'Kekuatan Alam' Ini Pernah Diprediksi Bisa Hancurkan Kota Tempat Masjid Al-Aqsa Berada, Titik Konflik Israel dan Palestina

Khaerunisa

Penulis

Kompleks Mesjid al-Aqsa di Kota Tua, Yerusalem Timur, titik konflik Israel dan Palestina.
Kompleks Mesjid al-Aqsa di Kota Tua, Yerusalem Timur, titik konflik Israel dan Palestina.

Intisari-Online.com - Kompleks Masjid Al-Aqsa yang berada di Kota Tua, Yerusalem Timur, baru-baru ini menjadi titik konflik antara Palestina dan Israel.

Terjadi bentrok antara Polisi Israel dan warga Palestina yang dimulai pada 8 Mei 2021.

Peristiwa itu membuat ratusan orang Palestina terluka akibat kebrutalan polisi Israel, memicu kecaman dunia terhadap Negeri Yahudi.

Lokasi yang dianggap suci baik bagi Umat Islam maupun Umat Yahudi ini pun tampak berantakan dari foto-foto yang beredar.

Baca Juga: Batu-batu Terkikis, Pilar pun Perlahan Luruh, Masjid Al-Aqsa Ternyata Pelan-pelan Dihancurkan Israel Lewat Cara Khusus, Tanpa Bekas Tapi Mujarab

Seperti diketahui, kompleks Masjid Al-Aqsa dikenal sebagai Al Haram asy-Syarif atau tempat kudus yang mulia bagi Umat Islam.

Sementara bagi Umat Yahudi, kompleks yang dikenal sebagai Temple Mounth tersebut merupakan tempat paling keramat.

Bahkan, bukan hanya bagi Umat Islam dan Yahudi saja, begitu pula bagi Umat Kristen, di mana di kompleks ini terdapat Gereja Suci Makam Kudus.

Terus menjadi titik konflik Israel dan Palestina selama puluhan tahun, para ilmuwan justru pernah memprediksikan kota tempat kompleks suci tersebut berada bisa hancur akibat 'kekuatan alam' ini.

Baca Juga: Israel yang Pongah Minta Maaf, AS yang Jemawa pun Merasa Bersalah, Inilah Insiden Pembantaian Qana 2006, Kala Rudal Canggih Israel Salah Sasaran dan Renggut Puluhan Nyawa Anak-anak Tak Berdosa

Melansir artikel NBC News, oleh Jason Keyser pada 2004, menyebutkan bahwa sebuah survei geologi mengatakan inti dari narasi alkitabiah, Kota Tua Yerusalem yang bertembok, akan menjadi salah satu bagian kota yang paling parah terkena gempa jika terjadi gempa bumi besar lain.

Studi tiga tahun, yang dilakukan oleh Survei Geologi Israel dan dirilis saat itu, menemukan bahwa Kota Tua lebih berisiko daripada lingkungan modern karena konstruksi kuno dan lapisan bawah tanah dari puing-puing yang berpindah, kata Amos Bein, direktur pusat.

"Lapisan di bawahnya tidak terbuat dari batuan padat, melainkan semacam puing-puing," kata Bein.

Fondasi yang lemah itu bisa memperbesar gelombang seismik gempa, jelasnya.

Baca Juga: Mengapa Kebangkitan Nasional Sangat Penting bagi Indonesia?

Para peneliti menggunakan komputer untuk memetakan topografi, geologi, tanah, dan labirin bawah tanah Kota Tua dan terowongan di bawah tanah Kota Tua.

Menurut laporan tersebut, yang paling berisiko adalah Kota Tua dan alun-alun setinggi 11 hektar yang menampung dua masjid besar, termasuk Kubah Batu berlapis emas.

Laporan itu pun mendesak perencana kota Yerusalem untuk mengidentifikasi dan memperkuat struktur yang lemah.

Selama seribu tahun sebelumnya, sekitar setengah lusin gempa bumi besar telah melanda kota itu, kata Bein.

Para arkeolog pun telah menemukan bukti kerusakan akibat gempa bumi besar tersebut.

Baca Juga: Didesak Gencatan Senjata oleh Biden Sendiri, PM Israel Malah 'Berniat' untuk Terus Serang Gaza

Dikatakan, gempa besar terakhir di daerah itu terjadi pada tahun 1927, ketika gempa berkekuatan 6,3 yang berpusat di dekat Jericho, sekitar 15 mil di sebelah timur Yerusalem, menewaskan lebih dari 200 orang.

Sementara beberapa ilmuwan Israel telah memperingatkan bahwa gempa bumi besar lainnya tampaknya akan melanda Tanah Suci dalam 50 tahun mendatang.

Dijelaskan, terdapat Great Rift Valley membentang sejauh 3.000 mil antara Suriah dan Mozambik dan melewati Laut Mati, di bawah perbukitan timur Yerusalem.

Garis patahan tersebut disebabkan oleh pemisahan lempeng tektonik Afrika dan Eurasia 35 juta tahun yang lalu, perpecahan yang melemahkan kerak bumi.

Baca Juga: Cerita Anak-anak Timor Leste yang Dicuri Tentara Indonesia, Dijadikan Anak hingga Pembantu

Sekitar 35 mil ke utara, garis patahan lain memotong daratan dari timur ke barat dari pelabuhan Mediterania Haifa dengan kota Jenin dan Nablus di Tepi Barat sebelum mencapai Sungai Jordan.

"Ini adalah daerah yang sangat aktif yang kadang-kadang bisa menghasilkan gempa besar," kata Bein.

Cerita lain tentang keruntuhan kompleks Masjid Al-Aqsa di masa depan pernah diungkapkan seorang wakil pemimpin Gerakan Islam di Israel.

The Times of Israel, pada 21 Juli 2017, melaporkan bahwa seorang wakil pemimpin Gerakan Islam di Israel pernah mengungkapkan bahwa Israel telah menggunakan bahan kimia untuk diam-diam merusak infrastruktur Masjid Al-Aqsa.

Baca Juga: Dimusuhi Banyak Negara Barat, Ternyata China Justru Pernah Memberikan Dukungan Penuh Pada Palestina, Sampai Pasok Senjata Untuk Gempur Israel

Disebut, hal itu diungkapkannya dalam wawancara dengan Al-Jazeera pada 16 Juli tahun itu, dan ditranskripkan oleh Institut Penelitian Media Timur Tengah.

Dalam wawancara itu, Sheikh Kamal Khatib, mengatakan bahwa Israel telah menyuntikkan zat kimia ke dalam dinding masjid untuk menyebabkan korosi.

Dia menjelaskan bahwa zat yang dia klaim digunakan Israel tersebut memiliki efek tertunda, sehingga memungkinkan Israel mengklaim bahwa retakan-retakan pada struktur masjid terjadi secara alami karena waktu.

“Dua puluh dua tahun lalu, kami mengatakan bahwa Masjid Aqsa dalam bahaya. Saat itu, kami mengatakan bahwa selama penggalian, [terjadi] pendudukan menggunakan zat kimia yang memiliki efek jangka panjang.

Baca Juga: Weton Paling Sakti, Jodoh Berdasarkan Weton Hari Ini, Weton Rabu Kliwon

"Zat-zat ini bisa menggerogoti bebatuan dan pilar, tapi efeknya tidak langsung terlihat, dan setelah itu baru bisa mengklaim retakan di dinding Al-Aqsa,” kata Khatib.

Menurutnya, keruntuhan Masjid Al-Aqsa secara perlahan itu sudah terjadi, dengan adanya celah dan lubang runtuhan di beberapa tempat.

"Itu sudah terjadi. Ada celah dan lubang runtuhan di beberapa tempat. [Rencana orang Israel adalah] mereka akan dapat mengklaim bahwa itu adalah pekerjaan alam. Sepertinya… Sebenarnya, saya tidak boleh mengatakan 'sepertinya', ” katanya kepada stasiun Qatar.

Jika kenyataan yang terjadi seperti pengakuan Khatib, tentunya akan semakin memperparah kondisi alam yang memang diprediksi mengancam tempat yang menjadi rebutan Israel dan Palestina tersebut.

Baca Juga: Memahami Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa dengan Ideologinya

(*)

Artikel Terkait