Advertorial

Bagaikan Bola Salju yang Kian Membesar, Protes Warga Thailand Dikhawatirkan Oleh Pakar Mempengaruhi Posisi Thailand di Laut China Selatan, Bagaimana AS dan China Menghadapinya?

May N

Editor

Intisari-online.com -Anggota kerajaan Thailand dibingungkan oleh protestan yang meminta pemerintah digulingkan.

Tidak hanya meminta pemerintah untuk diasingkan, para protestan juga meminta adanya reformasi monarki.

Namun, anggota kerajaan mengklaim ada konspirasi untuk menggulingkan kerajaan yang sedang memimpin.

Konspirasi tersebut dipimpin oleh warga anti-monarki dalam pengasingan serta aktivis demokrasi di luar negeri.

Baca Juga: Meski Rajanya Dilindingi Hukum yang Ketat dan Memiliki Status Seperti Dewa, Iniah Alasan Rakyat Thailand Murka Hingga Berani Melakukan Aksi Protes dan Tak Lagi Menghormati Raja Thailand

Disebutkan, pengaruh Barat telah masuk ke negara Asean yang tidak pernah dijajah itu.

Namun layaknya pejuang demokrasi yang lakukan protes di jalanan beberapa bulan terakhir, pemuda Thailand hanyalah pemuda yang lakukan upaya terakhir untuk mengubah kondisi negara mereka.

Berdirinya kerajaan

Thailand menjadi kerajaan konstitusional sejak 1932, tetapi sejak itu telah gagal menentukan siapa yang seharusnya menjalankan politik mereka.

Baca Juga: Rakyat Thailand Sudah Muak, Mereka Ultimatum PM Prayut Chan-o-cha untuk Mengundurkan Diri dalam 3 Hari Ini

Anggota kerajaan, pejabat yang terpilih dan anggota militer memiliki beban dan tupoksi di level yang berbeda.

Hasilnya berupa sejumlah kudeta yang tidak berhenti, pemerintah sipil yang lemah dan protes massa yang selalu tumpah ke jalanan.

Hal itu diperburuk dengan sisa kecurigaan yang diperkuat oleh berita palsu dan disinformasi.

Warong Dechgitvigrom, pemimpin pasukan royalis Thai Pakdee grup, sebutkan minggu lalu di Facebook jika kerajaan Thailand menjadi target konspirator.

Baca Juga: Bukan Sembarang Wanita Penghibur, Selir Raja Thailand Ternyata Memiliki Pangkat Seperti Pasukan Militer Hingga Gelar Sesuai Kemampuannya Menyenangkan Raja

"Saat ini ada grup warga Thailand yang berkonspirasi dengan warga luar negeri untuk menghancurkan pondasi Thailand," ujarnya.

Namun ia tidak menyebutkan detail yang mendukung klaim tersebut seperti pihak mana yang ia maksud.

Sebelumnya ia menyebut dukungan Joshua Wong, aktivis oposisi Hong Kong yang secara teratur menuliskan cuitan mendukung protestan mudah Thailand.

Hal itu disebutnya bukti politikus dengan dukungan luar negeri berkonspirasi melawan negara.

Baca Juga: Jerman Sampai Ikut Berang, Bukan Urus Rakyat Tetapi Malah Foya-foya di Hotel dengan Selirnya, Ini Pernyataan Menohok Jerman Kepana Raja Thailand

Unggahan terbaru Warong tunjukkan konferensi pers dari Oktober tahun alu saat pemimpin militer Apirat Kongsompong tunjukkan foto Wong bersama siluet sosok yang dikenal sebagai Thanatohrn Juangroongruangkit.

Thanatorn adalah sosok politikus yang mendukung Thailand menjadi negara demokrasi.

Ia menolak upaya komunisme masuk ke Thailand.

Lebih mudah menyalahkan orang lain

Baca Juga: Langsung Kaya Raya dari Lahir Tanpa Bekerja Keras, Inilah Pabrik Uang Raja Thailand yang Tidak Habis Tujuh Turunan Meski Rajanya Lebih Suka Habiskan Waktu dengan Selirnya

Michael Montesano, rekan senior dan koordinator Program Studi Thailand di Institut Yusof Ishak ISEAS Singapura, ada alasan sederhana dalam hal ini.

"Jauh lebih mudah menyalahkan pihak luar negeri atas kondisi tidak stabil di Thailand daripada mencari solusi dan akar permasalahan penyebab kerusuhan di negara itu terjadi," paparnya.

Hal ini juga terbukti dengan merebaknya berbagai informasi salah atau yang tidak relevan, seperti foto mantan duta besar AS untuk Thailand tahun 2016, Glyn T. Davies yang beretmu pemimpin protes Parit "Penguin Chiwarak".

Hal itu telah menjadi tudingan jika ada tangan luar negeri mengatur politik Thailand.

Baca Juga: Sempat Mengungsi Ke Jerman Bersama 20 Selir di Hotel Mewah di Jerman, Sosok ini Bocorkan Apa yang Dilakukan Raja Thailand Bersama 20 Selirnya Saat di Jerman

Tuduhan itu bagaikan kaset baru lagu lama, yang sering disuarakan saat ada ketegangan politik.

Kali ini, tuduhan itu menyebar "karena mereka kehabisan cara merespon tuntutan kami," ujar Tatthep "Ford" Ruangprapaikitseri, pemimpin Free Youth yang baru berumur 23 tahun.

Free Youth merupakan salah satu kelompok protestan melawan kerajaan.

Masalah utama

Baca Juga: Lebih Terhormat Dibanding Israel dan Amerika, Kopassus TNI Tuai Pujian Dunia Usai Takhlukkan Komando Jihad di Negara Tetangga, Hanya Butuh 3 Menit!

Hanya sedikit anggota kerajaan yang menyisir masalah ini.

Ditemukan bahwa rupanya penyebab krisis politik Thailand ada dua: kurang populernya Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha setelah 6 tahun berjuang memperbaiki ekonomi dan kebebasan berekspresi, serta aksi foya-foya raja Thailand Maha Vajiralongkorn bersama selir-selirnya.

Montesano menyebut, "dalam 15 tahun terakhir ini tumbuh kritik kepada anggota kerajaan Thailand di media luar yang telah membuat sejumlah warga Thailand alami xenophobia."

Xenophobia secara umum berarti ketidaksukaan atas segala sesuatu yang serba asing.

Baca Juga: Mending Dihukum Mati Saja Sekalian, Wanita Ini Malah Dijatuhi Hukuman 141.078 Tahun Penjara, Memangnya Apa Kejahatan yang Dilakukannya?

Hal ini cocok dengan pandangan bahwa AS, sekutu keamanan Thailand, mempengaruhi protes pro-demokrasi dan mencoba untuk menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.

Prayuth memang lebih dekat dengan Beijing beberapa tahun belakangan ini.

Pengaruh China

Protes telah membengkak menjadi ancaman eksistensial bagi pemerintah, sehigga polisi anti huru-hara telah dikerahkan di jalan-jalan Bangkok.

Baca Juga: Tak Tahan Punya Raja yang Lebih Suka Urus Selirnya di Jerman daripada Rakyatnya, Rakyat Thailand Murka Tuntut Rajanya, Pemerintah Jerman sampai Angkat Bicara

16 Oktober, meriam air digunakan untuk melawan para pengunjuk rasa, yang beberapa di antaranya masih remaja.

Namun tidak seperti kecaman Barat terhadap taktik polisi pada protes Hong Kong tahun lalu, kali ini tidak ada pengawasan internasional di Thailand.

"Administrasi Trump, melalui kedutaan besarnya di Bangkok, lebih fokus pada kepentingan komersial daripada nilai-nilai demokrasi,"ujar Thitinan Pongsudhirak, direktur Institut Kajian Keamanan dan Internasional di Universitas Chulalongkorn.

"Ini cocok dengan pendekatan Trump yang lebih luas, bahkan ia sendiri dituduh melakukan praktik tidak demokratis di negaranya sendiri."

Baca Juga: Benar-benar Anti-Kritik, Lebih Banyak Tinggal di Jerman, Warga Thailand Tulis Petisi 'Orang Tidak Diinginkan' untukRaja Vajiralongkorn, Pemerintah Thailand Langsung Blokir Situs

Thailand telah menjadi sekutu utama AS di Asia, dan nilai strategis mereka diperkuat selama Perang Dingin ketika pemberontakan komunis berkecamuk dari Vietnam dan Laos sampai Kamboja.

Sebagai hadiah untuk perbolehkan AS bangun pangkalan militer yang penting untuk operasi di Vietnam serta markas besar CIA, kerajaan Thailand telah diberi dukungan banyak oleh Amerika.

Kontrasnya, militer Thailand masih menerima senjata dan latihan dari ahli AS.

Sedangkan China telah tawarkan kepada Thailand hubungan persahabatan tidak mengikat, dengan gelontoran investasi di bawah program Belt and Road Initiative untuk pembangunan pelabuhan, jalur kereta dan jalan raya kerajaan tetap berlanjut meskipun ada ketegangan politik di negara tersebut.

Baca Juga: 5 Fakta Kontroversial Raja Thailand Maha Vajiralongkorn, 'Don Juan' yang Tubuhnya Dipenuhi Tato

Banyak pakar menyebut memang ada pandangan negatif di antara masyarakat Thailand terhadap China, tapi pandangan itu tidak mengubah hubungan resmi dengan China.

Pemerintah Thailand yang dipimpin oleh mantan jenderalnya telah bertumpu pada uang dari China, teknologi serta model otoritasnya sebagai panduan menumbuhkan ekonomi tanpa memperluas kebebasan.

Ahli juga menyebut tidak ada pemerintah Thailand yang akan berpaling dari China.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait