Ketika itu, saya menjadi tidak yakin apakah saya bisa melalui wawancara ini.
Tetapi justru kesedihan itu melatih kemarahan pada dunia yang biasa saya huni dan memberi saya hak istimewa yang bbesar.
Kami berada di komunitas yang jelas-jelas miskin, yang berkumpul untuk mencoba pulih dari kerusakan akibat perang yang dilancarkan lebih dari 40 tahun yang lalu.
Negara saya sendiri diam-diam mendukung invasi dan pendudukan Timor Timur.
Senjata yang digunakan oleh tentara dan bom yang dijatuhkan oleh pesawat dipasok oleh pemerintah AS dan Inggris, sekutu Australia.
Kini, kekuatan Barat yang jauh ini memberi selamat kepada diri mereka sendiri karena telah mengawasi kemerdekaan dan status Timor-Leste sebagai negara-bangsa baru.
Tetapi, pada saat yang sama, mereka semakin mengungkapkan kekesalan mereka atas kurangnya 'pembangunan' dan kapasitas orang Timor.
Namun orang-orang yang terkena dampak kampanye berdarah ini terus memanfaatkan kapasitas budaya kolektif mereka untuk mencoba mengatasi kehilangan dan trauma mereka dan untuk bergerak maju dengan cara yang paling intim dan terhubung secara fisik.
Kehidupan sehari-hari mereka adalah dunia yang jauh dari ruang rapat di mana para ahli pembangunan mencari nasihat untuk mengatasi 'hambatan budaya' untuk pembangunan.
Source | : | pos kupang |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR