Kami diundang ke beranda dan banyak pria dengan cepat berkumpul untuk duduk bersama kami.
Ketika itu saya berpikir, karena melihat semua kegiatan tersebut, bahwa seseorang pasti telah meninggal, dan kami tiba pada tahap awal mate uma (pemakaman).
Saya pikir, sungguh waktu yang tidak menguntungkan untuk datang wawancara.
Namun, segalanya menjadi jelas, ada sesuatu yang lain sedang terjadi.
Alih-alih peti mati, seperti yang diharapkan untuk ditemukan di mate uma, banyak bahan yang dibundel diletakkan dengan hati-hati di sepanjang meja.
Rupanya 23 bundelan kain itu berisi sisa-sisa kematian perang rumah asal ini.
Seperti yang kemudian ditunjukkan kepada kami, masing-masing berisi tulang, atau batu, sebagai tulang simbolis, pria, wanita, dan anak-anak yang telah meninggal pada tahun-tahun awal invasi.
Banyak yang melarikan diri melintasi lembah ke pegunungan Matebian yang relatif aman, ketika pasukan Indonesia menguasai daerah itu.
Beberapa dari mereka diburu dan dibunuh oleh militer Indonesia, sedangkan yang lainnya mati kelaparan.
Source | : | pos kupang |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR