Pamatan, laiknya Pompeii, adalah kota legendaris yang hilang karena letusan gunung berapi, Gunung Samalas (Rinjani Tua). Babad Lombok menjelaskannya.
--
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Jika di Italia ada Pompeei, di Indonesia punya Pamatan. Jika Kota Pompeei hilang karena letusan Gunung Vesuvius pada 79 (abad 1) Masehi, Pamatan hilang karena letusan Gunung Samalas pada 1257 (abad 13) Masehi.
Inilah riwayat Pamatan, Pompeei van Lombok.
Dikutip dari Intisari Online, meletuskan Gunung Samalasa pada abad ke-13 menyebabkan hilang dan hancurnya Pamatan yang disebut sebagai ibu kota sebuah kerajaan di Lombok. Pada 2018 lalu, sebagaimana dilansir Kompas.ID, tim Badan Geologi Bandung dan Balai Arkeologi Bali mulai menguak keberadaan dan lokasi Desa Pamatan yang terkuburu akibat letusan dahsyat Gunung Samalas.
Desa itu disebut berlokasi di Dusun Tanak Bengan, Desa Tanak Beak, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Di situ tim peneliti menemukan serakan pecahan kendi, keramik, dan fragmen gigi binatang. "Dengan sebaran tembikar yang luar biasa di daerah itu, indikasi pemukiman jelas,” Lutfi Yondri, Arkeolog Balai Arkeologi Jawa Barat, pada 7 Juni 2018 lalu.
Sementar aitu, di dusun Ranjok, peneliti menemukan antara lain pecahan keramik dan subfossil gigi. Yang menarik perhatian mereka adalah Dusun Tanak Bengan yang mereka sebut sebagai lokasi terkuburnya letusan Samalas yang berada di hamparan tanah sekitar dua hektar. Tempat itu saat ini menjadi lokasi penambangan tanah urug.
Di tempat itu peneliti menemukan singkapan piroklastik setinggi lebih dari 10 meter yang mereka sebut sebagai penunjuk urutan peristiwa letusan Samalas dari awal hingga akhir. Di bawah singkapan piroklastik peneliti menemukan lapisan budaya masa lalu yang ditandai dengan banyaknya sebaran tembikar, keramik, fragmen tulang binatang, juga fragmen logam yang diduga berkaitan dengan nama Pamatan di masa lalu.
Peneliti juga menemukan fragmen gigi kerbau di Dusun Tanak Bengan yang disebut sebagai lokasi Pamatan yang hilang akibat letusan Gunung Samalas.
Mereka juga menemukan pecahan kramik yang berasal dari abad 9-10, lalu Batu Gandik tanpa Batu Pipisan sebagai ‘pasangan’nya. Juga ada alat rumah tangga yang dipakai untuk menghaluskan bumbu masak dan bahan masakan lainnya itu masih tertanam di dalam tanah di lokasi itu.
Menurut Ketua Tim Balai Arkeologi Bali I Gusti Made Suarbhawa, temuan-temuan itu mengindikasikan adanya peradaban cukup maju seperti pecahan keramik zaman Dinasti Tang (abad 10), juga kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sebelum Samalas meletus, memiliki hubungan komunikasi dengan dunia luar.
Tidak banyak sumber terkait Pamatan dan letusan Samalas 1257. Dari sedikit itu, kita bisa menemukannya di Babad Lombok. Di situ ditulis bahwa Pamatan didirikan di kaki Samalas setelah kota sebelumnya -- yang jauh lebih legendaris -- ditinggalkan penduduknya. Pamatan disinyalir berada di sisi timur Kota Lombok sekarang. Ada yang menyebut bahwa Samalas berada di sisi timur Pulua Lombok, tepatnya di Sembalun dan Aikmel sekarang.
Masih menurut Babad Lombok, kota itu berpenduduk sekitar 10 ribu penduduk dan mempunyai tembok tua, balai kota, pemukiman, dan jalan raya. Penduduknya makmur dari pertanian, perikanan, dan perdagangan. Pamatan disebut menjadi ibu kota salah satu kerajaan yang ada di Lombok -- ketika itu di Lombok ada banyak kerajaan dan Pamatan yang adalah yang paling penting.
Saat Samalas meletus pada 1257, Pamatan beserta isinya hancur terbawa aliran lahar.Babad Lombok menyatakan bahwa ada banyak korban, tetapi penduduk lainnya, termasuk sebagian keluarga kerajaan, melarikan diri dan pindah ke desa-desa dan kota-kota yang selamat dari letusan.
Para penduduk berlindung di bukit-bukit yang terhindari dari aliran lahar. Ada juga yang melarikan diri dengan perahu. Konon,raja dan kerabatnya selamat dari letusan, tetapi kota itu menghilang dari sejarah untuk selamanya. Benar-benar Pompeii dari Timur atau Pompeei dari Lombok. Meski begitu, hanya ada sedikit sekali bukti arkeologis yang bisa menguatkan narasi tentang keberadaan kota legendaris itu.