Advertorial
Intisari-Online.com - Para pejuang kemerdekaan Bumi Lorosae merupakan salah satu saksi sejarah Timor Leste.
Di antara mereka, salah satunya adalahDominos Pinto Gabrial atau dikenal sebagai Berliku.
Sosok yang satu ini ikut terjun bergerilya dari hutan ke hutan untuk memperjuangkan kemerdekaan Timor Leste.
Namun bukan hanya itu. Dalam perjalanannya menjadi pejuang kemerdekaan, Berliku juga 'merekam' perlawanan rakyat Timor melalui lagu-lagu.
Timor Leste lepas dari Indonesia 21 tahun lalu melalui referendum yang digelar 30 Agustus 1999.
Selama 24 tahun, yaitu sejak tahun 1975 hingga tahun 1999, Timor Leste menjadi provinsi ke-27 Indonesia.
Namun, selama menjadi bagian dari Indonesia, pertumpahan darah terjadi di Timor Leste, karena dilakukan perlawanan oleh orang-orang Bumi Lorosae.
Pertempuran antara tentara Indonesia dan rakyat Timor Leste pun tak terelakkan, bahkan memakan ratusan ribu korban.
Baca Juga: 5 Militer Paling Kaya di Asia Tenggara, Salah Satunya Malaysia
Kenangan akan 'masa kelam' Timor Leste salah satunya terabadikan dalam lagu-lagu perlawanan.
Melalui musik, sekelompok veteran pejuang kemerdekaan Timor Leste memberikan penghormatan kepada bangsanya.
Lagu-lagu mereka yang dibuat selama masa pertempuran menyusuri hutan dan gunung Bumi Lorosae.
Adalah Dominos Pinto Gabrial atau dikenal sebagai Berliku, salah satu musisi itu, sekaligus sosok yang merasakan perjuangan mempertaruhkan nyawa di masa lalu.
Melansir Aljazeera (18/4/2020), Domingos Pinto Gabrial, juga dikenal sebagai Berliku, adalah seorang guru sekolah berusia 19 tahun di timur laut kota Baucau ketika pasukan Indonesia menginvasi Timor Timur pada bulan Desember 1975.
Dia bergabung dengan banyak anak muda yang melarikan diri ke pegunungan untuk bergabung dengan tentara perlawanan yang baru dibentuk, FALINTIL (Forcas Armadas de Libertacao de Timor-Leste, atau Angkatan Bersenjata untuk Pembebasan Timor Timur).
"Kami tidak punya pilihan; kami hanya harus bertarung," ungkapnya.
Berliku merupakan salah satu pemuda yang ikut dalam pertempuran melawan tentara Indonesia.
Dalam satu pertempuran, Berliku ditembak lima kali. Dia juga terluka di kaki saat serangan bom.
Ia menyusuri hutan dan pegunungan dalam pertempuran itu.
Rupanya pada masa-masa tersebut, selain berhadapan dengan senjata, Berliku juga menghasilkan lagu-lagu perjuangan.
Berliku adalah sosok yang gemar bernyanyi.
Berliku dinamakan seperti burung yang bernyanyi setiap pagi, ia diberi julukan oleh pemimpin perlawanan karena dia suka menyanyi dan menggubah lagu saat jeda dalam pertempuran, dikutip dari Aljazeera.
Selain untuk menghibur di tengah ketegangan pertempuran, rupanya Berliku juga menggunakan musik sebagai 'senjata' perlawanan dan menyebarkannya ke masyarakat.
"Musik atau alat apa pun yang bisa kita peroleh untuk melawan orang Indonesia," katanya.
Di pegunungan, tidak ada studio musik, jadi mereka merekam dengan tape recorder portabel di gua tempat mereka tinggal.
"Tujuannya saat itu adalah menyelundupkan musik keluar dari Timor untuk perlawanan di luar negeri," kata Berliku.
"Untuk menginspirasi dan mendidik orang-orang di luar Timor serta mendorong penduduk di seluruh negeri," lanjutnya.
Musik pun menjadi sumber perlindungan ketika ia merasakan 'ditinggalkan' oleh seluruh dunia.
"Mencari perlindungan pada musik yang merupakan cara untuk menyampaikan berita perjuangan Timor kepada dunia," katanya.
Menurutnya, saat itu mereka merasa dikurung dan diisolasi karena kebijakan Presiden Soeharto.
"Kami dikurung, diisolasi. Itu kebijakan (mantan presiden Indonesia) Soeharto saat itu. Dia ingin mengisolasi Timor," katanya.
Menjadi bagian dari 'pemberontak', Berliku pun pernah ditangkap oleh pasukan Indonesia dan dipenjarakan di sebuah pulau terpencil, di mana ia hanya bisa dilihat saat negara tersebut memilih kemerdekaan pada tahun 1999.
Dia akan kembali ke Timor Leste pada 2008, hampir satu dekade setelah kemerdekaan, dengan bantuan Palang Merah.
Sebelum kembalinya Berliku ke Timor Leste, keluarganya di Baucau mengira dia sudah mati dan bahkan membuatnya menjadi kuburan.
Kini, Berliku masih bernyanyi sebagai orang bebas.
Pada tahun 2014, sekelompok veteran, bernama Maubere Timor, berkumpul untuk merekam lagu-lagu patriotik yang ditulis dahulu kala di pegunungan, untuk menangkap semangat perlawanan dan mendokumentasikan bagian penting dari sejarah Timor-Leste.
Maubere Timor merilis album pertama mereka pada tahun 2017.
Selain konser di Australia, band ini juga melakukan tur ke Timor Leste, tampil untuk anak-anak sekolah, yang memberi mereka 'sambutan yang baik'.
"Sejarah kami, perlawanan kami adalah sakral. Dan penting bagi [kaum muda] untuk memahami itu,"
"Generasi muda merasa bangga dengan masa lalu dan sejarah kami, dan itu tidak akan mudah untuk dilupakan," kata Berliku.
Berliku masih punya rencana dengan album lain, ia berkata akan terus bermain.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari