Cerita Kriminal ini mengisahkan cinta segitiga tiga orang gadis belasan tahun. Karena cemburu, salah satu gadis itu membakar hidup-hidup seorang gadis lainnya hinga tewas.
Oleh: Nur Resti/tayang di Majalah Intisari edisi September 2012
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Tubuh tanpa busana itu terbakar dari pinggang ke atas. Posisi kakinya tampak tak teratur. Lengan membentang dengan tangan terkepal. Dadanya terbakar sangat parah, terlebih pada wajah. Sekilas, itu tubuh seorang perempuan muda.
Donn Foley dan kakaknya, Ralph, sedang asyik berburu burung di dekat Jefferson. Langit di daerah Canaan, Indiana, Amerika Serikat, tampak cerah. Sabtu pagi yang ceria, 11 Januari 1992.
Dua kakak-beradik inilah yang menemukan sesosok tubuh hangus yang mengerikan itu. Awalnya Ralph sedikit ragu. “Mana ada orang tiduran di ladang?” pikirnya dalam hati.
Saat keduanya mendekat, wujudnya tampak seperti boneka karet yang terbakar. Namun, setelah diamati lebih jelas, sosok itu jelaslah mayat. “Atau sengaja dibakar,” gumam Ralph.
Randy Spry, Wakil Kepala Kepolisian Jefferson di Madison, awalnya skeptis saat menerima laporan itu. Sebab, selama tiga tahun lebih tidak ada kasus pembunuhan di Jefferson.
Baru ketika ia menyaksikan sendiri di TKP, Spry segera mengontak atasannya, Richard “Buck” Shipley, untuk ikut hadir. Bahkan akhirnya mereka sepakat meminta bantuan Kepolisian Negara Indiana ikut turun tangan.
Dibakar untuk menghilangkan bukti
Sekitar pukul 13.00, Steve Henry, Detektif Kepolisian Negara Indiana dan ahli forensik, Sersan Curtis Wells, tiba di TKP. Kamera video dan foto segera beraksi. Setelah mengambil gambar jejak-jejak ban mobil serta kaki, tubuh gosong itu pun mulai diamati.
Dengan pengetahuan luas Wells terkait forensik, dengan mudah dia bisa menyimpulkan kasus ini. “Tampak jelas bahwa zat yang mudah terbakar telah digunakan untuk menghancurkan bukti fisik,” ujarnya spontan. Wells juga mencatat bahwa celana dalam korban juga telahditarik ke satu sisi. Ada tanda-tanda penganiayaan di area kelamin, baik sebelum dan setelah kematian.
Sementara itu Detektif Henry menemukan sebuah botol plastik meleleh berisi sedikit bensin yang masih tersisa, tergeletak di rumput tak jauh dari TKP. Ketika pemeriksa mayat tiba di lokasi, Wells pun mengumpulkan sampel rambut dari korban dan mencopot cincindari jari korban. Dari inisial “SGH”, diketahui bahwa cincin itu milik SMA Jeffersonville.
Dengan serentetan penemuan tersebut, para petugas tidak habis pikir: mengapa tubuh itu ditinggalkan begitu saja di tempat yang mudah dijangkau. Andai pembunuhnya menaruh sekitar 20 m lagi ke arah semak-semak, mungkin saja tubuh itu tak ditemukan selama bertahun-tahun. Fakta lainnya, pembunuhnya pasti berpikir bahwa tubuh korban tak akan dapat diidentifikasikan bila dibakar.
Petunjuk usai hang-out
Hari itu, Clifton dan Glenda Lawrence menghabiskan waktu Sabtu malam mereka dengan menonton televisi. Putri bungsu mereka, Toni, 15 tahun, berjalan melalui pintu depan, diikuti oleh sahabatnya, Hope, beserta orangtuanya, Carl dan Gloria Rippey.
Wajah mereka tampak serius. Sebelum orangtuanya berbicara, Toni mulai mengoceh tak jelas, marah, dan dalam keadaan syok. Segera, Clifton menyuruh Glenda untuk mengajak Toni ke ruangan lain. Sementara itu, Clifton berbicara dengan Rippey.
“Mereka berdua telah mengetahui pembunuhan itu,” ujar Carl Rippey tiba-tiba. Sontak saja Clifton kaget. Rippey menjelaskan beberapa rincian kejadian yang mungkin masih samar, tapi dia merasa bahwa mereka mengatakan yang sebenarnya.
Setelah mendengarkan penjelasan Rippey, Clifton pun meminta Rippey untuk menemaninya ke kantor polisi. Namun, Rippey menolak dan bersikeras bahwa mereka akan konsultasi terlebih dulu dengan pengacara.
Sekitar pukul 21.00, keluarga Lawrence tiba di Kantor Kepala Kepolisian Jefferson di Madison. Setelah mengetahui bahwa seorang gadis muda dan keluarganya mengaku memiliki informasi tentang pembunuhan di Jefferson, Shipley dengan segera mempersilakan mereka masuk ke ruangannya.
Kesaksian Toni pun dimulai. Gadis itu menyatakan bahwa dia telah menghabiskan malam pembunuhan itu dengan dua temannya, Hope Rippey, 15 tahun, dan Laurie Tackett, 17 tahun. “Kami hendak ke New Albany, menggunakan mobil Tackett,” jelasnya.
Mereka juga menjemput Melinda Loveless, 16 tahun, teman Tackett. Toni mengaku belum pernah bertemu dengan Melinda. Setelah itu, mereka pergi ke sebuah konser musik rock selama beberapa jam, lalu pulang ke rumah.
Saat perjalanan pulang ke rumah, ada sebuah pernyataan mengerikan datang dari mulut Loveless. “Loveless mulai berbicara tentang seorang gadis bernama Sharer. Dia mengatakan bahwa Sharer berusaha mencuri pacarnya. Loveless berniat membunuh gadis itu,” terang Toni.
Deskripsi tepat
Sebelum keluarga Lawrence meninggalkan kantor polisi, mereka juga memberitahu Shipley tentang rencana Rippey untuk konsultasi ke pengacara. Ketika Shipley sedang memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya, dia menerima laporan orang hilang dari daerah Clark:Shanda Sharer, 12 tahun, dilaporkan hilang oleh orangtuanya sekitar delapan jam yang lalu.
Shipley begitu serius membaca deskripsi orang hilang tersebut. Rambut pirang, tinggi sekitar 1,5 m, dan berat kira-kira 45 kg. “Ini cocok,” ujar Shipley meyakinkan. Seketika Shipley mempersiapkan dokumen untuk mendapatkan surat perintah penangkapan Laurie Tackett dan Melinda Loveless.
Seakan datang bertubi-tubi, tak lama kemudian Shipley menerima kabar bahwa gigi korban cocok dengan catatan gigi Shanda Sharer. Tak peduli ke arah mana kasus itu akan berlanjut, bagian tersulitnya adalah: Shipley harus memberitahu orangtua Sharer tentang kematian anaknya.
Waktu menunjukkan hampir pukul 2:00 pagi saat Shipley dan Detektif Henry mendapatkan surat perintah penangkapan untuk Tackett dan Loveless. Kendaraan Laurie Tackett terlihat di rumah ibu Loveless. Jadi, di sanalah mereka akan menyerahkan surat penangkapan.
Ketika dua orang itu mengetuk pintu, ibu Loveless, Margie, membukakan pintu. Mereka dengan cepat menjelaskan mengapa mereka ada di sana. “Di mana Tackett dan Loveless?,” tanya Shipley. “Mereka ada di lantai atas,” sahut Margie singkat, sekaligus bingung.
Mereka pun naik ke kamar Melinda. Di kamar itu, mereka menemukan Melinda dan Laurie sedang tidur pulas. “Bangun!” teriak Henry yang sontak membangunkan kedua gadis yang terlelap itu. Malam itu mereka digelandang ke kantor polisi dengan tangan terborgol.
Rencana keji remaja
Jumat malam, 10 Januari 1992, Melinda Loveless seakan berada pada titik emosi tertingginya. Kekasihnya, Amanda Heavrin, 14 tahun, telah berselingkuh dengan Sharer. Ya, Amanda adalah seorang perempuan dan mereka terlibat hubungan sejenis. Tentu saja Loveless murka. Menurut Loveless, inilah saatnya untuk menunjukkan kepada mereka berdua, betapa serius kemurkaannya.
Loveless pun tahu bahwa Tackett akan sangat senang membantunya menjalankan rencana kejinya. Loveless memang selalu berpikir bahwa Tackett adalah pribadi yang aneh. Ini lantaran dia sering mencoba-coba ilmu gaib. Namun, ia juga teman yang setia, setidaknya bagi Loveless. Obrolan mereka pun cukup mengerikan: membunuh seseorang sekadar untuk bersenang-senang.
Tackett menjemput dua orang temannya dalam perjalanan ke rumah Loveless. Mereka, Hope Rippey dan Toni Lawrence. Lawrence tak pernah bertemu Loveless sebelumnya, sedangkan Rippey bertemu Loveless hanya sekali atau dua kali. Ketika tiba di rumah Loveless, mereka semua naik ke atas dan mulai mengobrol tentang apa yang akan mereka lakukan malam itu.
Layaknya remaja yang ingin bisa bebas keluar, para gadis belia itu telah berbohong kepada orangtua masing-masing. Mereka mengatakan akan menghabiskan malam di rumah seorang teman. Saat mereka duduk melingkar sembari mengobrol, tiba-tiba Loveless menarik pisau dapur berukuran besar dan memasukkannya ke dalam tasnya.
“Aku akan menggunakannya untuk menakut-nakuti seseorang,” kata Loveless dengan nada agak keras. Suasana tiba-tiba mencekam. Ia pun bercerita tentang masalahnya dengan Shanda Sharer.
Saat itu juga, dengan sebuah mobil, keempatnya bergegas menuju ke rumah Sharer. Mereka parkir sejauh setengah blok. Karena Rippey dan Lawrence tak pernah bertemu Sharer, Loveless lantas menyuruh mereka untuk mendatangi rumah itu dan mengaku sebagai teman Amanda Heavrin, kekasih Loveless. Sharer juga harus bisa dibujuk untuk mendekati mobil mereka dengan alasan telah ditunggu oleh Heavrin.
Tak semulus dugaan Loveless, Sharer tak bisa ikut karena orangtuanya telah terbangun. “Tapi aku akan menyelinap keluar sekitar tengah malam bila kalian mau,” lanjut Sharer. Lawrence dan Rippey pun setuju dan kembali ke mobil. Awalnya Loveless kesal dengan kenyataan itu. Namun dia merasa sedikit tenang setelah tahu rencana Sharer. Sembari menunggu tengah malam, gadis-gadis itu pun memutuskan untuk pergi ke sebuah konser di sebuah taman dekat rumah Sharer.
Aksi telah dimulai
Pukul 00.30 keempat gadis itu kembali ke rumah Sharer. Namun kali ini Rippey dan Tackett yang menjemput Sharer. Karena Loveless adalah satu-satunya yang dikenal Sharer, maka dia bersembunyi di kursi belakang dan menutupi dirinya dengan selimut.
Sharer ternyata sudah menunggu di pintu samping ketika Tackett dan Rippey berjalan menuju rumahnya. “Heavrin masih menunggu dan dia menyuruh kami kembali untuk menjemputmu,” ujar Rippey dan Tackett dengan raut serius.
Meski awalnya Sharer ragu, tapi Rippey akhirnya mampu meyakinkannya agar pergi. Segera, mereka bertiga masuk ke mobil Tackett. Sharer pun duduk di tengah. Sepanjang perjalanan, Rippey juga mengorek tentang hubungan Sharer dengan Heavrin. “Kami telah pacaran selama beberapa waktu dan aku benar-benar peduli padanya,” aku Sharer.
Sekonyong-konyong, Loveless menjulurkan kepalanya dari kursi belakang, menarik rambut Sharer sambil menekankan pisau di tenggorokannya. Seketika Sharer menangis dan memohon agar tidak disakiti. Loveless tak peduli dan terus mencaci-maki Sharer dengan sebutan “pelacur”.
Sharer menangis tak terkendali saat mereka sampai di sebuah bangunan tua yang mereka sebut sebagai “Istana Penyihir”. Loveless dan Tackett menarik Sharer keluar dari mobil dan memegang erat tangannya, sementara Rippey dan Lawrence menyinari jalan setapak menuju “istana” itu dengan korek api. Setelah masuk ke dalam bangunan, Loveless mengikat tangan Sharer dan Rippey menakut-nakutinya dengan pisau.
Merasa belum cukup, Loveless kemudian mengambil beberapa perhiasan Sharer dan mengenakannya. Pun dengan Lawrence. Rippey tak mau kalah. Karena menyukai jam tangan Mickey Mouse milik Sharer, ia pun mengambilnya.
Karena gelap, Tackett mengambil kaos usang dan membakarnya sebagai penerang. Heningnya malam terpecah dengan suara kendaran yang lalu lalang di sekitar bangunan tua itu. Tackett tiba-tiba panik ketika mendengar beberapa mobil melewati kastil itu. “Sebaiknya kita segera meninggalkan tempat ini dan pergi ke tempat lain,” saran Tackett. Sharer pun diseret kembali ke mobil. Mereka meninggalkan tempat itu.
Bertahan di setiap siksaan
Sejam kemudian, rombongan itu sudah sampai di Madison. Tackett menunjukkan rumahnya, tapi tidak mampir. Mereka meneruskan perjalanan ke sebuah jalan tua dan berhenti. Rippey dan Lawrence keluar dari mobil. Loveless dan Tackett menarik Sharer dari kursi belakang. Lantas, Loveless melepas ikatan tangan Sharer dan menyuruhnya untuk melepaskan seluruh pakaiannya.
Dinginnya malam membuat Rippey dan Lawrence memutuskan untuk kembali ke mobil dan duduk di dekat jendela untuk melihat apa yang terjadi di luar sana. Adegan malam itu sungguh menakutkan untuk ukuran penganiayaan yang dilakukan para gadis. Sharer dianiaya tanpa ampun. Mereka lalu melemparkan tubuh Sharer ke dalam bagasi dan pergi.
Sesampainya di rumah Tackett, keempat gadis itu naik ke kamar. Ketika mendengarkan ke arah luar jendela, ternyata mereka bisa mendengar jeritan Sharer dari dalam bagasi mobil. Tackett berlari ke dapur, mengambil pisau, dan berlari keluar untuk membungkam Sharer. Tanpa rasa bersalah.
Malam itu akhirnya mereka menganggap bahwa cara terbaik adalah membakar korban. Tackett kemudian pergi ke stasiun pengisian bahan bakar untuk mengisi bensin, sekaligus meminta Lawrence untuk membeli dua liter bensin dalam botol. Rippey-lah yang menyarankan tempat di mana mereka bisa menyingkirkan Sharer untuk selamanya.
Ketika mereka melihat jalan tua di sekitar sana, mereka berbalik dan menghentikan mobil. Tackett membuka bagasi, sedangkan Loveless dan Rippey membantu mengambil Sharer dengan menggunakan selimut untuk menutupinya. Lawrence memilih untuk tidak membantu dan duduk di mobil mengamati mereka membawa Sharer beberapa meter di belakang mobil sebelum meletakkannya di tanah.
Rippey segera mengambil sebotol bensin dan menuangkannya pada Sharer. Seperti otomatis, Tackett menyulut korek api dan melemparkannya ke tubuh Sharer. Sebelum mereka meninggalkan tubuh terbakar itu, Loveless masih sempat meraih botol bensin yang tersisa dan menuangkannya hingga hampir habis.
Sharer akhirnya pergi untuk selamanya. Tackett tampak menikmati kejahatannya. Setelah itu, Tackett mengantarkan Rippey dan Lawrence ke rumah masing-masing dan pulang ke rumah bersama Loveless.
Masyarakat bereaksi
Dokter George Nichols yang mengotopsi mayat Sharer pada Minggu pagi menemukan beberapa luka di kepala, leher dan kakinya. Ada pula luka bakar di tubuh bagian atas, serta luka pada anus dan rektum yang mengindikasikan benda tumpul setidaknya 8 cm telah dimasukkan.
Tingkat perdarahan di situ menunjukkan bahwa korban masih hidup pada saat serangan yang menewaskannya. Adanya jelaga di saluran napas atas juga menunjukkan bahwa korban masih hidup saat dibakar.
Peristiwa ini menjadi liputan nasional antara lain karena Hakim Ted Todd akhirnya memutuskan bahwa kedua gadis itu bebas dari sistem pengadilan anak-anak. Reaksi masyarakat sendiri cukup keras dengan menuntut keadilan untuk Sharer. Beberapa remaja yang mengenal terdakwa juga membagi informasi untuk membantu kepolisian.
Fakta-fakta perlahan-lahan terungkap. Meski kedua gadis itu mencoba mengecilkan perannya sendiri dalam pembunuhan itu, sebagian besar pernyataan mereka cocok satu sama lain.
Tak butuh waktu lama bagi Jaksa Guy Townsend untuk membawa tuduhan terhadap Hope Rippey dan Toni Lawrence ke pengadilan. Pada 15 Maret 1992, ia mendakwa kedua gadis itu dengan tuduhan pembunuhan, pembakaran, penganiayaan dengan senjata mematikan, penyekapan, dan intimidasi.
Sore itu juga, Melinda Loveless dan Laurie Tackett dibawa ke hadapan Hakim Todd dan didakwa dengan tujuh kejahatan tambahan, termasuk penganiayaan anak dan pidana penyimpangan perilaku. Sebulan kemudian, pada 9 April 1992, Townsend mengajukan jumlah tambahan kejahatan berat terhadap Loveless dan Tackett.
Pada 22 April 1992, Toni Lawrence menerima kesepakatan pembelaan dengan negara. Lawrence akan menghadapi 6 tahun sampai 20 tahun penjara. Townsend juga mengajukan hukuman mati terhadap Loveless dan Tackett pada 13 Juli 1992. Selain itu, dia mengajukan lagi tuduhan terhadap kedua gadis itu: konspirasi untuk melakukan pembunuhan.
Belakangan, Melinda Loveless dan Laurie Tackett memutuskan untuk mengaku bersalah atas penyiksaan dan pembunuhan terhadap Shanda Sharer, juga pembakarannya. Sebagai imbalan kerja samanya, negara membatalkan hukuman mati terhadap mereka.
Tawaran untuk film
Selama minggu pertama Desember 1992, Laurie Tackett memberikan wawancara eksklusif kepada Chris Yaw, reporter dari WKRC-TV di Cincinnati. Selama wawancara lima menit, Tackett berulang kali menyalahkan Melinda Loveless atas kematian Sharer. “Aku tak berpikirdia akan pergi sejauh itu,” kata Tackett. “Aku benar-benar tak percaya telah melakukan hal bodoh ini.”
“Shanda memelukku. Ia memintaku untuk tak membiarkan Melinda melakukannya. Tak ada yang bisa aku lakukan,” lanjut Tackett.
Pada 10 Desember 1992, Hakim Todd menerima perjanjian permohonan Toni Lawrence. Wartawan dari seluruh Amerika Serikat sudah berkumpul di Madison untuk mendengar sidang vonis.Tahapan sidang vonis sudah di ujung tanduk.
Sidang vonis Laurie Tackett dimulai pada 28 Desember 1992, dilanjutkan sidang vonis Loveless pada 4 Januari 1993. Melinda Loveless berdiri di hadapan Hakim Todd untuk mendengarkan vonis yang dijatuhkan padanya, jugaTackett. Hakim Todd memvonis Loveless dan Tackett dengan hukuman 60 tahun penjara dengan kemungkinan bebas bersyarat setelah 30 tahun.
“Anda masih punya waktu untuk mengubah hidup Anda dan melakukan sesuatu yang baik dan berguna dengan hidup Anda setelah dipenjara,” kata Todd diringi tangis Loveless.
Hanya dua hari setelah vonis hukuman terhadap Loveless dan Tackett, orangtua Sharer mengajukan gugatan AS$1.000.000 kepada keempat gadis itu. Ini karena adanya laporan bahwa Tackett sedang bernegosiasi untuk menjual ceritanya kepada sebuah perusahaan produksi film, juga Loveless yang mempertimbangkan berbagai penawaran yang telah diterimanya.
Menyusul kemudian, sidang vonis Toni Lawrence pada 19 Januari 1993. Sidang berlangsung dua hari.“Aku merasakan penyesalan yang sangat dalam untuk Sharer. Aku telah dikurung selama sepuluh bulan, dan saat itu seperti neraka. Aku tak menolong Sharer karena aku takut mereka akan membunuhku juga,” bela Lawrence.
Hari kedua persidangan, Hakim Todd memvonis Toni Lawrence selama 20 tahun penjara. Tangis Lawrence pun pecah.
Bagaimana dengan Hope Rippey? Sidangnya dimulai pada 1 Juni 1993. Hakim Jourdan dengan tegas memvonis Hope Rippey dengan hukuman maksimum 60 tahun dengan kemungkinan pembebasan bersyarat setelah 30 tahun. (Dari pelbagai sumber/Nur Resti)