Intisari-online.com -Ganasnya Covid-19 varian baru B.1.617 di India masih mengintai siapa saja dengan jumlah kasus pasien dan korban Covid-19 India terus menerus bertambah setiap harinya.
Kremasi dilakukan dengan tergesa-gesa dengan antrian pembakaran mayat penuhi krematorium India.
Prosesi khidmat melepaskan sosok yang sudah meninggal dalam agama Hindu itu berubah jadi sesuatu yang gerudukan dan berantakan lagi.
Itulah sebabnya bagi Aarti Betigeri jurnalis koresponden untuk Lowy Institute, pemandangan antrian jasad dibungkus kain putih menunggu dibakar di luar krematorium di bawah matahari April menjadi pemandangan paling mengerikan di Delhi.
Rumah-rumah pembakaran dadakan dibangun di lahan parkir di seluruh rumah sakit Delhi, dan pohon-pohon ditebang untuk dijadikan bahan bakar.
Delhi telah sangat terluka karena kasus Covid-19.
Krisis di Delhi dan tempat lain di India di mana gelombang baru Covid-19 meledak seperti bom telah mempercepat rasa tidak enak yang dirasakan di India.
Virus tidak membedakan manusia berdasarkan agama atau status ekonomi.
Namun virus membedakannya berdasarkan lokasi tempat tinggal, dengan menjadikan orang kaya tinggal di kota-kota besar India sebagai target utama.
Tiba-tiba saja infrastruktur kesehatan kelebihan beban, dan dalam beberapa kasus tampak kuno dan tidak efektif.
Kini, itu semua tertatih-tatih di ambang kehancuran.
Delhi adalah kota yang sedang sekarat tercekik di ambang kematiannya.
Ironisnya, yang terburuk belum terjadi, dengan para pakar memprediksi puncak keparahan terjadi di pertengahan Mei ini.
Namun krisis ini telah tunjukkan betapa mudahnya pecahnya hubungan bilateral yang dipelihara secara berhati-hati.
Warga India marah, tidak hanya kepada pemerintah mereka sendiri, tapi juga kepada komunitas internasional karena mengabaikan mereka di waktu mereka membutuhkan bantuan.
Pihak internasional juga tampak merendahkan mereka, seperti komentar sembarangan Angela Merkel kanselir Jerman mengenai Eropa "memperbolehkan" India menjadi farmasi dunia.
Di saat yang sama, Australia terus-terusan menutup gerbang mereka bahkan untuk warga Australia yang berada di India.
Hal ini menyebabkan mereka terjebak dalam bom penularan yang terus berdetak.
Terlalu padat
India adalah negara yang terlalu padat penduduk dan terlalu terpecah-pecah untuk diatur secara efisien oleh pemerintah.
Memang India menerapkan demokrasi yang bagus dengan tanda pertumbuhan ekonomi di mana-mana.
Namun hal-hal itu terjadi karena warganya, bukan karena pemerintah sendiri.
Semakin ke sini sistem kesehatan pribadi tumbuh subur di India, sebabkan warga kesulitan mengakses kesehatan publik.
Warga India bangga karena telah menemukan solusi kegagalan pemerintah politik dengan menciptakan sistem swasta paralel.
Namun hal itu juga kontraproduktif, karena gagal meminta pertanggungjawaban sistem publik, membuat standarnya terus menerus turun.
Hal yang sama bisa digunakan untuk membicarakan jaringan lembaga swadaya masyarakat (LSM) India yang cepat tumbuh, yang kini menjadi bagian penting sistem ekonomi karena mereka secara teratur masuk ke cabang jasa yang seharusnya didanai pemerintah.
Kini tidak ada bedanya membedakan keduanya, yang penting adalah siapa yang memiliki suplai oksigen efisien.
Pengiriman swasta sedang diatur: contohnya pebisnis di belakang jasa kurir Delhivery telah umumkan mereka memiliki penerbangan dari China untuk membawa kompresor oksigen.
Upaya LSM-LSM mengumpulkan dana secara massal seperti Hemkunt Foundation dan Give India telah meraih angka fantastis.
Pendanaan PM CARES yang bertujuan mendanai 162 cadangan oksigen di seluruh 14 provinsi menerima bantuan 50 ribu Dollar dari atlet kriket Australia Pat Cummins.
Kini warga India mulai melihat bagaimana pemerintah beraksi.
Barometer utama mereka tentu saja aksi dari Perdana Menteri Narendra Modi, yang kini dikritik dengan tajam.
Ia kehilangan pendukungnya di seluruh India karena kegagalan pemerintahnya menangani krisis.
Dari gagal mengantisipasi gelombang kedua dan pilih lakukan kampanye pemilu di Bengala Barat, Modi tampaknya tidak hanya tuna rungu tapi juga berniat mengabaikan kasus infeksi mengerikan ini.
Tampak juga jika pemerintah India meremehkan jumlah korban jiwa yang terus bertambah, bahkan menutupi jumlah korban jiwa yang meninggal dunia.
Outlet media kini mengirimkan para jurnalis di luar krematorium untuk terus menghitung jumlah korban jiwa Covid-19 harian.
Krisis Covid-19 di India ini juga lahirkan kritik kepada persekutuan Keamanan Quadrilateral antar 4 negara yang berupaya melawan dominasi China, yang sering disebut sebagai NATO Asia.
Namun pemerintah India juga menampik kritik itu dengan Menteri Luar Negeri S Jaishankar mengatakan jika Quad lebih dari keamanan, bekerjasama sejauh ini dalam hal-hal lain dari kontraterorisme, rantai suplai, pendidikan, dan vaksin.
Namun kenyataannya, AS masih menunda mengirimkan bahan mentah untuk produksi vaksin.
Betigeri dan seluruh warga India lain berharap, India akan segera mendapatkan infrastruktur dan pemimpin lebih baik yang peduli tak hanya kepada kekuasaannya semata.
Bagi warga India, India memerlukan pergantian sistem besar-besaran.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini