Namun evaluasi menghasilkan jika doktrin TNI di tingkat operasional lapangan masih menjunjung tinggi HAM.
Hal itu juga diakui oleh Palang Merah Internasional (ICRC) yang awalnya menganggap TNI di Timor Leste serba negatif tapi pandangan berubah setelah evaluasi dilakukan oleh Kolonel Johny Lumintang.
Namun TNI mendapat fitnah yang mengatakan menyiksa tahanan yang tertangkap sampai memotong telinga tahanan dan membuangnya.
Kiki bersama pasukan TNI berupaya keras menjaga nama baik TNI dan menjauhkan kesan pelanggaran HAM dari TNI.
Selanjutnya keadaan memburuk lagi setelah Presiden Soeharto disebutkan Kiki menolak status otonomi khusus untuk Timor Leste, dan kemudian dilanjutkan oleh Presiden B.J. Habibie yang membuka pintu referendum di Timor Leste tahun 1999.
Habibie dinilai menerapkan politik "cuci tangan" dan mengambil jalan pintas berupa referendum.
Ada juga yang menilai mendiang Presiden tersebut terobsesi memperoleh citra seorang demokrat sejati di forum internasional.
Keadaan memburuk, demontrasi dan kerusuhan terjadi di seluruh wilayah Timor Leste pada 4 September 1999 dan hanya Polri saja yang ditugasi menyelesaikan masalah tersebut.
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR