Penulis
Intisari-online.com -Militer Indonesia kembali disibukkan dengan meningkatnya aktivitas di Laut Natuna Utara.
Aktivitas yang meningkat ini disebabkan karena kapal penangkap ikan China dan Vietnam terus-terusan memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Indonesia cukup kebingungan mengatasi permasalahan ini, karena hubungan Indonesia dan China terbilang cukup baik sehingga Indonesia tidak ingin melukai hubungan bilateral yang sedang tumbuh.
Akhirnya, dibuatlah Bakamla, atau Badan Keamanan Laut Republik Indonesia, badan yang bertugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan di perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.
Mengutip Wikipedia, Bakamla adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Bakamla mengakhiri 2020 dengan mempersenjatai kapal mereka dengan senapan mesin di tengah gangguan oleh kapal penangkap ikan Vietnam dan China yang terus-terusan berupaya masuk ke Laut Natuna Utara.
Tindakan mempersenjatai pasukan Bakamla ini dilihat sebagai aksi mulus Indonesia menghadapi gangguan China tanpa memutus hubungan bilateral yang makin bersahabat.
Analis juga mengatakan tindakan ini mengurangi penyebab kemarahan warga lokal atas tindakan China.
Selama 10 tahun terakhir, China telah muncul menjadi mitra perdagangan terbesar Indonesia, dengan nilai perdagangan tahun 2019 itu mencapai 79,4 miliar Dolar AS.
Angka itu meningkat 10 kali lipat dibandingkan 19 tahun sebelumnya di tahun 2000.
Indonesia juga menggantungkan China untuk vaksin Covid-19, dengan total 1,2 juta dosis Sinovac telah masuk Indonesia pada 6 Desember lalu.
Keputusan itu juga datang di tengah ketegangan Laut China Selatan yang diklaim China dan negara lain.
Indonesia sebenarnya bersikap netral atas Laut China Selatan, tapi Beijing mengklaim hak sejarah ke wilayah yang sampai ke Pulau Natuna.
September 2020, kapal coastguard China menghabiskan dua hari di ZEE Indonesia, menyebabkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengamuk kepada Beijing.
Sementara itu, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto Juni lalu mengotorisasi Bakamla untuk mendapatkan senjata, dan kapal-kapalnya dilengkapi dengan Sistem Stabilisasi Senjata Angkatan Laut yang dikendalikan dari jarak jauh, seperti diucapkan juru bicara Bakamla Kolonel Wisnu Pramandita.
"Izin diberikan karena kami merupakan badan penegak hukum yang harus menghadapi risiko berhadapan dengan pelanggar hukum dengan kemungkinan bersenjata," ujar Wisnu dikutip dari South China Morning Post.
Ia tambahkan juga senjata di Bakamla digunakan untuk pertahanan diri.
Selanjutnya ia mengatakan Bakamla adalah badan penegak hukum profesional yang tidak akan 'menahan kapal yang suka nyelonong' atau gunakan pasukan jika memang tidak perlu.
Joko Susanto, pengajar Geopolitik Maritim dan Strategi Angkatan Laut di Universitas Airlangga Surabaya mengatakan telah ada "banyak telepon dari parlemen dan publik" untuk memperkuat Bakamla.
"Karena di Indonesia, isu China dapat dengan mudah memicu oposisi dan parlemen."
Susanto mengatakan dengan memperluas kapasitas Bakamla akan membantu meredakan siituasi dan menumbuhkan kelompok anti-China di masyarakat.
Agus Widjoyo, pensiunan jenderal bintang tiga dan gubernur Lembaga Ketahanan Nasional yang merupakan lembaga penelitian pemerintah, mengatakan walaupun China mengklaim perairan di Indonesia sebagai tempat penangkapan ikan tradisional, 'sikap mendorong kebahagiaan' di perairan tidak akan berguna untuk kedua belah pihak dan justru akan sebabkan salah paham.
Ia mengatakan bahwa "diplomasi untuk temukan denominator yang sama akan menjadi pendekatan paling dihitung" dalam menenangkan ketegangan atas hak teritori.
Zachary Abuza, profesor Studi Asia Tenggara di National War College di Washington mengatakan ia tidak melihat persenjataan Bakamla sebagai tindakan yang mempersulit posisi Jakarta kepada China.
Ia justru melihat hal itu sebagai tindakan pencegahan mencegah peningkatan ketegangan.
"Kurasa mereka berharap dengan mempersenjatai kapal Bakamla mereka bisa menghentikan kapal asing masuk perairan Indonesia dan mencegah krisis besar meningkat.
"Contohnya adalah pada Maret 2016 saat kapal coast guard China memasuki perairan Indonesia dan menyelamatkan kapal dan awak kapal nelayan China yang disita," ujar Abuza.
Selama insiden 2016, pejabat maritim Indonesia menahan sebuah kapal nelayan Tiongkok di dalam zona ekonomi eksklusif 200 mil di Indonesia di lepas pantai Kepulauan Natuna.
Ketika kapal sedang diderek ke pangkalan angkatan laut Indonesia di dekatnya, sebuah kapal penjaga pantai Cina menabrak kapal nelayan dalam upaya untuk memaksa otoritas Indonesia untuk melepaskannya.
Abuza mengatakan "pemerintah Indonesia, yang secara ekonomi bergantung kepada China, takut hal seperti itu terulang lagi."
Gangguan serupa juga dihadapi dari Vietnam, dengan kapal penangkap ikan mereka juga gemar memasuki Laut Natuna Utara.
Permasalahan Vietnam ini sebenarnya menurut Collin Koh, profesor di Institute of Defence and Strategic Studies di Singapura, sebagai tumpang tindih ZEE antara Jakarta dan Hanoi yang tidak segera selesai.
"Secara umum menguatkan kapal Bakamla adalah cara beradaptasi dengan kondisi Laut China Selatan yang tidak menentu dan semakin tegang belakangan ini," ujar Koh.
Namun ia sendiri tambahkan tindakan itu tidak akan mengubah keseimbangan kekuatan coast guard di tempat itu.
Koh menjelaskan jumlah intensitas kehadiran kapal Bakamla berpatroli di tempat itu lebih penting karena hal itu tunjukkan kehadiran yang terus ada di perairan itu.
Namun ia mengatakan juga, persenjataan kapal Bakamla masih tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan coastguard China.
Bahkan menurutnya Bakamla sebaiknya menggunakan kapal yang lebih besar dari TNI Angkatan Laut untuk jaga-jaga.
"Sampai Bakamla meningkatkan ukuran kapal ke ukuran yang lebih bisa diperhitungkan, lebih sulit untuk menggunakan ikatan TNI AL dan Bakamla sebagai paduan melawan gangguan China dan Vietnam.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini