Advertorial
Intisari-online.com -Pemerintah Australia tengah meningkatkan strategi pertahanan negara kanguru itu.
Hal ini dilaksanakan dengan meningkatkan kemampuan industri pertahanan dan menimbun senjata-senjata baru.
Tidak main-main, komitmen mereka menyiapkan struktur kekuatan itu mencapai 1,1 milyar Dolar Australia.
Uang sebanyak itu digunakan untuk membangun kapasitas pabrik senjata mereka sendiri.
Sementara, dana sebesar 20,3 sampai 30,4 milyar Dolar Australia disiapkan untuk menjamin investasi senjata antara tahun 2025 dan 2040.
Persiapan konflik regional
Tidak mungkin dana sebesar itu disiapkan bukan untuk apa-apa.
Mengutip The Strategist, rupanya investasi itu ditujukan untuk meningkatkan persiapan pasukan Pertahanan Australia.
Mereka membidik konflik regional, dan menyediakannya dengan kapasitas untuk tetap langsungkan operasi pertahanan.
Ketakutan Australia adalah saat konflik kian melebar, rantai suplai global terganggu dan mereka kehabisan senjata.
Itulah sebabnya banyak yang menyuarakan produksi bahan peledak di negara mereka sendiri.
Rupanya, rantai pasokan senjata global sedang dalam posisi yang genting sampai saat ini.
Namun banyak pakar menyebutkan Australia tidak bisa hanya membidik alutsista dan bahan peledak lokal.
Mereka juga harus menyiapkan produksi barang-barang yang cenderung tidak mematikan tapi penting dalam misi kritis.
Salah satunya adalah sonobuoy, yang penting untuk operasi masa damai (pencegahan) dan masa perang (pertempuran).
Sonobuoy adalah contoh yang instruktif.
Hal ini karena rantai pasokan sudah mengalami tekanan,
Jika belum mengerti tentang sonobuoy atau sonoboya, adalah sebuah sistem sonar yang dikaitkan pada pelampung ukuran kecil.
Alat ini akan dikeluarkan dari pesawat atau kapal untuk melawan kapal selam, atau meneliti keadaan bawah air.
Sonoboya dikeluarkan dari pesawat dalam tabung, kemudian beraksi setelah menghantam air.
Pelampung yang mengapung sudah dilengkapi dengan pemancar radio, dan akan tetap di permukaan untuk sarana komunikasi dengan pesawat.
Sementara itu sensor mikrofon menggunakan sonar akan turun ke dalam laut ke kedalaman yang dipilih yang bervariasi.
Hal itu bergantung dengan kondisi lingkungan dan pola pencarian.
Setelah didapatkan informasi, pelampung akan menyampaikan informasi tersebut melalui radio UHF/VHF ke operator di atas pesawat.
Alat ini awalnya telah dikembangkan oleh Inggris dalam Perang Dunia I, tujuannya untuk mendeteksi kapal selam dan memata-matai musuh.
Sampai tahun lalu, satu-satunya pemasok sonoboya kelas atas yang sudah terjamin yaitu ERAPSCO sudah menghadapi permintaan yang tidak pasti.
Pada saat yang sama, persediaan sonoboya milik Angkatan Laut AS lebih cepat habis dengan tempo operasional lebih lama daripada masa lalu.
Bahkan, peningkatan total kebutuhan sonoboya meningkat tajam dalam alokasi kongres.
Pengeluaran dianggarkan dua kali lipat antara 2017 dan 2020 untuk mengisi kembali persediaan yang habis.
Pengeluaran itu belum termasuk antisipasi permintaan lebih lanjut.
ERAPSCO masih menjadi satu-satunya penyokong senjata itu untuk AS, dan kemungkinan besar Angkatan Laut AS akan tetap bergantung kepada perusahaan tersebut sampai 2024.
Pentagon tentunya tidak mau mundur dalam kebijakan mereka menimbun senjata, sehingga banyak yang ragu apakah ERAPSCO akan menanggapi permintaan dadakan dari negara yang tengah terlibat konflik mematikan.
Tidak ragu lagi, rantai pemasaran sonoboya akan menjadi salah satu penentu keunggulan suatu negara yang sedang dalam kondisi perang.
Sementara itu, kekhawatiran ini tidak hanya untuk AS tapi juga untuk Australia terutama jika mereka ingin membangun kapal perang anti kapal selam dengan standar milik AS yaitu P-8A Poseidon.
Padahal, ancaman utama Australia di Indo-Pasifik yaitu China, sudah memiliki kapal selam penyerang dengan jumlah yang dipastikan membuat khawatir negara sekelas Australia.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini