno, ABRI (Angkatan Darat) dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ketidakstabilan politik kemudian menyebabkan menurunnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan.
Belum lagi kebijakan Presiden Soekarno yang membuat Indonesia dijauhi negara barat karena sikap anti neokolonialisme dan neoimperialisme menyebabkan posisi Indonesia semakin sulit.
Sikap itu membuat Indonesia akhirnya kehilangan dukungan internasional baik di bidang politik maupun ekonomi.
Puncaknya adalah pada malam gerakan 30 September (G30S), tahun 1965.
Baca Juga: Apa yang Dimaksud dengan Tritura? Inilah Peristiwa yang Disebut sebagai Tonggak Lahirnya Orde Baru
Tritura Dirumuskan dan Disepekati Mahasiswa
Pasca peristiwa G30S 1965 yang menyeret PKI sebagai tertuduh pertama, membuat posisi Soekarno sangat dilematis.
Menjelang pergantian tahun, belum ada tindakan pemerintah yang berdampak positif.
Ketidakstabilan politik pun berdampak pada kondisi ekonomi yang membuat rakyat merasa kesulitan.
Kepanikan hebat di tengah masyarakat, ketika berbagai harga kebutuhan pokok melambung tinggi.
Sementara tarif angkutan umum dinaikkan antara 500 sampai 1.000 persen, begitu pun dengan tarif jasa-jasa lainnya.
Merespon situasi tersebut, pertemuan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 9 Januari 1966 menyepakati beberapa rumusan tuntutan yang pada kemudian hari disebut Tritura.
Adapun isi Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat tersebut di antaranya:
1. Bubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI)
2. Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S
3. Turunkan harga
Selanjutnya, pada 10 Januari 1966 diselenggarakan demonstrasi besar-besaran dengan mengumandangkan Tritura.
Mereka menggalar aksi di halaman Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) dan untuk pertama kali Tritura dikumandangkan. Digelar pula aksi-aksi di tempat strategis lainnya di Jakarta.
Maka, kini setiap tanggal 10 Januari diperingati sebagai Hari Tritura.
Usai demontrasi tersebut, perwakilan mahasiswa sempat menghadiri sidang kabinet pada 12 Januari 1966 dan mendapatkan jawaban atas beberapa tuntutan.
Namun, situasi kembali memanas setelah Presiden Soekarno menganggap bahwa janjinya sulit direalisasikan dan menuduh gerakan mahasiswa dimanipulasi dan ditunggangi oleh kekuatan neokolonialisme dan imperialisme.
Baca Juga: Mencuci Sepatu Putih Tanpa Membuatnya Menguning, Cukup Gunakan Baking Soda dan Cuka, Begini Caranya
Baca Juga: Untuk Para Orangtua, Begini Cara Lakukan Pijatan Untuk Batuk Anak
Maka, mahasiswa pun kembali bergerak agar Tritura dipenuhi. Salah satunya dengan melakukan aksi sabotase pelantikan Kabinet Baru yang memaksa para calon menteri harus mencapai istana dengan menggunakan helikopter.
Dalam bentrokan mahasiswa dengan pasukan khusus pengaman Presiden, Cakrabirawa, salah seorang demonstran dari Universitas Indonesia, Arif Rachman Hakim, tertembak dan gugur.
Insiden itu pun semakin membakar semangat para mahasiswa, di mana nyaris setiap hari aksi demonstrasi dilakukan.
Puncaknya terjadi pada 11 Maret 1966, dengan mahasiswa kembali menggelar demonstrasi secara besar-besaran di depan Istana Negara.
Dampak Tritura
Tuntutan pembubaran PKI yang tidak segera dipenuhi lama-kelamaan berubah menjadi desakan agar Bung Karno turun tahta.
Unjuk rasa anti-PKI terus berlangsung dan membuat Soekarno semakin terjepit hingga akhirnya mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.
Supersemar berisi perintah kepada Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengendalikan keamanan dan ketertiban negara.
Nantinya, Supersemar menjadi pembuka jalan naiknya Soeharto menjadi presiden selama 32 tahun.
Sementara pengaruh Soekarno sebagai presiden semakin melemah, sebaliknya, Soeharto justru kian kuat bak pahlawan penyelamat bangsa.
Akhirnya, Orde Lama benar-benar tumbang dan digantikan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.
Tritura pun menjadi titik pergantian rezim, dari Orde Lama ke Orde Baru.
(*)