Sejarah Timor Leste Diinvasi Indonesia, Alasan di Balik Keputusan Presiden Soeharto Menginvasi Timor Timur hingga Referendum 1999

Khaerunisa

Penulis

Invasi dan pendudukan oleh Indonesia selama 24 tahun menjadi bagian dari sejarah Timor Leste. Invansi itu dikenal sebagai operasi Seroja

Intisari-Online.com - Invasi dan pendudukan oleh Indonesia selama 24 tahun menjadi bagian dari sejarah Timor Leste.

Sebelum Indonesia menginvasi, yaitu pada 28 November 1975, sebenarnya Partai Fretilin telah mendeklarasikan kemerdekaan Timor Leste dari Bangsa Portugis yang menjajahnya ratusan tahun.

Sementara dua hari berikutnya, 30 November 1975, deklarasi untuk bergabung dengan Bangsa Indonesia juga dikumandangkan partai-partai lain, yaituKOTA, UDT, dan APODETI yang diwakiliXavier Lopez da Cruz. Deklarasi ini dikenal sebagai deklarasi Babilo.

Baca Juga: Bikin Geleng-geleng Kepala, Gegara Masalah Tak Bisa Diselesaikan dengan Musyawarah, Pejabat Timor Leste Pilih Baku Hantam untuk Berebut Kursi Bicara, Uskup Agung sampai Turun Tangan

Deklarasi Balibo dmaksudkan untuk memperkuat legitimasi pemerintah Indonesia menyerbu Timor Portugis dan secara de factomenggabungkannya ke dalam Republik Indonesia.

Hal itu pun menimbulkan perpecahan di antara rakyat Timor Timur yang Pro-Kemerdekaan dan Pro-Integrasi.

Namun, pada akhirnya Timor Leste jatuh ke tangan Indonesia setelah tentara Indonesia melancarkan invasinya.

Invansi Indonesia ke Timor Leste itu dikenal sebagai operasi Seroja, dimulai tanggal 7 Desember 1975.

Baca Juga: Pantas Saja Timor Leste Mati-matian Ingin Gabung ASEAN Tapi Gagal, Negara Besar Sekelas Australia Saja Juga Sangat Ingin Jadi Sekutu ASEAN Tapi Hampir Mustahil Diterima

Operasi seroja ini terjadi di era pemerintahan Presiden Soeharto.

Dalam peristiwa itu, sekitar 100.000–180.000 tentara dan warga sipil diperkirakan telah terbunuh atau mati kelaparan.

Berbulan-bulan militer Indonesia menghadapi perlawanan dari Timor Leste yang saat itu dipimpin Fretlin, sebelum akhirnya wilayah ini menjadi bagian dari negara Indonesia sebagai provinsi Timor Timur.

Lalu, apa alasan Presiden Soeharto sehingga mati-matian melancarkan invansi yang memakan ratusan ribu nyawa tersebut?

Baca Juga: Dibongkar Habis-habisan Inilah Rute Dunia yang Dibangun China Gunakan Diplomasi Jebakan Utang, Akankah China Bakal Menguasai Dunia?

Melansir BBC (7/12/2001), dijelaskan bahwa hal itu bersumber dari kekhawatiran Soeharto bahwa gerakan komunis akan merembes ke Indonesia melalui Timor.

Dokumen yang mengungkapkan tentang pembicaraan di Jakarta antara Presiden AS Gerald Ford, Menteri Luar Negeri Henry Kissinger, dan mantan Presiden Indonesia Suharto, sehari sebelum invasi ke Timor Timur ini dirilis beberapa jam sebelum peringatan hari invansi Indonesia tahun itu.

Kissinger telah menegaskan selama bertahun-tahun bahwa masalah Timor tidak pernah muncul selama pembicaraan dengan Suharto.

Tetapi detail baru dari percakapan tersebut, yang disediakan oleh Arsip Keamanan Nasional, mengungkapkan sebaliknya.

Baca Juga: Kekayaannya Saja Ungguli Kekayaan Ratu Elizabeth II, Raja Maha Vajiralongkorn Malah Dituntut Kembalikan Hampir Seluruh Asetnya ke Negara, Rupanya Lembaga Ini 'Dompet Pribadi' Raja

Soeharto memberi pengarahan kepada Ford dan Kissinger tentang rencananya untuk bekas jajahan Portugis, dan mereka menyatakan pemahaman atas proposal tersebut.

Sebelumnya, pada tahun 1975, Vietnam, Laos, dan Kamboja telah menjadi komunis.

Bukan hanya menjadi kekhawatiran Presiden Soeharto, AS juga sama- sama khawatir akan hal itu, di mana kekosongan kekuasaan politik telah terjadi di Timor Leste.

Yaitu dengan penarikan Portugal yang tergesa-gesa setelah 400 tahun pemerintahan kolonial.

Baca Juga: Padahal Divonis Mati Tubuhnya Hancur Terlindas Kereta Api, Pria Ini Malah Hadiri Pemakamannya Sendiri, Pakaian Lusuh Bak Orang Kecelakaan Ini Membuat Pelayat Makin Ketakutan

Partai-partai di Jakarta saat itu sedang membahas kekhawatiran kedua belah pihak tentang pemberontakan komunis di Malaysia dan Thailand, ketika Suharto menyinggung masalah Timor.

Peringatan bahwa kelompok sayap kiri yang kuat di Timor, Fretelin, 'terinfeksi komunisme'.

"Kami ingin Anda mengerti jika kami mengambil tindakan cepat atau drastis," kata Soeharto.

Presiden Ford pun berkata bahwa dia mengerti.

Baca Juga: Begini Rupanya Trik Pedagang Makanan Cuci Perabot Plastik yang Berminyak, Cuma Gunakan Ini Kesat Sekali Usap, Bahkan Lebih Ampuh dari Sabun!

"Kami tidak akan menekan Anda tentang masalah ini. Kami memahami masalah yang Anda miliki dan niat yang Anda miliki," katanya.

Kissinger juga menyetujui keputusan itu, tetapi dia mengatakan dia lebih suka Soeharto menunda sampai presiden kembali ke Amerika.

"Kami memahami masalah Anda dan kebutuhan untuk bergerak cepat, tetapi saya hanya mengatakan akan lebih baik jika itu dilakukan setelah kami kembali," katanya.

Katanya, dengan begitu mereka dapat mempengaruhi reaksi di Amerika.

Baca Juga: Sudah Malang Melintang di Dunia Fesyen, Model Berhijab Ini Pilih Undur Diri, Rupanya Pernah Disuruh Gunakan Ini untuk Gantikan Hijabnya, 'Saya Tidak Dihargai'

Setelah perundingan itulah, bagian Timor Leste diserang oleh tentara Indonesia pada 7 Desember 1975, kemudian dianeksasi pada tahun berikutnya.

Pada 1976, Indonesia menyatakan jika Timor Leste menjadi bagian negara Indonesia sebagai Provinsi Timor Timur.

Selama 24 tahun, pemerintahan Soeharto terus berupaya untuk melakukan pembangunan di Timur Leste.

Namun, tetap ada golongan yang tidak puas dan melakukan tindakan separatis.

Baca Juga: Terkuak Sudah Cara Raja Thailand Mencari 'Kesenangan' dengan Selir-Selirnya, Jurnalis Inggris Bocorkan Perilaku Raja Thailand Bersama Selirnya Ketika di Dalam Kamar Hotel

Selanjutnya pada tahun 1999, akhirnya terjadi referendum Timor Timur setelah perlawanan terus dilakukan rakyat Timor Leste pro-kemerdekaan.

Melalui referendum tersebut, Timor Leste memilih untuk merdeka, setelah 24 tahun menjadi bagian Indonesia dengan diwarnai perang gerilya.

Pada saat itu, pemilih yang berpartisipasi mencapai 90 persen, sehingga penentuan pendapat tidak perlu diperpanjang.

Mengutip Kompas.com, akhirnya pada Sabtu (4/9/1999), PBB mengumumkan hasil penentuan pendapat (jajak pendapat).

Sekjen PBB Kofi Annan di New York mengumumkannya pada pukul 08.00 WIB.

Baca Juga: Perbandingan Kekuatan Militer China dan Taiwan Mungkin Jomplang, Tapi Ini Potensi Menguntungkan yang Dimiliki Taiwan Jika China Lakukan Invasi ke Wilayahnya

Hasilnya dari sekitar 450.000 pemilih, 78,5 persen (344.580) warga Timor Timur memilih untuk menolak otonomi, dan sekitar 21 persen (94.388) memilih otonomi, sedangkan 7.985 suara (1,8 persen) dinyatakan tidak sah.

Menurut Kofi Annan, hasil itu menunjukkan bahwa penduduk Timtim menginginkan kemerdekaan.

Pada saat bersamaan, pengumuman itu juga dibacakan Ketua Unamet Ian Martin, di Dili, yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia, Portugal, dan Tetum.

Dalam pidatonya Annan meminta semua pihak menghentikan segala tindakan kekerasan yang selama 24 tahun mengakibatkan penderitaan di Timtim.

Baca Juga: Selesai Tangkap Edhy Prabowo, KPK Tangkap Wali Kota Cimahi, Disebut-sebut Pernah Minta 3 Miliar Lebih untuk Urus Izin Pembangunan Rumah Sakit, Nama Ini pun Muncul

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait