Intisari-online.com -Australia dikabarkan akan mengajukan banding di World Trade Oranization (WTO).
Sidang banding tersebut akan mereka lakukan untuk menantang bea anti-dumping China atas ekspor jelai.
Namun rupanya sudah banyak pakar yang mewanti-wanti jika Australia malah tidak akan mendapatkan apapun dari banding tersebut.
Pasalnya pengadilan banding badan perdagangan global itu kosong, serta kemungkinan imbalan yang bisa didapatkan Australia hanya jumlah minimal saja.
Hal tersebut disampaikan oleh pengacara perdagangan internasional.
Disebutkan di South China Morning Post, menteri perdagangan Australia Simon Birmingham mengatakan akan membawa kasus ini ke WTO di tengah dukungan industri lokal.
Hal tersebut ia lakukan sehari setelah pemerintah China memberlakukan kebijakan sementara anti-dumping atas anggur Australia.
China terapkan tarfi 80.5% untuk ekspor jelai Australia Mei kemarin mengikuti kesimpulan dari investigasi anti-dumping yang telah dilaksanakan selama 18 bulan.
China nyatakan jika dumping untuk jelai murah dari Australia telah membuat pasar lokal menderita.
Itu sebabnya China berlakukan sanksi anti-dumping dengan tarif 73.6% serta margin subsidi mencapai 6.9%.
Australia berang atas sanksi jelai, keberangannya disampaikan pada pertemuan Komite Praktik Anti-Dumping WTO di Jenewa, Switzerland, 28 Oktober lalu.
Australia mengkritik investigasi China dan mengklaim jika penyelidikan yang kurang sempurna menuntun pada salah perhitungan untuk penerapan tarifnya.
Namun Australia sudah tak mendapat banyak dukungan untuk membuat klaim dengan WTO, terutama jika Canberra gagal untuk menyelesaikan kasus dengan Beijing selama konsultasi awal.
Ini karena Badan Banding WTO untuk pertama kalinya dalam 25 tahun sejarah organisasi itu, tidak memiliki hakim.
Minggu lalu, anggota dari China memutuskan untuk meninggalkan Badan Banding tersebut.
Ia merupakan anggota terakhir dari panelis dan kehilangannya telah sepenuhnya menghapus kemampuan WTO untuk menyelesaikan berbagai sengketa.
"Tidak ada satupun anggota Badan Banding. Asumsikan situasi ini tidak berubah di tahun depan, baik China atau Australia tidak akan mendapatkan sidang dengar," papar Julien Chaisse, profesor perdagangan di Universitas Hong Kong.
Sementara itu Joost Pauwelyn, profesor hukum internasional di Graduate Institute of International and Development Studies di Jenewa yang juga seorang arbiter sistem banding sementara WTO, mengatakan jika meski Australia masih dapat mengajukan keluhan dan meminta konsultasi dengan China di WTO, Canberra dapat mengajukan banding "ke dalam kehampaan" jika tidak ada penyelesaian yang tercapai.
Ini merupakan pertama kalinya Australia menggugat sanksi dari China, sedangkan China tidak pernah menggugat 87 kasus yang dimulai Australia atas produk mereka, termasuk kertas dan baja, sejak keduanya mulai berdagang sebagai anggota WTO.
China telah memulai 4 kasus sejauh ini, termasuk dua atas jelai Australia.
Dua yang lain adalah anti-dumping anggur dan kasus menentang yang dimulai China sejak Agustus.
Mereka menerapkan sanksi provisi anti-dumping antara 107.1 dan 212.1% di akhir November.
Hal tersebut membuat anggur Australia tidak bisa masuk ke pasar China.
Kondisi Badan Banding WTO yang telah tidak berfungsi sejak setahun yang lalu, adalah hasil dari blokir terus-terusan dari AS untuk perjanjian ulang anggota panelnya.
Hal tersebut dilakukan sejak tahun 2016 dan menolak proposal lakukan proses pemilihan yang dapat mengisi posisi Badan Banding tersebut.
Perjanjian anggota panel memerlukan persetujuan dari semuga anggota WTO.
Badan Banding minimal harus memiliki tiga anggota untuk sidang dengar sampai akhir Desember, saat dua anggota mereka pensiun.
Jika Australia masih ingin mencoba maka WTO akan memproses melalui konsultasi.
Namun Australia mungkin akan menghadapi kesulitan saat banding.
Meski begitu ada kemungkinan kondisi berubah terutama setelah administrasi baru presiden AS Joe Biden.
Pakar juga mengatakan Australia tidak memiliki banyak pilihan selain menunggu Biden membentuk Badan Banding.
Alternatif lain yaitu mengandalkan badan sementara yang dibentuk oleh anggota WTO Juli lalu untuk mengambil peran arbitrase.
Hal itu akan menjadi solusi sementara jika tidak ada Badan Banding yang beroperasi, tapi bisa menjaga sistem penyelesaian perselisihan tetap hidup.
"Australia dapat meminta panel untuk memeriksa klaim hukum" ujar Pauwelyn.
"Para arbiter MPIA akan melihat banding apapun, dan setelah itu putusan akan mengikat para pihak.
Di bawah aturan WTO, para negara anggota harus berdagang secara terbuka tanpa intervensi pasar.
Meski begitu anggota dapat menyelidiki dan menjatuhkan hukuman seperti bea anti-dumping jika perdagangan ditemukan telah merugikan pasar domestik.
Sementara itu, jika Australia bisa menang, hadiahnya tidak seberapa.
Elizabeth Sheargold, pakar peneliti postdoktoral di University of Wollongong School of Law di Australia menjelaskan alasannya.
"Proses menantang investigasi anti-dumping lewat WTO terbilang lambat dan memakan waktu bertahun-tahun," ujarnya.
"Bahkan jika suatu negara ditemukan telah memberi sanksi tanpa sebab, tidak ada kerusakan kepada negara yang tersebut."
Solusi untuk pihak yang disakiti juga tidak retrospektif, ujarnya.
China bisa saja hanya diminta merevisi atau mereview sanksi mereka untuk jelai Australia.
Namun China tidak diharuskan mengganti rugi kerugian Australia.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini