Penulis
Intisari-online.com -Indonesia masih berduka atas kecelakaan pesawat terbang di bawah maskapai penerbangan Sriwijaya Air.
Pesawat Boeing 737-500 yang sudah berusia 26 tahun itu hilang kontak setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta Sabtu lalu.
Kemudian diketahui dari Flightradar24, pesawat terjun dari ketinggian 10.000 kaki hingga hanya berada di ketinggan 200 kaki saja.
Pengusutan dan misi penyelamatan menemukan bukti yang mendukung jatuhnya pesawat tersebut.
Hal ini menjadi pukulan bagi bisnis penerbangan di Indonesia.
Bisnis penerbangan adalah salah satu bisnis yang terdampak dengan pandemi Covid-19.
Beberapa tahun terakhir, Sriwijaya Air juga harus mencari bengkel perawatan baru untuk pesawat mereka.
Sriwijaya Air diketahui biasanya merawat pesawat di Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia.
Namun diketahui perusahaan tersebut tidak lagi merawat maskapai mereka di fasilitas perawatan pesawat terbaik di Indonesia tersebut.
Hal ini karena Sriwijaya Air Group bertikai dengan Garuda Indonesia Group, lantaran pihak Garuda Indonesia menilai Sriwijaya Air melakukan wanprestasi.
Wanprestasi dinilai karena Sriwijaya Air Group tidak menepati perjanjian kerja sama bisnis.
Mengutip Kompas.com, Sriwijaya Air diketahui memiliki utang sebesar Rp 810 miliar ke GMF AeroAsia.
Baca Juga: Ada yang Pecahkan Rekor! Simak 20 Maskapai Teraman di Dunia Berikut Ini
Kemudian karena tidak segera dilunasi, GMF AeroAsia sempat menarik mesin pesawat CFM yang disewa Sriwijaya Air dan juga menghentikan layanan perawatan untuk armada maskapai tersebut.
Hal itu menyebabkan dari total 30 pesawat milik Sriwijaya Air hanya 12 armada yang beroperasi.
18 lainnya harus alami grounded.
Kemudian di tahun 2020 kemarin, manajemen Sriwijaya Air Group menjalin kerjasama dengan sejumlah bengkel perawatan pesawat.
Hal itu dilakukan setelah putus kontrak dengan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Tercatat ada 6 bengkel perawatan pesawat yang bekerjasama dengan Sriwijaya Air, antara lain Merpati Maintenance Facility (MMF) di Surabaya, FL Technics di Cengkareng, dan Asia Aero Technology di Malaysia.
Kemudian ada juga MRO milik AirAsia di Taiwan, ST Aerospace di Singapura, Mulia Sejahtera Teknologi di Bandung.
Sedangkan untuk perawatan rutin, Sriwijaya Air mengerahkan SDM yang ada di internal manajemen.
Enam bengkel pesawat tersebut membantu Sriwijaya Air mengaktifkan pesawat-pesawatnya yang sebelumnya teronggok di bengkel.
Pasalnya pasca-putus dengan Garuda Indonesia, tidak hanya mengalami kerugian grounded, Sriwijaya Air juga mengalami penurunan jumlah operasi mencapai lebih dari 50 persen.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini