Intisari-Online.com – Salah satu penyakit yang menghancurkan sistem kekebalan tubuh adalah AIDS, yang disebabkan karena infeksi HIV.
Hingga saat ini belum ada obat-obatan yang membuahkan hasil memuaskan untuk dapat mengobatinya.
Akhirnya, berbagai tanaman obat pun dilirik untuk memerangi penyakit mematikan ini.
Dr. Chairul dari Puslitbang Biologi LIPI, melalui tulisannya Tanaman Obat Tradisional Anti HIV, menuliskannya di Majalah Intisari edisi Mei 1996.
Berbagai jenis obat sintetis telah dicoba untuk melawan virus HIV yang menjadi penyebab AIDS, yang sifatnya mudah sekali berubah sifat, menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan hidupnya.
Meski demikian, virus itu bermutasi terus-menerus, membuat obat jadi tidak efektif lagi, yang akhirnya membuat para pakar sulit menemukan obat penumpas yang tahan lama keampuhannya.
Karena efek samping negatifnya yang juga tinggi, membuat beberapa pakar farmakologi berusaha mencari zat aktif dari bahan alami.
Dengan disponsori GPA (Global Programme on AIDS) dan TRM (Traditional Medicine Programme) dari WHO, NCI (National Cancer Institute) di Washington, telah menguji keampuhan sejumlah tanaman obat tradisional dari seluruh dunia terhadap virus penyebab AIDS.
NCI menguji lebih dari 40.000 jenis tanaman obat, bakteri, lumut kerak dan ganggang yang hidup di laut in vitro (dalam tabung percobaan).
Dari pengujian itu ternyata hanya 15% yang berpotensi sebagai zat anti-HIV.
Sebagian besar (85%) tidak menunjukkan kegiatan itu.
Beberapa jenis obat tradisional sudah lama dipakai untuk menyembuhkan AIS meski belum ada penjelasan ilmiahnya.
Mulai dari bawang putih, sambiloto, pepaya, ginseng, lidah buaya, jamur shitake, termasuk ramuan berupa umbi lili, obat Cina Fu zheng, dan obat Tibet Padma 28.
Setelah diuji in vitro, ternyata jamu-jamu itu memang benar anti-HIV.
Para pakar kemudian berupaya mengujinya in vivo (dalam tubuh makhluk hidup) lebih lanjut.
Beberapa jenis tanaman obat berikut ini dicobakan pada pasien HIV di Afrika.
Diospyros usambarensis
Ini adalah sejenis kayu hitam, yang dikenal sebagai fungisida dan obat sitotoksik.
Ekstrak tanaman ini juga sudah diberikan kepada penderita AIDS di Cina dan Tanzania, baik dalam bentuk tunggal maupun diramu sebagai obat kombinasi dengan tanaman obat lain.
Sambiloto (andrographis paniculata)
Sambiloto biasa dipakai sebagai obat penyakit kulit oleh para dukun atau tabib tradisional Indonesia.
Alkaloida andrografolida yang dikandung pada sambiloto berkhasiat menghambat kegiatan virus HIV.
Prunella vulgaris dan Viola yedoensis
Keduanya ternyata mengandung senyawa sulfonat polisakarida, yang menunjukkan kegiatan penghambat virus HIV.
Ganggang merah Schizeminia pacifica
Ganggang yang hidup di laut ini mengandung heparin dan dekstran sulfat, yang ternyata juga anti-HIV seperti senyawa sulfonat polisakarida.
Tanaman Trichosanthes kirilowi
Biasa dipakai sebagai obat abortus di Cina, kini di Amerika Serikat dipakai secara tidak resmi sebagai obat AIDS, karena mengandung protein trikosantin.
Tanaman Glycyrrhiza uralensis (sejenis akar manis)
Senyawa glycyrrhizin dalam tanaman tersebut, biasanya dipakai dalam ramuan obat batuk hitam, ternyata juga bersifat anti-HIV.
Kepada pasien HIV yang diberikan obat tradisional ini secara oral, bisa menyembuhkan AIDS.
Juga diteliti oleh NCI Amerika Serikat , beberapa jenis tanaman obat tradisional Indonesia, seperti pinang, belimbing wuluh, pepaya, pare, dan tempuyung.
Kita mengenal kesemuanya itu sudah biasa digunakan sebagai jamu.
Namun, penelitian masih baru dalam taraf pengujian kegiatan ekstrak kasar dari fransi air, dan belum ditentukan dengan pasti, berapa dosis yang direkomendasikan bagi tiap jenis tanaman obat itu.
Yang pasti ialah, bahwa tanaman jamu Indonesia itu dapat dipakai untuk mengobati AIDS, karena sudah terbukti anti-HIV.
Beberapa ekstrak air tanaman Indonesia yang aktif anti-HIV in vitro berdasarkan Laporan NCI 1986 -1993, antara lain:
Ageratum conyzoides (Babadotan)
Amaranthus spinosus (Bayam duri)
Amornum rumphii (Galoba jantung)
Anthocephalus chinensis (Kelempeyan)
Aquilaria microcarpa* (Kayu gaharu)
Areca catechu (Pinang)
Artemisia gina (Mungis arab)
Artemisia vulgaris (Suket ganjahan)
Averrhoa bilimbi (Belimbing wuluh)
Blumea balsamifera (Sembung)
Carica papaya (Pepaya)
Centella asiatica (Daun kaki kuda)
Chydenanthus excelsus (Besole)
Cinnamomum burmani (Kayu manis)
Clerodendrum serratum (Sagunggu)
Codiaeum variegatum (Puring, puding)
Coleus atropurpureus (Jawer kotok)
Coriandrum sativum (Ketumbar)
Costus speciosus (Pacing, Si tawar)
Curcuma heyneana (Temu giring)
Dracontomelon dao * (Buwah rau, Koili)
Drypetes longifolia (Bumigaya, Batung)
Eclipta prostata (Urang-aring)
Elaeocarpus stipularis (Pinang pinai)
Euonymus javanicus (Kumbang)
Foeniculum vulgare (Adas)
Garcinia griffithi (Kandis gajah)
Gendarusa vulgaris (Gandarusa)
Glochidion arborescens (Ramambong)
Graptophyllum pictum (Dangora puding)
Hemigraphis colorata (Benalu api)
Hydrocotyle sibthorpioides (Patikan cina)
Indorouchera griffithiana (Akar tanduk)
Limnocharis flava (Genjer)
Macaranga tribolata (Kayu sepat)
Melaleuca leucadendron (Kayu putih)
Melastoma affine (Harendong)
Meliosma sumatrana (Ki tiwu)
Merremia peltata (Daun rambut)
Merremia umbellata (Daun bisul)
Momordica charantia (Paria, pare)
Nephrolepis biserrata (Paku harupat)
Notaphoebe malabunga (Medang lasa)
Palaquium gutta (Balam)
Parameria laevigata (Kayu rapat)
Payena acuminata (Mayang lisak)
Pogostemon hortensis (Nilam)
Pterocarpus indicus (Angsana)
Saccharum spontaneum (Tebu salah)
Scorodocarpus borneensis (Kayu bawang hutan)
Sida rhombifolia (Daun selai)
Sonchus arvensis (Tempuyung)
Spatholobus ferrugineus (Sambangan)
Staurogyne elongata (Godong keji)
Vernonia arborea (Sembung gilang)
Villebrunea rubescens (Nangsi, jurang)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari