Inilah kisah tragis Elisabeth Fritzl yang 24 tahun disekap oleh ayahnya sendiri. Dipaksa menonton film biru, dirudapaksa, hingga melahirkan tujuh anak. Kisah tragisnya menginspirasi film Girl in the Basement (2021).
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Semua bermula pada 28 Agustus 1984 di sebuah tempat di Austria. Elisabeth Fritzl yang ketika itu masih 18 tahun tiba-tiba menghilang. Karena panik, sang ibu, Rosemarie, pun buru-buru mengajukan laporan orang hilang ke kepolisian.
Tapi berminggu-minggu menunggu, kabar Elisabeth pun tak kunjung datang. Hingga kemudian Rosemarie benar-benar pasrah.
Tapi entah dari mana asalnya, sepucuk surat datang dari Elisabeth. Dalam surat itu dia bilang, dia sudah bosan dengan kehidupan keluarganya dan melarikan diri. Ayahnya, Josef, bilang kepada polisi yang datang ke rumah, dia tidak tahu ke mana putrinya pergi, tetapi bahwa dia kemungkinan bergabung dengan pemujaan agama, sesuatu yang telah dia bicarakan sebelumnya.
Sebenarnya Josef Fritzl tahu betul di mana putrinya berada: dia berada hanya sekitar 6 meter di bawah tempat polisi itu berdiri.
Pada hari itu, 28 Agustus 1984, Josef memanggil putrinya ke ruang bawah tanah rumah keluarga untuk “meminta bantuan” memasang pintu ruang bawah tanah yang baru saja direnovasi. Ketika Elisabeth memegang bagian ujung pintu, Josef mengayunkan bagian yang lain sehingga Elisabeth terjatuh hingga pingsan. Josef juga sudah memberinya obat bius.
Dan sejak itulah Elisabeth hidup di dalam ruang bawah tanah rumahnya sendiri, selama 24 tahun, dan diperkosa ayahnya sendiri hingga melahirkan tujuh anak.
Untuk menyembunyikannya, Josef akan berbohong kepada istri dan polisi yang terus menanyainya. Dia sudah menyiapkan beragam cerita bualan tentang bagaimana Elisabeth melarikan diri dan bergabung dengan sekte pemujaan tertentu. Begitu terus hingga dunia benar-benar melupakan gadis malang itu.
Kebiasaan Josef yang berlama-lama di ruang bawah tanah, yang biasanya dia mulai sejak pukul sembilan pagi, ternyata tak menarik kecurigaan Rosemarie. Dia berpikir, suaminya adalah seorang pria pekerja keras yang tengah mengembangkan dan merancang sebuah mesin yang akan dia jual yang dia kerjakan di bawah lantai rumahnya itu.
Tapi bagi Elisabeth, Josef adalah seorang monster alih-alih seorang ayah. Biasanya, Josef akan mengunjunginya tiga kali seminggu, melakukan kekerasan seksual yang sudah dia lakukan sejak Elisabeth berusia 11 tahun.
Dua tahun pertama dalam kurungan, Elisabeth hamil tapi mengalami keguguran saat usia kandungannya 10 minggu. Tapi dia hamil lagi dua tahun kemudian, hingga lahirlah seorang perempuan cantik bernama Kerstin pada Agustus 1988. Dua tahun kemudian, giliran bayi laki-laki yang lahir, namanya Stefan.
Hidup mereka hanya bergantung pada jatah makanan dan air yang diberikan oleh Josef seminggu sekali. Meski begitu, Elisabeth masih bisa mengajar anak-anaknya dengan pendidikan dasar yang sederhana yang dia punya dan memberikan kehidupan “paling norman” di tengah kehidupan yang sangat mengerikan.
Elisabeth kemudian melahirkan lima anak lagi. Satu hidup di bawah tanah bersama dua kakaknya, satu meninggal tak lama setelah dilahirkan di mana jasadnya dibakar oleh Josef dalam tungku pembakaran, sementara tiga lainnya dibawa ke atas, “hidup” bersama sang nenek.
Kok bisa?
Kebohongan satu akan melahirkan kebohongan-kebohongan yang lain. Begitulah yang terjadi dengan Josef. Supaya tiga anak sekaligus cucunya itu bisa dia bawa ke atas, dia sudah menyiapkan skenario yang manipulatif, di mana anak-anak itu diceritakan dibuang oleh orangtuanya di semak-semak dekat rumahnya atau tak jauh dari pintu rumahnya. Anak-anak itu akan dibungkus dengan rapi, lengkap dengan sebuah catatan – yang sebenarnya ditulis oleh Elisabeth – bahwa si orangtua tak bisa merawat bayi malang tersebut dan berharap bayinya dijaga dengan aman.
Begitulah cara Josef memanipulasi bayi-bayinya sehingga sang istri tidak curiga.
Layanan sosial juga tak pernah mempermasalahkan asal-usul anak-anak itu dan membiarkan Keluarga Fritzl merawat anak-anak tersebut laiknya “anak-anak mereka sendiri”. Alih-alih curiga, para pejabat setempat juga menganggap bahwa Rosemarie dan Josef adalah kakek-nenek bayi-bayi itu.
Tapi benar kata orang bijak, bangkai yang disembunyikan lama-lama akan mambu juga, tercium juga. Entah bagaimana awalnya. Tiba-tiba pada 2008, Kerstin, anak pertama Elisabeth yang ketika itu sudah 19 tahun, sakit keras. Elisabeth memohon kepada Josef supaya Kerstin mendapat perawatan medis. Walaupun enggan, Josef mengabulkan permohonan putrinya itu dan Kerstin pun dibawa ke rumah sakit.
Tentu saja Josef tak bisa begitu saja membawa Kerstin ke rumah sakit. Dia memerlukan alasan lain lagi, yaitu mendapat catatan dari ibu Kerstin tentang kondisi putrinya yang harus segera dibawa ke rumah sakit. Selama seminggu, polisi bertanya kepada Kerstin tentang keluarganya dan dia menjawab apa adanya.
Polisi kemudian menjadi curiga dengan Josef. Mereka pun membuka kembali penyelidikan atas hilangnya Elisabeth Fritzl 24 tahun yang lalu. Mereka juga mulai membacai surat-surat yang diduga ditulis oleh Elisabeth.
Entah karena di bawah tekanan atau memang sudah berubah pikiran, Josef akhirnya melepaskan Elisabeth untuk pertama kalinya setelah 24 tahun. Hari itu tanggal 26 April 2008. Setelah keluar, Elisabeth langsung ke rumah sakit untuk melihat kondisi putrinya. Di rumah sakit, staf memberi tahu polisi tentang kedatangan seorang perempuan yang dianggap mencurigakan.
Tak butuh waktu lama, polisi kemudian menahan Elisabeth untuk ditanyai tentang penyakit putrinya dan kisah ayahnya. Setelah mendapat jaminan polisi bahwa dia tidak akan bertemu ayahnya lagi, Elisabeth menceritakan apa yang dia alami selama 24 tahun terakhir dalam hidupnya.
Dia bercerita tentang bagaimana ayahnya menyekapnya di ruang bawah tanah hingga melahirkan tujuh anak. Kepada polisi Elisabeth dengan terang menyebut Josef sebagai ayah dari anak-anaknya, di mana dia akan turun ke ruang bawah tanah pada malam hari, memaksanya menonton film biru, dan memperkosanya.
Malam itu juga, polisi menangkap Josef Fritzl. Tak hanya menangkap, polisi juga membebaskan anak-anak yang berada di ruang bawah tanah, sementara Rosemarie Fritzl meninggalkan rumah. Dia diduga tidak tahu apa-apa tentang peristiwa yang terjadi tepat di bawah lantai rumahnya.
Pun dengan para penyewa yang tinggal di apartemen di lantai pertama rumah Fritzl. Selama ini mereka hanya tahu bahwa suara-suara yang muncul dari bawah tanah adalah suara pipa yang bocor dan pemanas yang berisik, tentu berdasarkan penjelasan Josef.
Elisabeth kemudian hidup dengan identitas baru di sebuah desa rahasia di Austria yang dikenal sebagai “Desa X”. Rumahnya selalu diawali oleh CCTV dan patroli polisi di setiap sudut. Dia tak melakukan foto atau wawancara – fotonya yang beredar adalah foto yang diambil ketika masih 16 tahun.
Upaya untuk menyembunyikan identitas barunya semata-mata dibuat untuk menjauhkannya dari media sehingga dia bisa menjalani kehidupan baru dengan lebih tenang.
Menginspirasi film Girl in the Basement
Apa yang terjadi pada Elisabeth Fritzl menginspirasi pembuatan film Girl in the Basement (2021). Ini adalah film drama Amerika tentang penyekapan yang ditayangkan Prime Video. Karya dari Elisabeth Rohm ini dibintangi oleh Stefanie Scott, Judd Nelson, Emma Myers, dan Jake Etheridge.
Film berdurasi 1 jam 28 menit ini diadaptasi dari kisah nyata penyekapan seorang anak oleh ayah kandungnya sendiri selama 24 tahun yang terjadi di Austria.
Girl in the Basement berkisah tentang Sara, seorang gadis remaja yang menantikan ulang tahunnya ke-18 agar bisa menjauh dari ayahnya yang otoriter, Don. Tapi sebelum 18 tahun, Don memenjarakannya di ruang bawah tanah rumah mereka.
Don mencoba meyakinkan istrinya, Irene (Joely Fisher), bahwa Sara melarikan diri. Namun Don diam-diam mengunjungi Sara di ruang bawah tanah untuk menyiksa dan memperkosanya.
Sementara itu, saudara-saudara Sara dan ibunya tetap tinggal di atas tanpa tahu bahwa di bawah ada Sara yang sangat menderita. Tahun-tahun berlalu, Sara melahirkan beberapa anak yang merupakan darah daging ayahnya sendiri, seorang diri di ruang bawah tanah.
Don akhirnya membesarkan putra bungsu mereka, dengan cara meninggalkannya di depan pintu beserta catatan dari Sara yang mengatakan bahwa itu adalah putranya. Setelah beberapa dekade ditawan, Sara akhirnya mencoba melarikan diri ketika ayahnya mengantarkan anaknya ke rumah sakit.