Perlindungan Anak di Timor Leste Jadi Masalah Serius, Kerap Diselesaikan Secara Tradisional dengan Kompensasi Barang-barang Seperti Ini

K. Tatik Wardayati

Penulis

50% anak-anak di Timor Leste mengalami stunting karena kurang gizi, terutama di pedesaan.
50% anak-anak di Timor Leste mengalami stunting karena kurang gizi, terutama di pedesaan.

Intisari-Online.com – Perlindungan anak di Timor Leste jadi masalah serius, kerap diselesaikan secara tradisional dengan kompensasi barang-barang seperti ini.

“Saya sekarang mengerti bahwa kekerasan terhadap anak harus selalu diselesaikan melalui jalur hukum,” kata Bapak Dosantos dari Timor-Leste.

Di komunitasnya, keadilan tradisional digunakan sebagai reaksi terhadap pelecehan anak.

Dengan tingkat keuburan sekitar lima kelahiran per wanita di Timor Leste, kita bisa mengatakan bahwa memiliki keluarga besar sangat dihargai di negara ini.

Baca Juga: Ritual Tara Bandu, Tradisi Kuno dan Unik yang Lindungi Lingkungan Timor Leste, Tak Pernah Dilakukan Kala Diduduki Indonesia dan Dijajah Portugis

Sekitar 35 persen dari populasi berusia di bawah 15 tahun.

Namun, kekerasan terhadap anak, terutama anak perempuan, tetap menjadi masalah serius.

Sensus terbaru menunjukkan bahwa 28 persen anak perempuan di bawah 17 tahun mengalami kekerasan fisik atau seksual sejak usia 15 tahun.

Sebuah desa kecil sekitar 60 kilometer dari ibu kota, Dili, kasus kekerasan terhadap anak sangat marak.

Baca Juga: Akankah Orang Timor Leste Kehilangan Harapan, Setelah Berubah dari Kesuksesan Demokrasi Jadi Negara Minyak yang Gagal?

Hingga Plan Internasional mulai mengintervensi, dan keadilan tradisional masih banyak digunakan untuk menyelesaikannya.

Ini sering terdiri dari kompensasi dengan uang, hewan, atau perhiasan tradisional.

“Dulu kami memiliki banyak kasus pelecehan dan kekerasan dalam rumah tangga di desa saya, dan kompensasi sepertinya merupakan cara keadilan yang tepat bagi kami”, kata Pak Dosantos, anggota Dewan desa.

Untuk mencegah kekerasan terhadap anak Plan International bekerja dengan masyarakat dan otoritas lokal untuk membangun mekanisme perlindungan anak dan melatih anggota masyarakat tentang cara menggunakannya.

Dalam pelatihan tersebut, pejabat pemerintah daerah, orang tua dan anggota masyarakat lainnya belajar tentang hak-hak anak, pentingnya perlindungan anak dan bagaimana melaporkan kekerasan terhadap anak kepada pihak berwenang terkait.

“Melalui pelatihan saya sekarang mengerti bahwa kasus-kasus HAM harus selalu diselesaikan melalui jalur hukum,” kata Bapak Dosantos.

“Sekarang orang-orang di komunitas saya sangat memperhatikan kekerasan di sekitar mereka dan mereka melaporkannya ke jalur hukum yang telah ditetapkan pemerintah”.

Fokus khusus diberikan untuk mengikusertakan laki-laki, terutama ayah, dalam pelatihan dan proses perlindungan anak.

Penelitian menunjukkan bahwa biasanya perempuan yang membela hak-hak anak dan perlindungan mereka.

Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Ekonomi Timor Leste Masih Belum Bisa Lakukan Diversifikasi, Lepas dari Ketergantungan Pendapatan Minyak

(Ilustrasi) Warga Timor Leste. Bahasa Timor Leste saat ini menggunakan bahasa Tetun dan Portugis, rupanya hal ini yang menyebabkan mereka tidak ingin gunakan bahasa Indonesia
(Ilustrasi) Warga Timor Leste. Bahasa Timor Leste saat ini menggunakan bahasa Tetun dan Portugis, rupanya hal ini yang menyebabkan mereka tidak ingin gunakan bahasa Indonesia

Namun, sangat penting laki-laki mengambil bagian mereka juga.

Itulah sebabnya Program Partisipasi dan Perlindungan Anak ini secara khusus menargetkan laki-laki di masyarakat pedesaan dengan mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan.

Kegiatan ini berfokus pada peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang konsekuensi kekerasan dalam rumah tangga, pentingnya kesetaraan gender, dan hak-hak anak.

Dosantos yakin akan pentingnya setiap anggota masyarakat untuk terlibat dalam melindungi anak.

Dia sekarang menjadi koordinator kelompok perlindungan anak setempat, dan bersama dengan anggota kelompok lainnya, dia menyebarkan pelajaran yang didapat ke komunitas lain di dusun.

”Anggota komunitas kami terbuka dan berkonsultasi dengan kami ketika mereka melihat masalah dalam keluarga mereka”, jelas Dosantos.

“Kita beri mereka nasehat, mereka bisa mencari solusi tanpa kekerasan dan mereka melaporkan kasus kekerasan terhadap anak ke polisi,” pungkasnya.

Baca Juga: Orang Timor Leste yang Ramah Sangat Bangga akan Kemerdekaan Mereka, Jangan Sekali-kali Menolak Jika Ditawari Makanan atau Minuman, Tapi Tunggu Ini Dulu!

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait