Sejarah Gunung Rinjani tak bisa dilepaskan dari Gunung Samalas yang juga dikenal sebagai Rinjani Purba. Juga sosok Dewi Anjani yang dipercaya melindunginya.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, baru saja "memakan" korban. Seorang pendaki asal Brasil bernama Juliana Marins meninggal dunia setelah terjatuh di jurang yang mengarah ke Danau Segara Anak.
Sejak dibuka kembali pada April 2025 lalu, setikaknya sudah ada empat kali kecelakaan di jalur pendakian Gunung Rinjani. Dua di antaranya berakhir dengan meninggal dunia, pertama pendaki dari Malaysia kedua dari Brasil.
Gunung Rinjani adalah salah satu destinasi utama pendakian, terutama bagi mereka yang tergila-gila dengan panorama alam. Tapi harap diingat, di balik keindahannya, Gunung Rinjani tetap menyimpan bahaya terutama mereka yang kurang waspada.
Gunung Rinjani yang memiliki ketinggian hingga 3726 meter di atas permukaan laut adalah bagian dari Taman Nasional Gunung Rinjani. Mengutip Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, morfologi utama Gunung Rinjani adalah morfologi kaldera dan kerucut gunungapi. Sebagaimana dikutip dari RRI, morfologi kaldera Rinjani berbentuk elip dengan kemiringan lereng 60-80 derajat dengan batuan dasar berupa lava dan jatuhan piroklastik.
Secara geologis, Gunung Rinjani terbentuk akibat zona subduksi lempeng tektonik di mana lempeng Indo-Australia menyusup ke bawah lempeng Eurasi. Proses ini kemudian memicu terjadinya aktivitas vulkanik dan membentuk rangkaian pegunungan. Kaldera Rinjani yang berbentuk elips adalah hasil dari letusan besar di masa lalu, letusan Gunung Samalas (Rinjani Tua) pada 1257 yang jejak letusannya bisa dilacak hingga Kutub Utara dan Selatan.
Harap dicatat, Gunung Rinjani tidak sama dengan Gunung Samalas yang juga dikenal sebagai Rinjani Tua. Gunung Rinjani yang kita kenal sekarang adalah salah satu kerucut yang berada di kaldera Rinjani yang di dasarnya terhampar Danau Segara Anak.
Catatan letusan Gunung Rinjani sendiri bisa dilacak sejak 1847 dan terakhir pada 2009 lalu. Dalam rentang itu, setidaknya sudah 11 kali Gunung Rinjani meletus, yang umumnya menghasilkan lava dan jatuhan piroklastik.
"Bukti bahwa letusan itu terjadi beberapa kali terlihat dari bentuk kaldera Danau Segara Anak yang lonjong dengan ukuran sisi-sisi terpanjang 4.800 m x 3.500 m. Kaldera yang terbentuk oleh satu kali letusan dahsyat cenderung bulat simetris," tulis Kompas.ID.
Legenda Dewi Anjani
Gunung Rinjani tak bisa dilepaskan dari mitos Rara Anjani atau Dewi Anjani yang disebut sebagai penunggu gunung tersebut. Mengutip Tirto.ID, nama Rinjani berasal dari nama Rara Anjani yang kemudian berubah menjadi Renjani lalu Rinjani.
Mengutip Ditsmp.kemendikdasmen.go.id, menurut legenda setempat, Dewi Anjani adalah seorang putri cantik dari kerajaan yang terletak di sekitar Gunung Rinjani. Dia dikenal sebagai sosok yang sangat menyayangi alam.
Masih dari sumnber yang sama, suatu hari, Dewi Anjani pergi bertapa di puncak gunung. Di sana dia merasa sangat dekat dengan alam dan kemudian memilih menjadi bagian dari gunung tersebut.
Menurut versi lain, ada seorang raja yang memohon kepada para dewa untuk melindungi rakyatnya dari bencana alam. Dewa pun mengabulkan doa itu dalam wujud Gunung Rinjani sebagai benteng alami yang melindungi rakyat di sekitarnya dari marabahaya.
Untuk menghormati Gunung Rinjani, masyarakat Sasak melakukan upacaya yang dikenal sebagai Mulang Pekelem. Upacara ini adalah untuk menghormati roh-roh leluhur yang bersemayam di Gunung Rinjani dan untuk menjaga supaya alam raya tetap harmonis.
Ada juga tradisi Ngayu-Ayu, sebuah upacara adat yang dilakukan sebelum mendaki Gunung Rinjani. Upacara ini dilakukan untuk meminta izin dan restu kepada roh penjaga gunung supaya perjalanan mendaki gunung berjalan lancar dan aman.
Capai ketinggian 5000 mdlp
Gunung Rinjani yang sekarang bagaimanapun juhs adalah bagian dari Gunung Samalas yang dikenal sebagai Rinjani Purba. Menurut peneliti di Museum Geologi Bandung Heryadi Rachmad, sebagaimana dikutip dari Kompas.ID, letusan Rinja Purba sudah terjadi sejak 14 ribu tahun yang lalu. Dia menyimpulkan begitu setelah mengukur umur arang Korleko pada 2002.
Sementara vulkanolog di Direktorat Geologi Bandung Kama Kusumadinata, masih menurut Kompas.ID, memperkirakan Rinjani Purba semula tumbuh hingga 5.000 mdpl. karena beberapa letusan, terutama yang terdahsyat pada 1257, gunung ini "tinggal" menyisakan kaldera dengan puncak tertingginya yaitu 3.726 mdpl yang kita kenal sebagai Gunung Rinjani sekarang.
Kaldera itu di bagian dasarnya menciptakan Danau Segara Anak yang indah betul pemandangannya. Tak hanya, aktivitas vulkanik yang masih aktif kemudian melahirkan Gunung Api Barujari yang kini ketinggiannya sudah mencapai 2.376 mdpl, sekitar 300 meter lebih tinggi dari Danau Segara Anak.
"Letusa cukup besar dan menghasilkan aliran lava terjadi pada 1944, 1966, serta 1994. Letusan ini berasal dari Gunung Rombongan dan Gunung Barujari. Volume lava yang dikeluarkan masing-masing berkisar 6 juta meter kubik hingga 73 juta meter kubik," tulis Kompas.ID.
Dahsyatnya letusan Gunung Samalas pada 1257 diperkirakan mencapai skala 7 dalam Volcanic Explisivity Index. Ini adalah skalan numerik untuk mengukur ukuran relatif ledakan dari letusan gunung berapi dan sejarah letusan. Indeks ini memiliki skala 1-8, semakin tinggi skala artinya semakin besar letusan.
Dengan skala sebesar itu, letusan Gunung Samalas menjadi salah satu letusan gunung berapi terbesar pada masa Holosen (periode geologi yang dimulai dari sekitar 11.700 tahun yang lalu hingga sekarang, dimulai sejak berakhir zaman es terakhir atau Pleistosen).
Letusan Samalas 1257 menghasilkan kolom erupsi setinggi puluhan kilometer ke atmosfer juga aliran piroklastik. Hampir seluruh Pulau Lombok terkubur. Letusan ini total jenderal menghasilkan atau memuntahkan material abu dan bebatuan mencapai lebih dari 10 km kubik.
Letusan Samalas 1257 juga mengubah kondisi bumi. Semburan aerosol yang dihasilkan memenuhi udara dan mengurangi radiasi matahari. Lalu terjadilah pendinginan lapisan atmosfer selama beberapa tahun hingga menyebabkan kegagalan panen dan kelaparan di Eropa dan di belahan bumi lainnya.
Ada juga yang menyebut bahwa letusan Samalas 1257 memicu terjadinya Zaman Es Kecil yang berlangsung selama berabad-abad.
Lalu kapan persisnya Gunung Samalas meletus? Menurut penelitian Celine-Marie Vidal, dkk., dalam "Dynamics of the major plinian eruption of Samalas in 1257 A.D. (Lombok, Indonesia)" letusan Samalas kemungkinan terjadi pada rentang dua tau tiga bulan sejak September 1257. Letusan ini diawali dengan erupsi freatik yang memuntahkan abu setebal 3 sentimeter yang menjangkau kawasan seluas 400 kilometer persegi di barat laut Pulau Lombok.
Setelah itu terjadilah erupsi magmatik yang membawa serpihan litik batu apung dengan ketebalan mencapai 8 sentimeter melawan arah angin. Erupsi ini disebut menghujani wilayah Lombok Timur serta Bali. Letusan ini kemudian diikuti dengan aliran piroklastik yang menjangkau lembah-lembah di lereng sebalah barat Samalas bahkan ada yang menyeberangi Laut Bali.
Letusan Samalas pada 1257 menyebabkan bencana global. Tak hanya dirasakan di dalam negeri (Indonesia sekarang), tapi juga luar negeri. Letusan Samalas disebut telah mengubur Kota Pamatan yang disebut sebagai pusat sebuah kerajaan yang ada di Lombok. Tak hanya di Lombok, Bali juga merasakan dahsyatnya letusan Samalas. Banyak rakyat yang menjadi korban sehingga memudahkan Singasari dari Jawa menaklukkannya pada 1284.
Letusan Samalas juga disebut sampai Eropa. Laporan dari Prancis dan Inggris disebut mencatat sebuah kondisi alam yang tak kunjung hilang dalam waktu yang cukup lama. Sebuah catatan Abad Pertengahan menyebut Eropa yang seharusnya memasuki Musim Panas justru suhunya dingin dan berhujan sehingga menyebabkan banjir dan gagal panen.
Rusia tahun 1259 yang seharusnya Musim Panas justru membeku, pun dengan di Eropa Timur dan Eropa Tengah. Badai, suhu dingin, dan cuaca buruk terjadi sepanjang 1258 hingga 1259. Di Eropa juga terjadi curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya sehingga menyebabkan suhu dingin, mendung yang berkepanjangan, gagal panen, sehingga menyebabkan kelaparan yang disertai dengan wabah penyakit. Begitulah dahsyatnya Letusan Samalas 1257.