Advertorial
Intisari-Online.com - Bukan rahasia lagi jika sejarah Timor Leste dipenuhi dengan penjajahan oleh negara-negara lain.
Portugis, Belanda, Jepang, hingga Indonesia pernah memperebutkan atau menduduki Bumi Lorosae.
Dalam sejarahnya, Timor Leste pernah menjadi medan pertempuran dalam Perang Dunia II.
Pertempuran berlangsung antara negara-negara sekutu, di antaranya Australia, Belanda, Britania Raya, dan Amerika Serikat, melawan pasukan Jepang.
Rupanya, dalam pertempuran tersebut, tanpa rakyat Timor Leste yang saat itu dikenal sebagai Timor Portugis, mungkin para tentara dari negara-negara sekutu tak mampu bertahan di tengah medan perang.
Melansir The Conservation dalam artikel berjudul 'East Timor, war, coffee and Australia’s debt of honour', disebut bahwa tentara Australia telah lama mengandalkan keramahan orang Timor yang dilambangkan dengan kopinya.
Setidaknya antara tahun 1942 hingga 1943, tentara Australia bertahan berkat bantuan orang Timor.
Pertempuran Timor adalah pertempuran yang terjadi di pulau Timor selama Perang Dunia II.
Pertempuran ini terjadi antara Australia, Belanda, Britania Raya, dan Amerika Serikat melawan Kekaisaran Jepang yang menyerang pada tanggal 20 Februari 1942.
Pasukan komando Belanda dan Australia itu secara kolektif dikenal sebagai Pasukan Burung gereja.
Mereka hanya sesekali diberikan jatah tentara. Saat itulah mereka sangat bergantung pada bantuan penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Tapi malang bagi rakyat Timor Portugis karena di sisi lain, tentara Kekaisaran Jepang juga mengikuti prinsip 'pengadaan lokal', yang lebih sering berarti permintaan paksa dan penjarahan.
Di masa itu, Jepang dan Australia masing-masing menghancurkan desa-desa dan menghancurkan tanaman dan simpanan makanan penduduk asli Timor, sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan strategis dalam Pertempuran Timor.
Orang Timor juga berdagang dengan tentara Australia, yang membayar makanan mereka dengan koin yang kebanyakan dihargai karena 'nilai ornamen'.
Ada pula cerita tentang 'penduduk asli' yang muncul tanpa diminta dari hutan membawa pisang, makan dengan pendeta Portugis setempat dan 'gadis-gadis' Timor yang hanya berpakaian rok rumput membawa air untuk tentara.
Meski orang Timor juga terkadang enggan menjual makanannya, yang diartikan sebagai tidak ramah dalam salah satu sejarah.
Sebagai sarjana, Katarzyna J. Cwiertka, berpendapat bahwa makna budaya makanan dapat diperkuat dalam perang.
"Itu bisa menjadi senjata, perwujudan musuh, tapi juga tanda harapan, bantuan yang menenangkan," ujarnya.
Karena alasan inilah hutang terima kasih kepada orang Timor dikenang begitu kuat di Angkatan Darat Australia.
Seorang tentara Australia, Bill Beattie, mengungkapkan rasa malu yang mendalam atas pengabaian Australia atas orang-orang Timor Timur setelah invasi Indonesia dan penarikan efektif Portugal pada tahun 1975, dikutip dari The Concervation.
Keramahan orang Timor di masa konflik menciptakan ikatan antar budaya dengan militer Australia yang telah bertahan selama lebih dari setengah abad yang penuh gejolak.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari