Dalam kesaksiannya yang disebut penuh trauma, dirinya mengisahkan tentara Irak menyerbu Rumah Sakit Al Adan di Kuwait di mana dirinya menjadi perawat sukarela.
Saat itu, dia mengaku melihat tentara Irak mengeluarkan 312 bayi yang masih dalam perlindungan inkubator.
Bukan untuk dipindahkan atau diselamatkan dari dampak perang, Nayirah menyebut bayi-bayi tersebut justru dibiarkan mati di lantai yang dingin.
“Jika keponakan saya lahir prematur, dia akan meninggal hari itu juga,” kata Nayirah di sebuah ruangan wartawan, suaranya bergetar.
Kesaksiannya benar-benar membekas di hati orang-orang yang mendengarnya, baik para awak media maupun para senator AS.
Kelompok hak asasi manusia seperti Amnesty International pun turut menggemakan laporan sang saksi mata tersebut.
Masyarakat AS, yang saat itu tengah terpecah terkait apakah AS perlu atau tidaknya AS melakukan intervensi dalam Perang Teluk pun terdampak.
Jika sebelumnya jumlah warga yang mendorong intervensi hanya mencapai 17%, usai Nayirah muncul lewat 'kesaksiannya', jumlahnya melonjak mencapai 41 persen.
KOMENTAR