Advertorial
Intisari-Online.com - Indonesia baru saja berduka terkait berita adanya kecelakaan pesawat terbang Sriwijaya Air yang jatuh di sekitar Kepulauan Seribu.
Pesawat ini hilang kontak setelah 4 menit terbang dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta tujuan Pontianak, Kalimantan.
Hasil pencarian tim penyelam Kopaska TNI AL, Mayor Laut Edi Tirtayasa mengatakan bahwa pesawat Sriwijaya Air SJ 182 ditemukan dengan kondisi hancur berkeping-keping di tempat penyelaman sekitar Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta.
Adapun bagian pesawat yang ditemukan antara lain berupa pecahan ban pesawat, pelampung penumpang, bagian kelistrikan pesawat, bagian badan pesawat warna biru merah, moncong pesawat, dan bagian pesawat lainnya.
Perlu diketahui bahwa erubahan ketinggian sebelum kehilangan kontak juga bisa berakibat fatal.
Hal ini karena gaya gravitasi mempengaruhi tubuh manusia.
"Ini sepertinya kasus khas G-LOC, atau kehilangan kesadaran karena percepatan objek terkait gravitasi bumi," kata dr. Swee Weng Fan, mantan ahli bedah penerbangan dan direktur pelaksana pelatihan saat ini di NASTAR (National Aerospace Training and Research Center), mengatakan kepada Live Science.
G-LOC adalah "salah satu bahaya yang harus ditangani dan diwaspadai dengan baik oleh pilot yang menerbangkan pesawat berperforma tinggi," kata Fan.
Dalam fisika, G-force digunakan untuk menggambarkan percepatan suatu benda relatif terhadap gravitasi bumi.
Dengan asumsi Anda sedang duduk di depan meja atau berdiri di atas tanah yang kokoh sekarang, Anda berada dalam posisi 1 G.
Angka ini merupakan jumlah standar yang bisa diadaptasi dengan normal oleh manusia.
Namun, ketika sebuah pesawat berbelok dengan cepat, mendekati 90 derajat, maka akan menciptakan percepatan radial yang dapat menghasilkan lebih dari 6 G.
Itu artinya tarikan sekuat enam kali gaya gravitasi Bumi.
Karena manusia beradaptasi untuk bertahan hidup dalam lingkungan 1 G, peningkatan atau penurunan G-force yang cepat dapat memiliki efek secara langsung.
Ini disebabkan perubahan peredaran tanah ke seluruh tubuh Anda.
"Dalam lingkungan 1 G, jantung menghasilkan tekanan darah yang cukup untuk mengirimkan darah ke atas jantung dan ke organ di atas dada (seperti otak dan mata)," kata Fan.
"Tetapi dalam lingkungan G yang mendadak bertambah, gaya percepatannya cukup kuat untuk memaksa darah menuruni kaki."
"Sehingga membuatnya sulit atau hampir tidak mungkin untuk mengalir kembali ke jantung untuk sirkulasi ulang."
"Selain itu, sekarang jantung harus melawan kekuatan untuk mendorong darah ke otak dengan tekanan yang jauh lebih tinggi," kata Fan.
"Dan tidak ada darah di otak berarti tidak ada oksigen di otak."
Sel-sel otak Anda menyimpan cadangan oksigen kecil yang dapat membuatnya berfungsi selama sekitar 4 detik, kata Fan.
Setelah cadangan itu habis, otak akan "mati", menyebabkan Anda kehilangan kesadaran.
"Ini seperti tidur," kata Fan.
"Beberapa orang melaporkan mengalami mimpi yang jelas atau mimpi buruk setelah bangun tidur."
"Dapat diikuti oleh kejang dan gerakan otot yang tidak terkontrol."
"Secara keseluruhan, ini bisa memakan waktu mungkin 20 - 30 detik, meskipun bisa sangat bervariasi."
Pada orang dewasa yang tidak terlatih, sedikitnya 3 G sudah cukup untuk menghilangkan oksigen dari otak, kata Fan.
Untuk alasan ini, semua pilot militer dan akrobatik berlatih dalam Anti-G Straining Maneuver (AGSM), yang mencakup berbagai teknik pernapasan dan pengencangan otot untuk meminimalkan aliran darah ke bawah dan menjaga agar otak tetap teroksigenasi.
Di bawah gaya 8 G, bahkan 15 detik AGSM bisa sangat sulit dipertahankan, kata Fan.
Pilot harus menjaga kebugaran fisik dan memiliki cukup asupan nutrisi untuk tetap waspada berada di kondisi dengan G tinggi.
Perangkat pelindung seperti Anti-G Suits, yang mengembang secara otomatis untuk membatasi aliran darah ke kaki, juga dapat membantu.
Untungnya, kata Fan, sel-sel otak tangguh, dan akan membutuhkan sekitar 4 hingga 6 menit kekurangan oksigen hingga sel mana pun mati sepenuhnya.
(*)