Dikaitkan Dengan Mitos Penunggu Gunung Hejo Minta Tumbal, Ini Penyebab Sering Terjadi Kecelakaan Di Tol Cipularang KM 97

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Sering dikaitkan dengan mitos penunggu Gunung Hejo yang minta tumbal, ternyata ada penjelasan ilmiah kenapa sering terjadi kecelakaan di tol Cipularang Km 97.
Sering dikaitkan dengan mitos penunggu Gunung Hejo yang minta tumbal, ternyata ada penjelasan ilmiah kenapa sering terjadi kecelakaan di tol Cipularang Km 97.

Sering dikaitkan dengan mitos penunggu Gunung Hejo yang minta tumbal, ternyata ada penjelasan ilmiah kenapa sering terjadi kecelakaan di tol Cipularang Km 97.

Intisari-Online.com -Jika berbicara perihal jalan tol yang sering makan korban, jalan tol Cipularang rasanya tak bisa dikesampingkan.

Terutama di ruas tol Cipularang Km 97, sudah beberapa kecekalaan terjadi di sini.

Jalan tol Cipularang sendiri terletak di sekitar Gunung Hejo, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.

Terkait kecelakaan ini, banyak yang mengaitkannya dengan hal mistis.

Dalam hal ini adalah sosok penunggu Gunung Hejo yang disebut sedang meminta tumbal.

Tapi benarkah seringnya terjadi kecelakaan di Tol Cipularang Km 97 karena hal mistis?

Simak penjelasannya berikut ini.

Penyebab kecelakaan di jalan tol memang beragam, bisa dari kondisi pengemudi, kendaraan sendiri, hingga kendaraan lain.

Berbicara tentang jalan tol Cipularang Km 90 hingga 100, spot ini memang kerap terjadi kecelakaan.

Malah sampai ada yang mengaitkan penyebab kecelakaan di spot ini dengan berbagai kejadian mistis.

Kanitlaka Satlantas Polres Purwakarta, Iptu Asep Kusmana mengatakan, ruas Tol Cipularang antara KM 100 hingga KM 90 adalah blackspot

Dia bilang, jalur tersebut sebagai blackspot karena di wilayah itu menjadi lokasi yang rawan kecelakaan yang mengakibatkan korban.

Misalnya pada 2019 lalu, kecelakaan terjadi karena diduga sopir mengantukyang mengakibatkan dua korban meninggal dunia dan tiga penumpang lainnya luka-luka.

Asep mengatakan di sekitar lokasi itu memiliki beberapa faktor penyebab kecelakaan.

Kecelakaan terjadi disebabkan faktor human error maupun faktor geometrik jalannya.

"Di lokasi blackspot Cipularang itu menjadi titik lelah pengemudi, kemudian kontur jalannya turunan, tanjakan dan dikombinasi dengan banyak tikungan," kata Asep kepada Tribun Jabar saat ditemui di Mapolres Purwakarta, Ciseureuh, Purwakarta.

Mengantuk atau kelelahan saat mengemudi sangatlah fatal sekaligus meningkat kemungkinan kecelakaan.

Asep menjelaskan bahwa selain faktor jalan dan kendaraan, kecelakaan yang fatal terjadi karena pengemudi mengalami Microsleep.

Microsleep adalah tidur sementara secara mendadak dalam beberapa detik yang biasanya terjadi karena kelelahan atau kebosanan.

Karena Microsleep itulah di jalur masuk Purwakarta dari arah Bandung itu sering terjadi kecelakaan.

"Karena mengantuk menjadi faktor paling tinggi kecelakaan di situ, meski microsleep itu hanya beberapa detik tapi akibatnya fatal, dan hampir selalu tabrak belakang kendaraan," ujar dia.

Ditambah lagi, saat kecelakaan terjadi karena mengantuk, bisa dipastikan tidak ada pengereman dengan jarak yang cukup sebelum kecelakaan.

Oleh karena itu, efek kecelakaannya sering kali sangat parah hingga menimbulkan korban jiwa.

Di Tol Cipularang KM 90an, Asep menduga banyak pengemudi mobil yang memacu kendaraannya karena telah mengebut di jalan yang lurus sebelumnya.

Pada saat memasuki kontur jalan yang berkelok-kelok, pengemudi kurang antisipasi dan seringkali oversteer atau understeer.

Understeer adalah gejala pada saat mobil cenderung sulit untuk berbelok akibat roda depan kehilangan traksi dan memasuki tikungan terlalu cepat.

Sedangkan oversteer merupakan gejala mobil yang kehilangan traksi pada area ban belakang ketika sedang menikung di jalan dan mengakibatkan tergelincir dan hilang kendali.

"Setelah jalan KM 100-an itu kan lurus, ngebut tuh, karena melebihi kecepatan bisa oversteer atau tekor saat berbelok. Tapi paling banyak karena faktor kelelahan atau mengantuk," katanya.

Asep mengimbau pengguna jalan tol yang melintasi Purwakarta untuk tetap berhati-hati dan selalu menjaga kewaspadaannya saat mengemudi.

Ia menyarankan agar pengemudi bisa melakukan istirahat yang cukup di sejumlah rest area yang telah tersedia.

"Setiap dua jam sekali disarankan untuk istirahat untuk menghindari kelelahan atau microsleep saat berkendara. Serta atur kecepatan dan jarak aman di dalam tol, hal itu tidak cuma angka," katanya.

Adanya gelombang magnet

Sementara itu, menurut ahli,salah satu penyebabnya adalah keberadaan gelombang magnet yang bisa mengganggu pengemudi.

Seperti apa gelombangnya serta gangguan apa yang ditimbulkan?

Mari kita simak ulasan lengkapnya berikut ini.

Di luar kehebatan teknisnya Cipularang juga menyimpan misteri.

Ada banyak cerita misteri di baliknya.

Ketik saja "misteri tol cipularang" di mesin pencari Google dan akan Anda temui ratusan ribu laman berkenaan soal itu.

Meski bisa saja laman itu saling terkait, namun tetap saja meninggalkan kesan bahwa tol ini angker.

Lepas dari keangkeran itu, tol Cipularang memang unik karena ia melintasi daerah yang patut diwaspadai.

Seksi 2 di ruas Purwakarta - Plered, secara geologis berada di wilayah batuan sedimen.

Mulai sekitar Km 83 yang masuk kawasan Purwakarta Selatan hingga sekitar 7 km berikutnya ke arah Bandung, badan jalan harus melintasi dua wilayah batuan lempung, yaitu Batuan Lempung Subang dan Batuan Lempung Jatiluhur.

Sedangkan selebihnya hingga ke Padalarang, berada di tanah batuan vulkanik.

Mendirikan suatu struktur bangunan di atas batuan sedimen yang terbentuk pada zaman tersier ini memang bukan perkara mudah.

Umur batuan muda, sekitar lima juta tahun, membuat sifat pergeserannya tinggi alias gampang longsor.

Longsoran-longsoran kecil bahkan sudah terjadi jauh sebelum pembangunan dilakukan. Masalah mulai timbul ketika batuan lempung yang dikupas kemudian terpapar udara atau air hujan.

Kandungan mineral monmorilonit di dalam batuan akan mengembang.

Apalagi kadar monmorilonit di dua wilayah itu tergolong tinggi, bahkan di atas 50%.

Batuan Lempung Subang dan Batuan Lempung Purwakarta seperti dibangkitkan dari tidur panjangnya.

Sebenarnya, kondisi tadi bisa diantisipasi.

Paling tidak, Dr. Imam Sadisun, geolog dari Institut Teknologi Bandung meyakinkan, antisipasi sang kontraktor (dalam hal ini PT Adhi Karya) terhadap ancaman longsor di Cipularang umumnya sudah baik. Ini sesuai dengan perencanaan awal proyek.

“Kita bisa melihat potongan lereng yang cukup landai di (wilayah) batuan lempung ini. Juga adanya treatment timbunan tanah, jaring-jaring, ditambah drainase. Jadi, secara teoritis aman-aman saja,” jelas Imam.

Jika kebetulan melintasi Cipularang, kita dapat menyaksikan sendiri antisipasi yang dimaksud.

Dari jalur A (ke arah Bandung) antisipasi itu berada di kanan jalan.

Wilayah batuan sedimen yang dilintasi langsung badan jalan bahkan tidak terlalu panjang.

Sekitar 800 m, antara Km 91 - 92, yang menghubungkan Desa Pasir Munjul, Kecamatan Sukatani, dengan Kecamatan Pasir Honje.

Dengan segala pertimbangan, bahkan sempat mengemuka pemikiran untuk membangun sebuah jembatan di atasnya.

Jembatan memang lebih mudah dikerjakan, meski biayanya tidak murah.

Namun, entah mengapa, keputusan yang belakangan diambil justru menimbun wilayah yang labil itu.

Timbunan setinggi 35 m dan menghubungkan dua bukit itu konon merupakan yang tertinggi di Indonesia!

Terhadap solusi itu, Imam menyatakan tidak keberatan, karena secara teknis hal itu dapat dilakukan.

“Tapi syaratnya, harus dilakukan investigasi longsoran secara detail dan akurat. Penyelesaiannya juga jangan setengah-setengah,” tandasnya.

Namun, hingga jalan tol resmi digunakan, ia mengaku belum melihat pemetaannya.

Waspadai jalur “S”

Masalahnya, berdasarkan pengamatan geolog kelahiran Purworejo ini, wilayah sekitar Pasir Munjul sebenarnya masih menyimpan potensi longsoran.

Bahkan sifatnya multiple succesive sliding, atau kumpulan longsoran kecil di dalam sebuah longsoran besar yang ujungnya di sistem lembah terbawah yaitu di sungai.

Nah, akankah ini berbahaya? Imam tidak berkomentar lebih jauh.

Yang jelas, hanya tiga bulan sejak diresmikan, prestasi Cipularang sudah tercoreng.

Ruas jalan di Km 91+400 wilayah Dusun Batu Datar didapati amblas sedalam 50 cm.

Akhir November 2005, terdapat tiga amblasan jilid dua, yaitu antara Km 91+600 – 91+925, yang berada di wilayah Pasir Honje. Akibatnya, jalan tol itu sempat ditutup sementara.

Kabar ini tentu mengejutkan masyarakat pengguna jalan, karena menyangkut keselamatan mereka.

Untungnya, pihak pengelola jalan, yaitu PT Jasa Marga, secara sigap langsung melakukan perbaikan.

Bahkan khusus di kawasan rawan amblas ini didirikan pos pengamatan untuk memantau kondisi jalan selama 24 jam.

Menurut PT Jasa Marga, kejadian di Pasir Honje disebabkan patahnya gorong-gorong saluran air di bawah jalan.

Soal ini dibenarkan Dr. Adrin Tohari, geolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang sempat mempelajari areal di sekitar lokasi amblasan.

“Patahnya kemungkinan akibat pergerakan tanah, tapi tidak terdeteksi sebelumnya. Jadi, ketika air menumpuk, terjadi lubang besar di dalam,” demikian analisisnya.

Jika tidak tersalurkan, akumulasi air memang bisa jadi biang kerok amblasan di wilayah batuan sedimen.

Apalagi diketahui, susunan batuan di TKP (tempat kejadian perkara) terdiri atas endapan vulkanik berupa tufa, lalu di bawahnya aluvial purba (bekas aliran sungai purba), sedangkan paling dasar barulah batuan lempung.

Air dalam volume besar, seperti di musim hujan, akan mentok dan terakumulasi dalam batuan paling dasar setelah terserap oleh tufa dan aluvial. Dari sanalah mulai timbul pergerakan tanah.

Kejadian di sekitar wilayah batuan sedimen Cipularang tentunya tidak mencerminkan kondisi di Cipularang seluruhnya.

Secara umum, jalan tol dinyatakan layak digunakan. Hanya saja, tetaplah terus berdoa dan taatilah peraturan lalu lintas.

Terlebih, dari sisi lalu lintas, wilayah ini kebetulan termasuk daerah rawan kecelakaan.

Dari arah Bandung, jalannya menurun tajam dan berkelok seperti huruf “S”. PT Jasa Marga memasang banyak rambu agar pengguna jalan mengurangi kecepatan dan lebih berhati-hati.

Bikin halusinasi

Perhatian lebih mesti diarahkan ke turunan seperti huruf "S" tadi. Boleh percaya boleh tidak soal keangkeran di wilayah ini.

Tapi singkirkan dulu syak wasangka itu dan dengar apa kata Agus Budi Wibowo, ahli radiestesi dari Jakarta.

Sepanjang jalur tol yang membentang mulai dari pintu tol Dawuan (di jalur tol Jakarta - Cikampek) hingga Padalarang terdapat sejumlah potensi gangguan dari gelombang geopati. Asalnya dari tanah dan aliran air.

“Bisa saja (gelombang geopati itu) berpengaruh pada mereka yang melintas,” katanya. Berdasarkan “pengelihatan” Agus melalui peta kawasan itu, setidaknya terdapat dua gangguan yang berasal dari tanah dan sembilan berasal dari air.

Soal gangguan dari tanah, lokasinya antara Km 60 - 70 dan Km 86 - 90.

Sedangkan gangguan dari aliran air umumnya membentang dari timur laut ke barat daya yang terbentang di jalan sepanjang 59 km itu.

“Gangguan terbanyak berasal dari tanah, air, atau ‘lainnya’, ada di antara kilometer 83 dan 93 seperti yang ada di peta. Untuk tahu persisnya, saya harus ada di lokasi,” jelas murid Romo Lukman, ahli radiestesi dari Purworejo ini.

Radiestesi itu ilmu yang mempelajari lokasi sumber medan magnet dari Bumi.

Gelombang medan magnetik yang umumnya berasal dari tanah, aliran air, atau bahkan supranatural, diyakini dapat mengganggu manusia.

Ilmu ini dapat juga dipakai mencari gangguan di rumah, atau pada tubuh, dalam pengobatan.

Menurut Agus, gangguan yang timbul di jalan raya bisa saja mengganggu pengendara, walau mereka hanya melintas sekejap. Efeknya bisa berupa rasa tidak nyaman, pusing, atau bahkan halusinasi.

“Saya tidak tahu apakah ada kejadian aneh di sana. Saya hanya mendengarnya dari Anda,” tuturnya ketika Intisarimengonfirmasi beberapa kabar burung tentang angkernya Cipularang.

Untuk menetralkan gelombang negatif, menurut Agus, di suatu lokasi perlu ditanam kumparan khusus terbuat dari tembaga murni.

Bagi pengguna jalan, kumparan sejenis bisa dipasang pada kaca spion kendaraan.

Alat itu biasanya digunakan sebagai penetral gelombang yang berasal dari getaran badan kendaraan agar tidak mengganggu manusia di dalamnya.

Yang penting, saat melintas tol ini berhati-hati dan pastikan semua dalam kondisi fit, baik mobil maupun pengemudinya.

Jika mengantuk tidur sebentar di tempat peristirahatan. Jaga kecepatan, syukur mau mematuhi aturan kecepatan yang sudah ditetapkan pihak pengelola jalan tol.

Artikel Terkait