Intisari-Online.com - Eksistensi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) mengganggu keamananan di sejumlah kabupaten di Provinsi Papua sulit dihentikan selama mereka masih bisa membeli senjata api dan amunisi.
Sumber dana KKB menjadi pertanyaan banyak pihak karena tidak sedikit uang yang dibutuhkan.
Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri mengatakan, selama ini pihaknya menduga sumber dana KKB berasal dari oknum pejabat pemerintah hingga perampasan dana desa.
Namun, Fakhiri memastikan sumber dana utama KKB untuk bisa mendapatkan senjata api dan amunisi berasal dari kawasan penambangan emas ilegal di beberapa kabupaten di Papua.
"Tempat pendulangan (emas) itu berkontribusi besar untuk pembelian senjata api dan amunisi," ujarnya di Jayapura, Kamis (8/3/2021).
Jauhnya lokasi penambangan ilegal membuat pengawasan dari aparat keamanan sangat minim sehingga hal tersebut yang kemudian dimanfaatkan KKB untuk memperoleh dana.
"Paniai, Intan Jaya dan sebagian Yahukimo. Kalau Timika sidah jelas, makanya kita agak geser pendulang di situ agar tidak mendulang lagi," kata dia. Tanpa menyebut detail jumlahnya, Fakhiri meyakini dari wilayah pendulangan ilegal, KKB bisa memperoleh dana cukup besar.
Selain tambang-tambang itu, tanah Papua jugs memiliki tambang emas terbesar di dunia.
Grasberg: Tambang Emas Papua Terbesar di Dunia
Dilansir dari miningglobal.com, kisah tambang Grasberg dimulai pada pertengahan 1930-an ketika penjajah Belanda menemukan tembaga di gletser Gunung Jayawijaya.
Operasi penambangan dimulai pada tahun 1972, namun tambang tersebut sebagian besar telah habis pada pertengahan 1980-an.
Baru pada tahun 1988 ketika PT Freeport Indonesia (anak perusahaan Freeport-McMoRan Copper & Gold, Inc.) mulai menjajaki deposit tambahan di daerah tersebut, mereka menemukan potensi untuk menjadi tambang yang sangat menguntungkan.
Diperkirakan memiliki cadangan bijih emas senilai Rp 550 trliun lebih, tambang Grasberg mendapatkan gelar tambang penghasil emas terbesar dan paling menguntungkan yang pernah ada.
Gelar Grasberg sebagai tambang penghasil emas terbesar bukan tanpa persaingan dan hambatan.
Berbagai tambang di seluruh dunia telah menyaingi tambang super, termasuk South Deep yang terletak di Afrika Selatan; tambang Lihir di Papua Nugini; dan tambang Muruntau di Uzbekistan.
Grasberg membutuhkan manajemen yang cermat karena sifatnya yang luas dan seringkali kompleks.
Freeport mampu melakukan kegiatan eksplorasi, penambangan, dan produksi di lahan seluas 24.700 hektare atas kesepakatan dengan pemerintah Indonesia.
Operasi penambangan meliputi tambang terbuka, tambang bawah tanah, dan empat konsentrator.
Sejumlah proses digunakan di lokasi, termasuk berbagai tahap pengeboran, peledakan, penyortiran, pengangkutan, dan penghancuran bijih.
PT Freeport Indonesia memulai penambangan terbuka pada tahun 1990, namun mengalihkan operasinya dari penambangan terbuka ke penambangan massal bawah tanah untuk mempertahankan tingkat produksinya yang tinggi.
Perusahaan menangguhkan metode ini pada tahun 1991, tetapi melanjutkannya kembali pada tahun 2000.
Menurut situs Freeport McMoRan, sepertiga dari produksi penambangan bawah tanahnya berasal dari Deep Ore Zone (DOZ), satu deposit di dalam kompleks tambang Grasberg yang lebih besar yang terletak di bagian barat New Guinea.
Tambang block cave Grasberg DOZ adalah salah satu operasi bawah tanah terbesar di dunia.
Saat ini, sekitar 75 persen produksi Freeport bersumber dari tambang terbuka.
Peralatan produksi meliputi bucket 30m3-42m3, armada truk angkut 70t-330t berkekuatan 170 orang, bersama dengan 65 dozer dan grader dengan radar, GPS, dan robotika yang digunakan dalam sistem pemantauan kemiringan tambang yang canggih.
Fasilitas tambang meliputi pembangkit listrik, beberapa pabrik, operasi penghancuran dan penyaringan, konsentrator, pengental, dan stasiun pompa.
Freeport juga telah membangun bandara, pelabuhan, jalan sepanjang 119 km, jalur trem, rumah sakit dan fasilitas kesehatan terkait, dua lokasi kota dengan perumahan, sekolah, dan fasilitas lain yang cukup untuk mendukung lebih dari 17.000 karyawan.
Namun pada tahun 2020, PT Freeport Indonesia (PTFI) mengakui adanya penurunan produksi hasil tambang akibat sudah tidak ada lagi aktivitas penambangan yang dilakukan di tambang terbuka (open pit) Grasberg.
Sehingga mengakibatkan pada penutupan tambang terbuka Grasberg
(*)