Penulis
Intisari-online.com -Amerika Serikat disebut-sebut pihak paling tidak memiliki kepentingan dalam Perang Dunia II.
Mereka disebut hanya pengamat dan mulai masuk ke medan perang saat memang dibutuhkan.
Nyatanya, AS tidak sepenuhnya tidak bersalah dalam Perang Dunia II.
Bahkan, AS sudah menyiapkan banyak hal dan mulai merencanakan memasuki medan perang dan melawan NAZI serta Kekaisaran Jepang.
Diwartakan National Interest, jika Jepang telah memilih menyerang Malaya yang dikuasai oleh Inggris pada 7 Desember 1941 alih-alih menyerang Pearl Harbor, Hawaii, rupanya AS kala itu sudah bersiap menyerang duluan.
Presiden Franklin Roosevelt kala itu bersiap-siap maju di Kongres dan meminta deklarasi perang melawan bangsa yang tidak menyerang mereka duluan.
Hal itu merupakan aksi pertama kalinya di sejarah Amerika untuk memulai perang dengan pihak yang tidak menyerang duluan.
AS saat itu tidak sedang dalam kondisi terbaik.
Negara itu terpecah belah mengenai masalah terlibat dalam perang yang berkecamuk di Eropa.
Sementara semua presiden berulang kali berjanji tidak mengirimkan putra bangsa untuk berperang dalam perang asing, sebuah janji yang masih terngiang-ngiang di telinga kongres.
Hasil dari seruan Roosevelt akhirnya tidak disetujui.
Keadaan di sekitar deklarasi gagal Presiden Roosevelt mulai pada Agustus 1941, tepatnya di Argentia Harbor di dalam Teluk Placentia, Newfoundland.
Di sana, 4 bulan sebelum Pearl Harbor, Roosevelt bersama Perdana Menteri Inggris Winston Churchill bertemu secara rahasia.
Mereka mendiskusikan sebuah gagasan yang kemudian akan disebut Atlantic Charter, tujuannya untuk bersepakat mengenai pergerakan Jepang yang semakin agresif dan mengancam di Timur Jauh.
Churchill menekankan pentingnya membuat deklarasi gabungan kepada Jepang untuk mundur atau hadapi konsekuensinya.
Setahun sebelumnya Inggris hampir tidak bisa lolos dari serangan oleh Nazi, diserang oleh Yunani yang dikuasai Jerman pada April, dan menghadapi ketegangan pasukan Afrika Korps yang dipimpin Jenderal Erwin Rommel di Afrika Utara, Inggris mencari cara memaksa Jepang mempertimbangkan penyerangan Malaya atau Hindia Belanda waktu itu (saat ini Indonesia).
Dengan ini, Churchill sepakat jika perlu setuju dengan AS untuk deklarasikan perang dengan Jepang jika Malaya diserang.
Mengikuti musim gugur Perancis di Juli 1940, pemerintah pro-Nazi telah menduduki Vichy di sebelah selatan negara itu.
Pemerintah Vichi mengontrol semua koloni Perancis, termasuk yang ada di Indochina.
Sebagai bentuk kesepakatan dengan Pakta Tripartite yaitu dengan Jerman dan Italia pada September 1940, Jepang segera menduduki 8 pangkalan udara strategis dan dua pelabuhan laut di wilayah itu.
AS, Inggris Raya, dan Belanda memberi tahu Jepang pada Juli 1941 bahwa jika mereka tidak segera menarik pasukannya dari Indochina, semua perdagangan akan dihentikan dan embargo minyak akan dilaksanakan.
Hal tersebut sebenarnya menjadi respon yang terlambat, tapi dalam pertemuan dengan Duta Besar Jepang Kichisaburo Nomura di Washington, Roosevelt memperingatkan jika Jepang berupaaya meraih Borneo yang kala itu masih diduduki Belanda, pihak Belanda dan Inggris akan memanggil bantuan yang akan nyatakan perang dengan Jepang.
Churchill sebenarnya tetap berharap jika Jepang akan terintimidasi oleh peringatan AS.
"Ini merupakan bukti jika ini berupa cekikan, dan pilihan bagi mereka bukanlah mencapai kesepakatan dengan AS atau berangkan perang," tulis Perdana Menteri itu.
"Departemen Luar Negeri di Washington yakin, seperti halnya diriku, jika Jepang mungkin akan menyerah sebelum terjadinya perang dengan AS."
Sayangnya, Churchill salah.
Jepang memilih menolak permintaan Sekutu, mengeluh jika merek menjadi sasaran rundungan "militer, ekonomi dan politik" oleh tiga negara Sekutu dan situasi itu telah menjadi "tidak bisa ditoleransi".
Sadar jika perang dengan Jepang sudah ada di balik garis cakrawala, Churchill fokus membantu Roosevelt untuk umumkan niatnya berperang jika Jepang menyerang Inggris atau Belanda di Indochina.
Kedua pria waktu itu sadar sulitnya menghadapi Kongres untuk memulai perang, untuk sepakat berperang atas nama dua negara Eropa, di wilayah Asia Tenggara yang begitu jauh dari rumah.
Churchill bahkan berharap jika Jepang menyerang AS dahulu, karena jika tidak, mereka tidak punya alasan untuk mempertahankan Hindia Belanda, atau bahkan Persemakmuran mereka sendiri.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini