Kembali Renggut Korban, Ini Alasan Kenapa di Tol Cipularang Sering Terjadi Kecelakaan

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Kembali terjadi kecelakaan di Tol Cipularang, kali ini berada di KM 92. Kenapa di Tol Cipularang sering terjadi kecelakaan? (Vebra/Wikipedia Commons)
Kembali terjadi kecelakaan di Tol Cipularang, kali ini berada di KM 92. Kenapa di Tol Cipularang sering terjadi kecelakaan? (Vebra/Wikipedia Commons)

Dinas Perhubungan punya penjelasan kenapa sering terjadi kecelakaan di Tol Cipularang. Meski begitu, masyarakat lebih suka mengaitkannya dengan mistis

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Kembali terjadi kecelakaan di Tol Cipularang pada Senin (11/11) sekitar pukul 15.40 WIB. Kecelakaan ini melibatkan 16 kendaraan, termasuk truk yang bermuatan kardus, minubus, dan beberapa kendaraan pribadi.

Mengutip KompasTV, kecelakaan itu, untuk sementara ini, telah merenggut nyawa 1 orang meninggal dunia dan belasan lainnya mengalami luka-luka. Ini tentu bukan yang pertama terjadi di ruas jalan Tol Cipularang. Pertanyaannya, kenapa di Tol Cipularang sering terjadi kecelakaan?

Jika melihat video yang beredar luas di media sosial yang terekam dari mobil yang hendak berhenti, terlihat ketika itu kondisi cuaca sedang hujan dan jalanan yang basah serta tampak truk melaju di lajur kanan Tol Cipularang. Lalu muncul truk dari bahu jalan sisi kanan gagal mengurangi kecepatan dan menabrak beberapa mobil di depannya yang berhenti.

Menurut keteranganKabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Jules Abraham, kecelakaan di ruas Tol Cipularang KM 92 diduga akibat rem truk blong. "Hujan cukup deras,kemudian kondisi jalan relatif licin, ada genangan air, bisa saja ini yang mengkibatkan salah satunya rem dari kendaraan tersebut tidak berfungsi secara benar," ujarnya, dikutip dari Breaking News Kompas TV.

Dia jugamembenarkan truk yang terlibat kecelakaan berada di lajur kanan. "Penyebab awalnya kecelakaan tersebut dipicu dari salah satu truk yang mengalami rem blong sehingga dia menabrak kendaraan di depannya dan arahnya adalah dari Bandung menuju Jakarta," ungkap Kabid Humas Polda Jabar.

Kendati demikian, Kombes Jules mengatakan pihaknya masih akan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk mengetahui penyebab pasti kecelakaan.

Apa yang terjadi pada Senin kemarinmenambah panjang daftar korban kecelakaan di KM 90-100 Tol Cipularang sejak mulai beroperasi pada 2005. Ruas tol yang menghubungkan Cikampek, Purwakarta, dan Padalarang tersebut diketahui beberapa kali menjadi lokasi kecelakaan yang tak jarang merenggut korban jiwa.

Beberapa kasus kecelakaan di tol sepanjang 88 kilometer tersebut bahkan menarik perhatian media masyarakat di masanya. Salah satukecelakaan yang paling menyita perhatian adalah kecelakaan tunggal yang merenggut nyawa istri penyanyi dangdut Saipul Jamil, Virginia Anggraeni, pada 3 September 2011 lalu.

Ketika itu Virginia yang duduk di sisi kanan di baris tengah persis di belakang Saipul tewas seketika usai mobil oleng dan terseret sejauh 30 meter. Saipul kemudian menuturkan dirinya merasa ada angin yang mengempas mobilnya sebelum akhirnya kehilangan kendali.

Sementara pada 29 November 2014, seorang off-roader nasional Farkhun Nadjib AS menjadi korban tabrak lari. Dia tertabrak saat sedang menolong seorang sopir yang terjepit usai mengalami kecelakaan.

Lalu, pada 2019 silam, sebuah kecelakaan beruntun terjadi yang melibatkan 21 kendaraan dengan 4 di antaranya terbakar, terjadi di KM 91. DilansirKompas.com pada 3 September 2019, kecelakaan beruntun tersebut menyebabkan 9 orang meninggal dunia dan belasan orang terluka.

Sejarah Tol Cipularang

Mengutip Kompas.com,Tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) merupakan ruas jalan tol yang selesai dibangun pada akhir April 2005. Bisa dibilang, jalan tol Cipularang merupakan salah satu jalan tol paling padat--juga paling panjang--karena menghubungkan dua kota besar di Indonesia: Jakarta dan Bandung.

Dengan adanya Tol Cipularang, perjalanan dari Jakarta-Bandung atau sebaliknya yang biasanya ditempuh selama 3-4 jam menjadi lebih cepat: sekitar 1,5 jam. Meski begitu, Tol Cipularang kerap disebut angker akibat banyaknya kecelakaan yang terjadi.

Masih dari sumber yang sama, pembangunan Tol Cipularang sebenarnya sudah direncanakan sejak 1991 oleh Konsorsium Citra Ganesha, yang terdiri atas perusahaan Grup Citra, Travalgar, dan Jasa Marga. Saat itu pemerintah awalnya berencana akan membangun jalan tol sebagai penghubung antara Jakarta-Bandung melewati Cikarang, lalu Jonggol, Cianjur, serta Padaralang.

Rencana proyek ini disebut sebagai Plan Tol Cigolarang. Namun, sampai 1996, rencana pembangunan Tol Cipularang tidak kunjung dilakukan, padahal sudah mendapat izin pembangunan dari pemerintah.

Setahun kemudian proyek pembangunan kembali mengalami kegagalan karena adanya krisis moneter. Akhirnya, pemerintah mencabut izin konsorsium pembangunan Tol Cipularang tahun 2001.

Dua tahun setelahnya, pada 2003, proyek pembangunan Tol Cipularang akhirnya diprakarsai oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dalam rangka menyambut KTT Asia-Afrika. Proses pembangunan Tol Cipularang dibagi ke dalam dua tahap, yang merupakan proyek kerja sama Jasa Marga dan Pemerintah Jawa Barat.

Proyek Cipularang I dimulai pada 2002 dengan panjang 17 kilometer, yang pembangunannya selesai pada Januari 2004. Pembangunan tahap pertama tersebut menghabiskan dana sebanyak Rp 745 miliar.

Sementara proyek Cipularang II yang memiliki panjang 41 kilometer dan menghabiskan dana sebanyak Rp 3,9 triliun, selesai pada 2005. Sehingga, Tol Cipularang memiliki panjang 54 kilometer, sempat menjadi tol terpanjang di Indonesia saat itu.

Tol Cipularang kemudian diresmikan pada 12 Juli 2005 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bersamaan dengan diresmikannya Jalan Layang Pasupati (Pasteur-Cikapayang-Suropati).

Seperti disebut di awal, Tol Cipularang identik dengan sesuatu yang angker yang berbau mistis, hal itu karena dikaitkan dengan seringnya terjadi kecelakaan yang terjadi di ruas jalan tol itu. Sebenarnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memiliki alasan ilmiah terkait penyebab kecelakaan.

Menurut Kemenhub, aspek geometrik di Tol Cipularang menjadi penyebab terjadinya banyak kecelakaan. Sepanjang 10 kilometer dari kilometer 90-100 misalnya, arus dari arah Jakarta mengalami tanjakan panjang dan arus sebaliknya mengalami turunan panjang.

Selain itu, kondisi jalan pada beberapa titik Tol Cipularang juga bergelombang sehingga rawan terjadi kecelakaan. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya kehilangan kendali, yaitu akibat turunan yang bergelombang, ban kehilangan grip sehingga pengemudi tidak dapat lagi mengendalikan setir.

Itulah mengapa, rawan terjadi kecelakaan di Tol Cipularang.

Antara mitos dan studi ilmiah

Seperti umumnya terjadi di masyarakat Indonesia, saat sebuah lokasi berulang kali menimbulkan kecelakaan, maka hal-hal mistis kemudian dibicarakan. Begitu pula dengan Tol Cipularang di ruas KM 90 sampai KM 100 yang kerap merenggut nyawa.

Banyak yang mengaitkan kecelakaan-kecelakaan tersebut dengan keberadaan Gunung Hejo yang dianggap sebagai lokasi angker.Masyarakat sekitar percaya di samping ruas tol tersebut terdapat anak yangga yang menuju petilasan Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran.

Tentu saja, penjelasan yang merujuk pada mitos atau hal mistis tersebut tidak bisa diterima oleh banyak pihak, terutama yang lebih percaya pada hal-hal ilmiah. Untungnya, sejumlah pihak dari berbagai lembaga seperti PU, Jasa Marga, kepolisian, dan sejumlah pakar pernah melakukan evaluasi dan penelitian di jalur "maut" tersebut.

Secara khusus, evaluasi dititikberatkan pada Km 90 sampai Km 100 yang dipetakan sebagai area rawan kecelakaan. Pakar transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Ofyar Z Tamin mengatakan bahwa mulai dari Km 100 jalan agak menurun.

Hal ini, menurut Tamin, kerap membuat pengemudi tidak sadar jika kendaraan mobil yang dikendarainya terus bertambah tinggi. "Saat mendesain dan membangun jalan ada yang disebut kecepatan rencana. Artinya, kendaraan akan aman jika melaju baik saat memasuki tikungan atau jalan menurun berada di bawah kecepatan rencana," jelasnya.

Sementara Kanitlaka Satlantas Polres Purwakarta, Iptu Asep Kusmana menyebut kilometer 90-100 Tol Cipularang sebagai blackspot. "Kalau dilihat dari hasil kajian ilmiah kilometer 90-100 secara keseluruhan, pengguna kendaraan memang harus ekstra hati-hati saat melewati jalur tersebut," ujar Martinus, seperti dilansir Kompas.com, 2 Desember 2014.

Asep mengatakan di sekitar lokasi itu memiliki beberapa faktor penyebab kecelakaan. Kecelakaan terjadi disebabkan faktor human error maupun faktor geometrik jalannya. Menurutnya, titip blackspot itu adalah titiklelah pengemudi, ditambah kontur jalannya yang turunan, tanjakan, dan dikombinasi dengan banyak tikungan. Belum lagi kalau cuaca sedang buruk, hujan misalnya.

Kita tahu, mengantuk atau kelelahan saat mengemudi sangatlah fatal sekaligus meningkat kemungkinan kecelakaan. Asep menjelaskan bahwa selain faktor jalan dan kendaraan, kecelakaan yang fatal terjadi karena pengemudi mengalami microsleep.

Microsleep adalah tidur sementara secara mendadak dalam beberapa detik yang biasanya terjadi karena kelelahan atau kebosanan. Karena Microsleep itulah di jalur masuk Purwakarta dari arah Bandung itu sering terjadi kecelakaan.

"Karena mengantuk menjadi faktor paling tinggi kecelakaan di situ, meski microsleep itu hanya beberapa detik tapi akibatnya fatal, dan hampir selalu tabrak belakang kendaraan," ujar dia.

Ditambah lagi, saat kecelakaan terjadi karena mengantuk, bisa dipastikan tidak ada pengereman dengan jarak yang cukup sebelum kecelakaan. Oleh karena itu, efek kecelakaannya sering kali sangat parah hingga menimbulkan korban jiwa.

Di Tol Cipularang KM 90an, Asep menduga banyak pengemudi mobil yang memacu kendaraannya karena telah mengebut di jalan yang lurus sebelumnya. Pada saat memasuki kontur jalan yang berkelok-kelok, pengemudi kurang antisipasi dan seringkali oversteer atau understeer.

Understeer adalah gejala pada saat mobil cenderung sulit untuk berbelok akibat roda depan kehilangan traksi dan memasuki tikungan terlalu cepat. Sedangkan oversteer merupakan gejala mobil yang kehilangan traksi pada area ban belakang ketika sedang menikung di jalan dan mengakibatkan tergelincir dan hilang kendali.

"Setelah jalan KM 100-an itu kan lurus, ngebut tuh, karena melebihi kecepatan bisa oversteer atau tekor saat berbelok. Tapi paling banyak karena faktor kelelahan atau mengantuk," katanya.

Dia mengimbau pengguna jalan tol yang melintasi Purwakarta untuk tetap berhati-hati dan selalu menjaga kewaspadaannya saat mengemudi. Asep menyarankan agar pengemudi bisa melakukan istirahat yang cukup di sejumlah rest area yang telah tersedia.

"Setiap dua jam sekali disarankan untuk istirahat untuk menghindari kelelahan atau microsleep saat berkendara. Serta atur kecepatan dan jarak aman di dalam tol, hal itu tidak cuma angka," katanya.

Adanya gelombang magnet

Sementara itu, menurut ahli, salah satu penyebabnya adalah keberadaan gelombang magnet yang bisa mengganggu pengemudi. Seperti apa gelombangnya serta gangguan apa yang ditimbulkan? Mari kita simak ulasan lengkapnya berikut ini.

Di luar kehebatan teknisnya Cipularang juga menyimpan misteri. Ada banyak cerita misteri di baliknya. Ketik saja "misteri tol cipularang" di mesin pencari Google dan akan Anda temui ratusan ribu laman berkenaan soal itu.

Meski bisa saja laman itu saling terkait, namun tetap saja meninggalkan kesan bahwa tol ini angker. Lepas dari keangkeran itu, Tol Cipularang memang unik karena ia melintasi daerah yang patut diwaspadai.

Seksi 2 di ruas Purwakarta-Plered, secara geologis berada di wilayah batuan sedimen. Mulai sekitar KM 83 yang masuk kawasan Purwakarta Selatan hingga sekitar 7 km berikutnya ke arah Bandung, badan jalan harus melintasi dua wilayah batuan lempung, yaitu Batuan Lempung Subang dan Batuan Lempung Jatiluhur.

Sedangkan selebihnya hingga ke Padalarang, berada di tanah batuan vulkanik. Mendirikan suatu struktur bangunan di atas batuan sedimen yang terbentuk pada zaman tersier ini memang bukan perkara mudah.

Umur batuan muda, sekitar lima juta tahun, membuat sifat pergeserannya tinggi alias gampang longsor. Longsoran-longsoran kecil bahkan sudah terjadi jauh sebelum pembangunan dilakukan. Masalah mulai timbul ketika batuan lempung yang dikupas kemudian terpapar udara atau air hujan.

Kandungan mineral monmorilonit di dalam batuan akan mengembang. Apalagi kadar monmorilonit di dua wilayah itu tergolong tinggi, bahkan di atas 50%. Batuan Lempung Subang dan Batuan Lempung Purwakarta seperti dibangkitkan dari tidur panjangnya.

Sebenarnya, kondisi tadi bisa diantisipasi. Paling tidak, Dr. Imam Sadisun, geolog dari Institut Teknologi Bandung meyakinkan, antisipasi sang kontraktor (dalam hal ini PT Adhi Karya) terhadap ancaman longsor di Cipularang umumnya sudah baik. Ini sesuai dengan perencanaan awal proyek.

“Kita bisa melihat potongan lereng yang cukup landai di (wilayah) batuan lempung ini. Juga adanya treatment timbunan tanah, jaring-jaring, ditambah drainase. Jadi, secara teoritis aman-aman saja,” jelas Imam.

Jika kebetulan melintasi Cipularang, kita dapat menyaksikan sendiri antisipasi yang dimaksud. Dari jalur A (ke arah Bandung) antisipasi itu berada di kanan jalan. Wilayah batuan sedimen yang dilintasi langsung badan jalan bahkan tidak terlalu panjang.

Sekitar 800 m, antara Km 91 - 92, yang menghubungkan Desa Pasir Munjul, Kecamatan Sukatani, dengan Kecamatan Pasir Honje. Dengan segala pertimbangan, bahkan sempat mengemuka pemikiran untuk membangun sebuah jembatan di atasnya.

Jembatan memang lebih mudah dikerjakan, meski biayanya tidak murah. Namun, entah mengapa, keputusan yang belakangan diambil justru menimbun wilayah yang labil itu. Timbunan setinggi 35 meter dan menghubungkan dua bukit itu konon merupakan yang tertinggi di Indonesia!

Terhadap solusi itu, Imam menyatakan tidak keberatan, karena secara teknis hal itu dapat dilakukan. "Tapi syaratnya, harus dilakukan investigasi longsoran secara detail dan akurat. Penyelesaiannya juga jangan setengah-setengah," tandasnya.

Namun, hingga jalan tol resmi digunakan, ia mengaku belum melihat pemetaannya.

Waspadai jalur "S"

Masalahnya, berdasarkan pengamatan geolog kelahiran Purworejo ini, wilayah sekitar Pasir Munjul sebenarnya masih menyimpan potensi longsoran. Bahkan sifatnya multiple succesive sliding, atau kumpulan longsoran kecil di dalam sebuah longsoran besar yang ujungnya di sistem lembah terbawah yaitu di sungai.

Nah, akankah ini berbahaya? Imam tidak berkomentar lebih jauh.

Yang jelas, hanya tiga bulan sejak diresmikan, prestasi Cipularang sudah tercoreng. Ruas jalan di Km 91+400 wilayah Dusun Batu Datar didapati amblas sedalam 50 cm. Akhir November 2005, terdapat tiga amblasan jilid dua, yaitu antara Km 91+600 – 91+925, yang berada di wilayah Pasir Honje. Akibatnya, jalan tol itu sempat ditutup sementara.

Kabar ini tentu mengejutkan masyarakat pengguna jalan, karena menyangkut keselamatan mereka. Untungnya, pihak pengelola jalan, yaitu PT Jasa Marga, secara sigap langsung melakukan perbaikan.

Bahkan khusus di kawasan rawan amblas ini didirikan pos pengamatan untuk memantau kondisi jalan selama 24 jam. Menurut PT Jasa Marga, kejadian di Pasir Honje disebabkan patahnya gorong-gorong saluran air di bawah jalan.

Soal ini dibenarkan Dr. Adrin Tohari, geolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang sempat mempelajari areal di sekitar lokasi amblasan. “Patahnya kemungkinan akibat pergerakan tanah, tapi tidak terdeteksi sebelumnya. Jadi, ketika air menumpuk, terjadi lubang besar di dalam,” demikian analisisnya.

Jika tidak tersalurkan, akumulasi air memang bisa jadi biang kerok amblasan di wilayah batuan sedimen. Apalagi diketahui, susunan batuan di TKP (tempat kejadian perkara) terdiri atas endapan vulkanik berupa tufa, lalu di bawahnya aluvial purba (bekas aliran sungai purba), sedangkan paling dasar barulah batuan lempung.

Air dalam volume besar, seperti di musim hujan, akan mentok dan terakumulasi dalam batuan paling dasar setelah terserap oleh tufa dan aluvial. Dari sanalah mulai timbul pergerakan tanah.

Kejadian di sekitar wilayah batuan sedimen Cipularang tentunya tidak mencerminkan kondisi di Cipularang seluruhnya. Secara umum, jalan tol dinyatakan layak digunakan. Hanya saja, tetaplah terus berdoa dan taatilah peraturan lalu lintas.

Terlebih, dari sisi lalu lintas, wilayah ini kebetulan termasuk daerah rawan kecelakaan. Dari arah Bandung, jalannya menurun tajam dan berkelok seperti huruf "S". PT Jasa Marga memasang banyak rambu agar pengguna jalan mengurangi kecepatan dan lebih berhati-hati.

Bikin halusinasi

Perhatian lebih mesti diarahkan ke turunan seperti huruf "S" tadi. Boleh percaya boleh tidak soal keangkeran di wilayah ini. Tapi singkirkan dulu syak wasangka itu dan dengar apa kata Agus Budi Wibowo, ahli radiestesi dari Jakarta.

Sepanjang jalur tol yang membentang mulai dari pintu tol Dawuan (di jalur tol Jakarta - Cikampek) hingga Padalarang terdapat sejumlah potensi gangguan dari gelombang geopati. Asalnya dari tanah dan aliran air.

“Bisa saja (gelombang geopati itu) berpengaruh pada mereka yang melintas,” katanya. Berdasarkan “pengelihatan” Agus melalui peta kawasan itu, setidaknya terdapat dua gangguan yang berasal dari tanah dan sembilan berasal dari air.

Soal gangguan dari tanah, lokasinya antara Km 60-70 dan Km 86-90. Sedangkan gangguan dari aliran air umumnya membentang dari timur laut ke barat daya yang terbentang di jalan sepanjang 59 km itu.

“Gangguan terbanyak berasal dari tanah, air, atau ‘lainnya’, ada di antara kilometer 83 dan 93 seperti yang ada di peta. Untuk tahu persisnya, saya harus ada di lokasi,” jelas murid Romo Lukman, ahli radiestesi dari Purworejo ini.

Radiestesi itu ilmu yang mempelajari lokasi sumber medan magnet dari Bumi. Gelombang medan magnetik yang umumnya berasal dari tanah, aliran air, atau bahkan supranatural, diyakini dapat mengganggu manusia.

Ilmu ini dapat juga dipakai mencari gangguan di rumah, atau pada tubuh, dalam pengobatan. Menurut Agus, gangguan yang timbul di jalan raya bisa saja mengganggu pengendara, walau mereka hanya melintas sekejap. Efeknya bisa berupa rasa tidak nyaman, pusing, atau bahkan halusinasi.

“Saya tidak tahu apakah ada kejadian aneh di sana. Saya hanya mendengarnya dari Anda,” tuturnya ketika Intisarimengonfirmasi beberapa kabar burung tentang angkernya Cipularang.

Untuk menetralkan gelombang negatif, menurut Agus, di suatu lokasi perlu ditanam kumparan khusus terbuat dari tembaga murni. Bagi pengguna jalan, kumparan sejenis bisa dipasang pada kaca spion kendaraan.

Alat itu biasanya digunakan sebagai penetral gelombang yang berasal dari getaran badan kendaraan agar tidak mengganggu manusia di dalamnya. Yang penting, saat melintas tol ini berhati-hati dan pastikan semua dalam kondisi fit, baik mobil maupun pengemudinya.

Jika mengantuk tidur sebentar di tempat peristirahatan. Jaga kecepatan, syukur mau mematuhi aturan kecepatan yang sudah ditetapkan pihak pengelola jalan tol.

Artikel Terkait