Intisari-online.com -Tahun 2020 kemarin Jepang mengambil lagi hak mereka untuk mulai perkuat militer.
Jika selama ini tentara Jepang yang aktif adalah tentara pasukan Bela Diri yang akan bekerja saat memerlukan perlindungan negaranya, Jepang mulai menyusun langkah membangun militernya.
Hal ini karena banyaknya ancaman dari China dan Korea Utara.
Sementara itu, sekutu yang berjanji untuk menjaga teritori Jepang selamanya, Amerika Serikat, cukup tidak bisa diandalkan di tahun 2020 ini.
Akibatnya kini Jepang sudah mulai menambah aktivitas militernya.
Sebuah pertunjukan mengerikan tapi juga menarik, karena akhirnya singa tidur yang sudah 75 tahun tidak mengembangkan militer akibat kekalahan di Perang Dunia II itu mulai perkuat militer lagi.
Namun, administrasi Yoshihide Suga, Perdana Menteri Jepang yang kini menjabat, harus pintar membagi belanja militer.
Pendanaan untuk meningkatkan militer ini cukup mahal.
Serta, hal ini tidak mendapat antusiasme setinggi yang diharapkan oleh pemerintah dari rakyat mereka.
Banyak masyarakat Jepang yang tidak ingin mengulangi kesalahan dan sudah puas dengan kehidupan yang mereka miliki setelah kekalahan Perang Dunia II.
Meski begitu, keamanan negeri Sakura memang harus ditingkatkan.
Kini, dilansir dari The Strategist, kabarnya Jepang mencanangkan uang sebesar 12 Miliar Dolar AS untuk membangun jet tempur.
Mengingat biaya yang dibanderol Lockheed Martin untuk membangun jet tempur generasi kelima AS F-35, tentunya dana tersebut sangat sedikit.
Namun, Jepang harus bisa menggunakan dana itu untuk menyiapkan jet tempur 2030 mendatang.
Pemerintah akan meneruskan program F-X meskipun belum sepenuhnya disahkan dan belum diberi komitmen seutuhnya.
Lockheed Martin akan ikut dalam program ini, membekingin Mitsubishi Heavy Industries (MHI) dalam seluruh pengembangan F-X seperti disampaikan pada 18 Desember lalu.
Namun tidak hanya Lockheed Martin, perusahaan lain dari AS dan Inggris akan membantu propolsi dan sistem avionik pesawat tersebut.
F-X akan memiliki teknologi yang serupa dengan program jet tempur British Tempest, yang memiliki waktu persiapan masuk dalam pasukan Inggris hampir sama dengan Jepang kali ini.
Lockheed Martin atau musuh abadinya Boeing selalu menjadi dua pihak yang dipilih mendukung teknologi untuk membantu MHI.
Pasalnya Jepang bergantung pada AS untuk perlindungan.
Kontestan lain adalah BAE Systems.
Biaya pengembangan belum sepenuhnya diumumkan tapi bocor dari kantor berita Kyodo dan koran Tokyo Shimbun, setidaknya 1,2 triliun Yen sudah disiapkan Jepang.
Biaya itu jauh lebih banyak daripada biaya pengembangan jet tempur Korea Selatan KF-X, tapi sangat kecil dibandingkan dengan biaya militer AS tahun 2012 yang dipakai untuk membangun F-35.
Masalahnya, Jepang dilaporkan membangun hanya 90 unit F-X saja, sehingga biaya per pesawat sangatlah mahal, bahkan walaupun beberapa dari itu merupakan hasil dari inflasi.
Produksi unit akan memakan biaya yang spektakuler, karena jet tempur itu akan besar dan pabriknya tidak akan segera mendapat keuntungan sebelum program selesai.
Jepang juga senang membangun pesawat dengan pelan (tidak efisien) untuk tetap membuat pabrik-pabrik bekerja.
Kementerian Pertahanan di Tokyo telah mendorong dan menyiapkan lebih dari 10 tahun untuk membangun jet tempur menggantikan jet tempur MHI F-2.
Pemerintah kemudian memutuskan di tahun 2018 untuk memprakarsai sendiri setelah mempertimbangkan memilih import langsung atau kolaborasi dengan program asing.
Beberapa alasan Jepang memilih membangun sendiri adalah karena pertama Jepang ingin kelola penuh untuk konfigurasi jet tempur itu, serta tidak menguntungkan AS dengan kemudahan ekspor dan Jepang perlu desain yang tidak cocok dengan negara lain.
Membeli F-35 tidak pernah menjadi pilihan, karena mereka ingin F-X masuk pasukan pada 2035, tahun di mana F-35 sudah usang.
Selain itu importir senjata tidak suka dengan kontrol konfigurasi peralatan yang dimiliki oleh negara pemasok, baik secara kontak atau menahan kekayaan intelektual.
Bagi Jepang kontrol semacam itu merupakan masalah karena mereka ingin bebas mengembangkan senjata dan sensor udaranya sendiri dan mengintegrasikannya.
Jepang sebelumnya tercatat pernah hendak memilih yang ditawarkan AS: F-4 Phantom pada akhir 1960-an dan F-15 Eagle pada akhir 1970-an.
Namun, AS menolak memasok F-22 Raptor karena alasan yang rahasia.
Akhirnya kementerian pertahanan menghasilkan keputusan bahwa Jepang harus mengoperasikan pesawat tempur bermesin ganda yang sangat besar untuk beri jangkauan dan daya tahan yang cukup.
Jepang bisa membeli jet tempur kecil tapi akan lebih boros menggunakan bahan bakar, membuat jet tempur yang nantinya tersedia di stasiun lebih sedikit.
Akhirnya dihasilkanlah F-X yang memiliki ukuran sangat besar, total berat kosong 19,7 ton.
Sampai-sampai, jet tempur ini dijuluki Godzilla.
Dibutuhkan waktu lama bagi Jepang mencari mitra membangun jet tempur itu, dan awalnya akan dibangun bersama Tempest Inggris lewat Boeing, tapi akhirnya Lockheed Martin mengambil kesempatan tersebut.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini