Pantesan Indonesia Manggut-manggut Lautnya Dilewati Kabel Raksasa dari Australia Sampai Singapura, Suntikan Rp 40 Triliun Ini Bisa Jadi Pemulus Proyek Dua Negara Tetangga Ini di Indonesia

May N

Editor

Ilustrasi ladang sel surya milik Australia Sun Cable, yang berencana kirim tenaga surya ke Singapura melewati Selat Sunda dan Laut Jawa, Indonesia
Ilustrasi ladang sel surya milik Australia Sun Cable, yang berencana kirim tenaga surya ke Singapura melewati Selat Sunda dan Laut Jawa, Indonesia

Intisari-Online.com -Tergiur dengan janji uang sebesar USD 2,8 miliar untuk investasi lokal, pemerintah Indonesia telah mengizinkan perusahaan Australia meletakkan kabel listrik tegangan tinggi sepanjang 4500 melewati perairan Indonesia.

Australia menggunakan kabel tersebut dalam rencana mereka membangun proyek energi surya terbesar di dunia dari negaranya sampai Singapura, bahkan mungkin lebih jauh lagi.

Proyek bernama Sun Cable senilai USD 21,8 miliar ini adalah usaha gabungan antara raja pertambangan Andrew Forrest dan sesama miliuner Mike Cannon-Brookes.

Tujuannya adalah memenuhi 15% kebutuhan energi Singapura, yang kini bergantung sepenuhnya pada gas alam, dan mengurangi emisi karbon mereka sebanyak 6 juta ton setahun, seperti dikutip dari Asia Times.

Baca Juga: Benarkah Indonesia Hanya Dilewati? Ternyata Begini Kondisi Kabel Listrik Tenaga Surya dari Australia ke Singapura yang Lewati Babel, Simak Apa yang Didapat Indonesia

Andrew Forrest dari Perth (59) yang mendirikan Fortescue Metals Group, serta Mike Cannon-Brokes (41) pendiri perusahaan perangkat lunak Atlassian, memiliki kekayaan gabungan lebih dari USD 40 juta.

Forrest mengumpulkan kekaysaannya di industri bijih besi Australia Barat, namun mengutip laporan Fortescue terkait sumber daya lithium, unsur untuk industri mobil elektrik telah memberikannya ketertarikan pada energi terbarukan.

Perusahaannya, yang menggunakan energi solar untuk mendorong beberapa operasi, baru-baru ini membentuk kemitraan dengan PT Adaro Energy, perusahaan tambang terbesar Indonesia di Kalimantan Timur, untuk melacak dengan cepat perkembangan industri hidrogen hijau global.

Sayang sekali Indonesia tidak akan mendapat listrik dari kabel sel surya tersebut, tapi akan mendapatkan untung dari USD 1 miliar yang dipakai selama fase konstruksi, diharapkan berlangsung dari 2024-2028, dan juga USD 1,5 miliar lain untuk biaya operasional, termasuk pangkalan perbaikan laut dan juga transfer teknologi.

Baca Juga: Pantas China Jemawa Menginjak-injak ASEAN, Mau Disiksa Seperti Apapun ASEAN Termasuk Indonesia Sudah Begitu Jatuh Cinta pada China Hanya Karena Sogokan Ini, Kini Sampai Meminta-minta

Sebagai gantinya, Sun Cable mendapatkan izin untuk memasang kabel sepanjang 3.750 kilometer Australia-Asia melalui Selat Lombok yang ramai dan Laut Jawa, dan diharapkan mendapatkan izin lingkungan 2023.

Pemimpin Sun Cable David Griffin mengatakan ladang sel surya 12.000 hektar yang akan dibangun di dekat kota Elliott, 400 kilometer selatan Teritori Utara Darwin, telah diperluas menjadi 20 gigawatt (GW) yang direncanakan untuk penyimpanan baterai 35-42 gigawatt-jam.

Proyek ini menunjukkan potensi Australia sebagai pengekspor sumber daya sel surya yang akhirnya nanti bisa memenuhi 60% pertumbuhan kebutuhan energi di antara negara-negara Asia Tenggara.

Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Indonesia sebelumnya berargumen melawan peletakan kabel tersebut karena pejabat mengatakan hanya akan menyumbang sedikit pada ekonomi negara.

Baca Juga: Siratkan Pesan Bahwa China Jadi Pemimpin Teknologi Nuklir Global, Negeri Panda Ini Akan Bangun 6 sampai 8 Reaktor Nuklir hingga 2025

Namun pendapatnya berubah total setelah mendengar suntikan dana yang siap diberikan Australia, yang senilai dengan Rp 40 triliun itu.

Forest juga dekat dengan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan setelah bertemu dengannya pada beberapa kesempatan untuk mendiskusikan berinvestasi pada energi geothermal dan hidroelektrik sebagai rencana panjang Indonesia mencapai netralitas karbon tahun 2060.

"Sebagai bagian membangun PowerLink, Sun Cable akan memberi investasi dan pekerjaan di Indonesia, berbagi pengetahuan dan mendukung pabrik Indonesia," ujar perusahaan itu.

Indonesia berharap proyek ini akan mempercepat pertumbuhan industri baterai lithium dalam negeri, yang baru-baru ini didorong oleh Hyundai Motor Group dan LG Chemicals dari Korea Selatan.

Baca Juga: Luhut Boleh Berencana, AS Lah yang Kelak Menentukan, Kala Ambisi Indonesia Jadi Produsen Baterai Mobil Listrik Terbesar Sejagat Terancam Dijegal Hanya dengan Cara Culas Ini

Keduanya membantu Indonesia membangun pembangkit listrik bertenaga baterai lithium-ion di dekat Jakarta, dengan memberi investasi USD 1.1 miliar.

Baterai itu akan digunakan di mobil listrik Hyundai dan Kia, termasuk beberapa yang dirakit di Indonesia, tapi pemerintah mengatakan perusahaan manufaktur itu bisa memberikan baterai senilai USD 600 juta untuk ladang sel surya.

Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia mengatakan awal September lalu bahwa investasi asing diharapkan memberi tambahan USD 8,7 miliar ke dalam ekosistem mobil elektrik Indonesia tahun depan, termasuk disuntikkan kepada pabrik produsen baterai, prekursor dan katoda.

Perusahaan china Tsingshan Steel, operator untuk kompleks pemrosesan nikel di Teluk Weda dan Morawali di Sulawesi Tengah dan Maluku, juga merencanakan fasilitas baterai lithium besar.

Baca Juga: Sempat Dikabarkan Resesi, Ternyata Beginilah Pertumbuhan Ekonomi Daerah-daerah di Indonesia Tahun 2020 Lalu, Siapa Sangka Provinsi Papua Ungguli Pertumbuhan Ekonomi di Jawa

Singapura belum memberi lampu hijau untuk proyek bawah laut tersebut, tapi proyek ini menggarisbawahi pendekatan mengubah lanskap energi di Indonesia dan Asia Tenggara lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.

Grup Sunseap Singapura merencanakan ladang sel surya mengapung 2.2 gigawatt pada suaka di pulau Batam, menyuplai listrik kepada Otoritas Pengembangan Industri Batam dan Singapura.

Pembangunan fasilitas USD 2.2 miliar diharapkan mulai tahun depan dan memakan 2 tahun untuk selesai.

Desember tahun lalu, PLN dan firma Abu Dhabi, Masdar, memulai pekerjaan membuka pembangkit listrik surya mengapung di Jawa Barat senilai USD 145 juta, yang akan menjual listriknya dengan harga bersaing mengalahkan energi batu bara.

Baca Juga: Menteri Luhut Sampai Menyebutnya 'Pembuka' Industri Kendaraan Elektrik di Indonesia, Smelter Nikel RI-China Ini Dicacat Mati-matian Oleh Pihak Internasional, Ini Sebabnya

Rencana energi nasional Indonesia membutuhkan 5,4GW tenaga surya skala besar, mulai dari 1,8GW di jaringan utama Jawa-Bali hingga 1,1GW di seluruh Sumatra yang bertetangga.

Juga dalam rencana adalah 28,2GW solar terapung, yang terletak di 375 waduk dan danau, dan 3,6GW dari instalasi surya di atap.

Kabel listrik baru perlu dikubur cukup dalam di dasar laut untuk memastikannya tidak robek oleh jangkar kapal, seperti yang terjadi baru-baru ini dengan kabel serat optik (ASC) Perth-Singapura yang baru dipasang, yang melintasi Selat Sunda antara Jawa dan Sumatera.

Bagian terdalamnya, pada 1.900 meter, berada di zona eksklusi ekonomi Indonesia pada pendekatan ke Selat Lombok yang lebih dangkal di mana kabel yang membawa daya dari Jawa Timur ke Bali rentan terhadap jangkar yang menyeret arus deras, menjadi tantangan proyek Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia.

Baca Juga: Seharusnya Bisa Dipanen Tapi Makin Mundur Karena Pandemi Covid-19, Inilah Tiga Ladang Gas Raksasa RI yang Kini Nasibnya Makin Tidak Jelas, Termasuk Natuna

Artikel Terkait