Indonesia merespons dengan kebrutalan yang luar biasa, memulai amukan pembakaran dan pembunuhan di seluruh pulau.
Akhirnya pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Timur mendeklarasikan diri sebagai sebuah negara.
Selama pendudukan dengan kekerasan, banyak dari perempuan yang masih hidup telah dirudapaksa dan disiksa dan banyak yang kehilangan anak dan suami mereka.
Sejak itu, pelanggaran hak-hak perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga menjadi masalah besar di Timor Timur.
Indonesia dan Portugal memperkenalkan struktur sosial patriarki di Timor Timur yang memberi laki-laki sebagian besar kekuasaan pengambilan keputusan.
Dikombinasikan dengan sejarah kekerasan dalam masyarakat, serta kepercayaan dan tradisi budaya yang menyiratkan bahwa laki-laki memiliki hak untuk mendisiplinkan perempuan melalui kekerasan.
Akibatnya pada meluasnya diskriminasi terhadap perempuan dan kekerasan berbasis gender di Timor Leste.
Pekerjaan perempuan, baik di dalam rumah maupun di luar rumah umumnya diremehkan dan dianggap remeh karena dianggap sebagai “peran alami perempuan” dalam masyarakat.
Mereka memiliki akses yang sangat terbatas ke pendidikan, pekerjaan yang dibayar, politik dan perawatan kesehatan.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR