Terdaftar BPJS, Pasien Covid-19 Disebutkan Diminta Bayar Obat Sebanyak 229 Juta Rupiah, Bagaimana Sebenarnya Aturan Kemenkes Mengenai Ini?

Maymunah Nasution

Editor

Ilustrasi - Bangsal pasian gangguan jiwa digunakan untuk merawat pasien Covid-19. Karena tidak ada lagi tempat di rumah sakit.
Ilustrasi - Bangsal pasian gangguan jiwa digunakan untuk merawat pasien Covid-19. Karena tidak ada lagi tempat di rumah sakit.

Intisari-online.com -Biaya perawatan Covid-19 memang terbilang tidak sedikit.

Asuransi kesehatan pemerintah, BPJS Kesehatan juga berusaha untuk mengimbangi biaya pengobatannya.

Namun beberapa waktu lalu LaporCovid-19 telah menerima beberapa laporan keluarga pasien Covid-19 yang harus membayar sendiri sebagian obat-obatan lantaran tidak dijamin BPJS.

Beberapa obat tersebut di antaranya yakni actempra, gammaraas, atau IVIG, yang harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Baca Juga: Pernah Rasakan Kehilangan Penciuman Akibat Paparan Covid-19? Begini Cara Mudah Pulihkannya!

Ada juga laporan warga yang harus membeli dan atau menyewa ventilator untuk keluarga yang tengah menjalani pemeriksaan.

Menurut laporan yang diterima LaporCovid-19 pada 10 Januari 2021, terdapat sebuah keluarga yang harus berkeliling untuk mencari ventilator, karena pihak RS swasta di Jakarta Pusat kehabisan ventilator.

Pasien adalah seorang laki-laki yang dirawat karena Covid-19. Setelah mencari, akhirnya ditemukan persewaan ventilator seharga Rp 30 juta per bulan.

Selain itu keluarga tersebut juga diminta membeli obat gammaraas dan privigen seharga Rp 229 juta.

Baca Juga: Situasi Makin Darurat, Malaysia Sampai Hati Berencana Korbankan Ekonomi Utamanya demi Hentikan Penyebaran Covid-19, Separah Apa Situasi di Malaysia?

Kisah lainnya, terdapat pasien Covid-19 yang disebutkan masuk ke IGD isolasi sebuah rumah sakit, lalu diberikan tindakan pemasangan ventilator, karena kondisi pasien sudah buruk.

Pihak rumah sakit tersebut lantas menyarankan untuk diberikan obat suntik seharga Rp 47,5 juta untuk sehari penyuntikan.

Obat itu diberikan selama 5 hari.

Diketahui, LaporCovid-19 merupakan sebuah wadah laporan warga (citizen reporting) yang digunakan sebagai tempat berbagi informasi mengenai angka kejadian terkait Covid-19 yang selama ini luput dari jangkauan pemerintah.

Baca Juga: ‘Kita Semua Bisa Melanjutkan Hidup’ Kisah Pilot dan Pramugari yang Banting Setir Akibat Pandemi Virus Covid-19

Lantas apakah pasien Covid-19 ditanggung pemerintah?

Sesuai permenkes, RS yang memberikan pelayanan Covid-19 ditanggung pemerintah.

Melansir laman Kementerian Kesehatan, 19 Januari 2021, Menteri Kesehatan RI telah menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) RI nomor HK.01/07/MENKES/446/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Keputusan Menteri Kesehatan tersebut merupakan penyempurnaan dari KMK sebelumnya nomor HK.01/07/MENKES/238/2020.

Baca Juga: Buktikan Keinginan Bikin Vaksin Covid-19 Bukan Omong Kosong, Korea Utara Dilaporkan Sudah Uji Vaksin Buatannya Sendiri, Tapi Dibuat dengan Data Curian

Disebutkan bahwa pembiayaan pasien yang dirawat dengan Penyakit Infeksi Emerging (PIE) Tertentu termasuk infeksi Covid-19 dapat diklaim ke Kementerian Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan.

Klaim pembiayaan ini berlaku bagi pasien yang dirawat di rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan Penyakit Infeksi Emerging Tertentu.

Adapun kriteria pasien yang dapat mengklaim biaya pelayanannya adalah:

Pasien rawat jalan

Baca Juga: Covid Hari Ini 26 Januari 2021: Kasus di Seluruh Dunia Tembus 100 Juta, di Indonesia Nyaris 1 Juta Pasien Positif, hingga Efektivitas Vaksin Moderna

1. Pasien suspek dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta.

Untuk mengklaim, pasien dapat melampirkan bukti pemeriksaan laboratorium darah rutin dan x-ray foto thorax.

Bukti x-ray foto thorax dikecualikan bagi ibu hamil dan pasien dengan kondisi medis tertentu yaitu kondisi tidak dapat dilakukan pemeriksaan x-ray foto thorax seperti pasien gangguan jiwa, gaduh gelisah, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari DPJP.

2. Pasien konfirmasi Covid-19 dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta

Baca Juga: Jadi Misteri Sejak Pasien Nol Covid-19 Dikabarkan Hilang Tahun Lalu, Menlu AS: Padahal Informasi Itu Dipakai oleh Para Peneliti

Caranya dengan melampirkan bukti hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR dari rumah sakit atau dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Pasien rawat inap

Kriteria pasien rawat inap adalah sebagai berikut:

1. Pasien suspek dengan usia lebih dari sama dengan 60 tahun dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta, pasien usia kurang dari 60 (enam puluh) tahun dengan komorbid/penyakit penyerta, dan pasien ISPA berat/peneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

Baca Juga: Muak dengan Virus Corona, Penduduk Negara dengan Kriminalitas Rendah Ini Sampai Berbuat Anarkis, Lakukan Pelemparan Hingga Bakar Laboratorium Covid-19

2. Pasien probable

3. Pasien konfirmasi

Terdiri atas pasien konfirmasi tanpa gejala; pasien konfirmasi tanpa gejala dengan komorbid/penyakit penyerta; pasien konfirmasi dengan gejala ringan, sedang, berat/kritis; dan pasien suspek/probable/konfirmasi dengan co-insidens.

Bagi pasien konfirmasi tanpa gejala adalah yang tidak memiliki fasilitas untuk isolasi mandiri di tempat tinggal atau fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.

Baca Juga: Selain Peradangan dan Demam, Sakit Kepala Bisa Jadi Salah Satu Gejala Covid-19, Begini 5 Cara Mengetahuinya agar Tidak Tertukar dengan Gejala Penyakit Lain

Ini dibuktikan dengan surat keterangan dari kepala Pukesmas.

Untuk pasien rawat inap WNI diharapkan menunjukkan identitas pasien dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga, atau surat keterangan dari kelurahan.

Bagi orang terlantar menggunakan surat keterangan dari dinas sosial.

Apabila semua identitas tersebut tidak dapat ditunjukan, maka bukti identitas dapat menggunakan surat keterangan data pasien yang ditandatangani oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan diberi stempel dinas kesehatan kabupaten/kota.

Baca Juga: Tepat Seminggu Setelah Divaksin Sinovac, Bupati Sleman Ini Malah Positif Covid-19, Ternyata Begini Cara Kerja Vaksin Sinovac yang Sebabkan Kemungkinan Masih Terinfeksi

Surat keterangan data pasien dari dinas kesehatan kabupaten/kota diajukan oleh rumah sakit kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

Apabila semua identitas tidak dapat ditunjukan, maka bukti identitas dapat menggunakan Surat Keterangan/Surat Jaminan Pelayanan (SJP) dari pimpinan rumah sakit.

Rumah sakit yang dapat melakukan klaim biaya penanganan Covid-19 adalah rumah sakit rujukan penanggulangan penyakit infeksi emerging tertentu, dan rumah sakit lain yang memiliki fasilitas untuk melakukan penatalaksanaan dan pelayanan kesehatan rujukan pasien (Covid-19) termasuk rumah sakit lapangan/rumah sakit darurat.

Pelayanan yang dapat dibiayai dalam penanganan pasien Covid-19 antara lain:

Baca Juga: Rumah Sakit Rujukan Semakin Penuh, Jalani Isolasi Mandiri di Rumah, Pasien Covid-19 Disarankan oleh Dokter Konsumsi Vitamin Berikut Ini, Catat! Bisa Juga untuk Berjaga-jaga Agar Tidak Terinfeksi!

1. administrasi pelayanan 2. akomodasi (kamar dan pelayanan di ruang gawat darurat, ruang rawat inap, ruang perawatan intensif, dan ruang isolasi) 3. jasa dokter 4. tindakan di ruangan 5. pemakaian ventilator 6. pemeriksaan penunjang 7. diagnostik (laboratorium dan radiologi sesuai dengan indikasi medis) 8. bahan medis habis pakai 9. obat-obatan 10. alat kesehatan termasuk penggunaan APD di ruangan 11. ambulans rujukan 12. pemulasaraan jenazah 13. pelayanan kesehatan lain sesuai indikasi medis.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait