Advertorial
Intisari-online.com -Pepatah mengatakan, jangan pernah membangunkan singa tidur.
Karena apa yang terjadi selanjutnya akan mengerikan.
Saat Jepang dan Jerman memulai invasi dan Perang Dunia II, keduanya tentu tidak mengira negara mereka akan kalah.
Namun, mereka kalah, dan sebagai sanksi untuk memulainya perang, kedua negara tidak diperbolehkan miliki militer selamanya.
Sebagian mengira hukuman itu adalah bentuk penghinaan, tapi sebenarnya hukuman itu adalah manifesto ketakutan dunia terhadap dua negara pemicu Perang Dunia II tersebut.
Karena jika Jepang dan Jerman masih boleh miliki militer yang siap menyerang negara mana saja, kekuatan mereka telah teruji hampir hancurkan dunia.
Maka dari itu, mereka hanya diperbolehkan memiliki militer untuk membela saat negara mereka berada dalam ancaman negara lain.
Lalu, bagaikan singa tidur, kedua negara mulai jauhi area perang dan mulai terfokus membangun negara mereka setelah kekalahan Perang Dunia II.
Hingga tahun 2020 ini.
Selama ini Jepang dan Jerman mengandalkan pasukan militer Amerika Serikat, negara yang memenangkan Perang Dunia II, untuk pasukan pertahanan mereka.
Namun, beberapa tahun belakangan Amerika mulai terapkan kebijakan militer dan internasional yang tidak terduga dengan mengajak duel China.
Tidak tinggal diam, China yang selama ini selalu dianggap negara tertinggal juga mulai ingin membangun kejayaan mereka kembali.
Baca Juga: Warga China Mulai Diperintahkan Persiapkan Kebutuhan Darurat Termasuk Selimut Api, Persiapan Perang?
Mereka ingin membangun jalur sutra baru, dengan nama program Belt and Road Initiative, untuk kuasai jalur perdagangan dunia.
Serta, jalur perdagangan yang disertai bonus kekayaan alam yang tidak terkira: Laut China Selatan.
Sampai titik ini, Jepang masih belum tersenggol, dan masih patuhi aturan lama.
Namun dengan meningkatnya aktivitas pangkalan militer AS di Guam, serta adanya ancaman kedaulatan oleh China atas sengketa pulau Senkaku, Jepang bagaikan singa tidur yang mulai terbangun.
Hal ini terlihat semenjak mundurnya Perdana Menteri Shinzo Abe, digantikan oleh Yoshihide Suga.
Sudah dapat diperkirakan, Suga lebih blak-blakan dan mulai siapkan militer Jepang, sebuah kabar yang mengerikan jika mengingat bagaimana Perang Dunia II dahulu kala.
Layaknya tidak ingin buang-buang waktu, Perdana Menteri Suga langsung ingin menjangkau tujuan lebih besar: stabilitas dan kekuasaan di Indo-Pasifik.
Mengutip dari South China Morning Post, Tokyo mulai menekan Beijing atas prahara Laut China Selatan, dengan Suga mulai perkuat ikatan militer dengan negara-negara Asean.
Senin kemarin Suga kunjungi Hanoi, Vietnam, untuk bertemu dengan Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc.
Pertemuan mereka membahas isu regional terkait Laut China Selatan
Menteri Pertahanan Jepang, Nobuo Kishi, bertemu dengan Menteri Pertahanan Australia Linda Reynolds.
Kedua menhan sepakat Tokyo akan memperkuat kerjasama di Indo-Pasifik, termasuk aktivitas militer mereka di Laut China Selatan.
Saat diwawancarai media di Hanoi, Suga menggambarkan perjanjian dengan Vietnam sebagai "langkah besar dalam bidang keamanan".
Kesepakatan tersebut akan melibatkan Jepang mengekspor alutsista dan senjata berat dan teknologi canggih yang telah mereka kembangkan.
Termasuk beberapa senjata yang akan dikirimkan antara lain pesawat pengawas dan radar.
Vietnam sendiri merupakan musuh utama China yang selalu mengkritik negara tersebut atas klaim mereka di Laut China Selatan.
Baru satu bulan menjabat, Suga mengatakan Vietnam merupakan batu loncatan untuk wujudkan Indo-Pasifik terbuka dan bebas.
Ia juga mengatakan Jepang akan berkontribusi dalam menjaga kedamaian dan kesejahteraan di wilayah tersebut.
Suga juga mengkritik aktivitas di Laut China Selatan "yang melawan hukum internasional".
"Sangat penting bahwa semua negara terlibat kerjasama mencapai resolusi damai untuk konflik di Laut China Selatan tanpa menggunakan paksaan atau kekerasan apapun," ujarnya dalam pidato di sebuah universitas di Hanoi.
Kunjungi Indonesia
Setelah kunjungi Vietnam, Suga akan mengunjungi Indonesia, sebagai langkah yang dianggap para ahli untuk memperkuat hubungan dengan Asean.
Namun bisa juga agenda ini merupakan persaingan antara Jepang dan China mengenai pengaruh mereka di Asean dan Laut China Selatan.
Jepang merupakan sekutu penting bagi Amerika di Asia, dan selama ini Jepang telah berhati-hati menjaga keseimbangan hubungan mereka dengan China.
Bagaimanapun, China adalah partner dagang terbesar mereka, dan Jepang telah mematuhi hukuman Perang Dunia II untuk tidak membuka konfrontasi dengan negara manapun salah satunya China.
Tokyo selalu ragu untuk kirimkan kapal perang bergabung dalam operasi navigasi kebebasan yang dipimpin AS.
Lian Degui, pakar hubungan Jepang dengan Hubungan Internasional Institut Shanghai, mengatakan Tokyo awalnya tidak ingin terlibat dalam operasi pembebasan Indo-Pasifik dari cengkeraman China.
Tokyo ingin temukan cara mereka sendiri dalam bekerja sama dengan AS, yaitu dengan terapkan kerjasama militer di level tertentu dan hanya terlibat dalam latihan militer dengan negara Asean saja," ujar Lian.
Namun, Tokyo segera sadar, cara menghentikan China mengganggu kedaulatan mereka atas pulau Senkaku hanyalah dengan turunkan kemampuan mereka di Laut China Selatan.
Profesor di S. Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University di Singapura, Li Mingjiang, mengatakan bahwa China selalu menantang Jepang terkait investasi dan bantuan finansial di Asean.
Sekarang, China juga menghadapi persaingan dari negara Barat yang secara tidak resmi berkoordinasi menahan China, yaitu AS, Jepang, Australia dan Uni Eropa, papar Li.
Namun, masih belum jelas apakah negara Asean akan memilih berpihak kepada AS dan sekutunya, daripada tunduk kepada China.
Selama kunjungan Suga kemarin, Perdana Menteri Phuc mengatakan "Vietnam akan menerima Jepang, kekuatan global, untuk lanjutkan aktivitas mempertahankan perdamaian regional dan global, stabilisasi dan kesejahteraan kami."
Vietnam sepertinya salah satu negara yang telah memperkuat ikatan dengan Jepang, AS, Australia dan India beberapa tahun belakangan ini untuk melawan kekuatan China.
Vietnam juga satu-satunya negara Asean yang tidak dikunjungi oleh diplomat maupun pejabat pertahanan China selama tur dari Beijing bulan lalu.
Namun Lian mengatakan kerjasama keamanan antara Hanoi dan Tokyo kemungkinan tidak akan melanggar batas yang diterapkan Beijing.
"Vietnam tidak ingin melihat sisi antagonisme China, dan kedua negara telah setuju untuk mempertahankan stabilitas." ujarnya.
"Tidak ada negara Asean yang ingin melanggar ikatan mereka dengan China melalui kerjasama dengan Jepang."
Masih terlalu dini untuk sebutkan bagaimana keadaan berikutnya, tapi tidak diragukan sudah ada dua kekuatan hebat yang terhimpun di Laut China Selatan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini