Penulis
Intisari-Online.com - Kekacauan tengah terjadi di salah satu negara tetangga Indonesia, yaitu Thailand.
Rakyat Thailand turun ke jalan melakukan aksi untuk rasa untuk menuntut pengunduran diri Perdana Menteri dan memprotes Rajanya.
Melansir dw.com (16/10/2020), ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan di Thailand untuk menuntut reformasi.
Sementara Berlin juga mengungkapkan keprihatinannya.
Baca Juga: 5 Fakta Kontroversial Raja Thailand Maha Vajiralongkorn, 'Don Juan' yang Tubuhnya Dipenuhi Tato
Para pengunjuk rasa Thailand terus turun ke jalan menentang larangan berkumpul di tengah pandemi Covid-19.
Mereka menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan jenderal angkatan darat yang pertama kali berkuasa dalam kudeta 2014.
Selain itu, mereka juga menyerukan agar konstitusi diubah dan agar monarki yang kuat di negara itu direformasi.
"Orang ingin benar-benar menyelidiki akar keluhan mereka," kata Janjira Sombatpoonsiri, ilmuwan politik dan rekan di GIGA Institute for Asian Studies kepada DW.
Menurut Janjira, akar penyebabnya adalah komposisi rezim saat ini.
"Ketika mereka melihat ke akar penyebab masalah, mereka melihat komposisi rezim sebagai penyebab masalah mereka, dan saya pikir istana adalah salah satunya," katanya.
Di Thailand, monarki dihormati hampir sebagai kekuatan ilahi dan memiliki pengaruh besar dalam masyarakat Thailand.
Raja saat ini, Maha Vajiralongkorn, naik takhta pada tahun 2016 dan sejak itu berusaha meningkatkan kendali langsungnya atas institusi negara.
Dia memerintahkan dua unit tentara untuk ditempatkan di bawah otoritas istana dan diberi kendali atas kepemilikan mahkota multi-miliar dolar oleh majelis legislatif.
Namun satu hal yang juga memicu kemarahan para pengunjuk rasa adalah keputusan raja yang menghabiskan sebagian besar waktunya bukan di Bangkok, melainkan di Jerman.
Sejak 2007, raja Thailand menghabiskan waktu yang lama di Bavaria di Jerman bagian selatan. Putra raja yang berusia 15 tahun bahkan bersekolah di Bavaria.
Dia memiliki sebuah vila di kota tepi danau Tutzing, sementara baru-baru ini juga tinggal di Sonnenbichl Hotel di Garmisch-Partenkirchen.
Di hotel tersebut dikabarkan Vajiralongkorn pernah tinggal dengan 20 selirnya ketika sebagian besar hotel di Jerman ditutup karena aturan batasan selama pandemi Covid-19.
Raja Thailand ini disebut mendapat 'izin khusus' dari otoritas lokal untuk tetap bisa mendapat pelayanan di sana.
Kehadiran raja di wilayah tersebut sering diberitakan di tabloid Jerman, dan foto raja yang sedang mengendarai sepedanya di wilayah tersebut telah muncul secara online.
Pengunjuk rasa Thailand mengkritik ketidakhadirannya dari Thailand dan biaya masa tinggalnya di Jerman.
Junya Yimprasert, pendiri kelompok aktivis Act4Dem, telah berkampanye untuk menampilkan apa yang dia lihat sebagai kegagalan besar kerajaan selama bertahun-tahun.
Junya Yimprasert sendiri meninggalkan Thailand pada 2010 dan sekarang tinggal di Eropa.
Dia mengatakan kepada DW bahwa sebagai kepala negara Thailand, Raja Vajiralongkorn tidak boleh melakukan bisnis resmi dari luar negeri.
"Rakyat Thailand semakin marah karena dia tidak berada di Jerman hanya sebagai turis dan tidak berhenti campur tangan dalam politik Thailand," katanya.
"Dia ada di sini di Jerman dan terus memberikan pengaruh," sambungnya.
Dengan organisasinya, Act4Dem, Junya telah melakukan serangkaian protes di seluruh Jerman bekerja sama dengan organisasi nirlaba Jerman PixelHELPER untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong perubahan di Thailand.
Dia telah memproyeksikan slogan-slogan yang mengkritik raja di gedung-gedung di seluruh negeri, termasuk Parlemen Jerman dan Hotel Sonnenbichl.
Yimprasert kini telah mengirimkan surat kepada Kanselir Jerman Angela Merkel dan pembicara Bundestag Jerman, Wolfgang Schäuble.
Dia ingin Jerman mengambil tindakan atas masa tinggal raja di Jerman.
Sementara itu, Anggota parlemen Jerman Friethjof Schmidt dari Partai Hijau mengatakan kepada DW bahwa Raja Vajiralongkorn memiliki visa untuk Jerman sebagai orang pribadi, tetapi ia juga memiliki status diplomatik melaluikedutaan Thailand.
Di Jerman, raja melarang saudara perempuannya untuk mencalonkan diri dengan partai politik sebelum pemilihan terakhir, dan dia menerima kunjungan dari pejabat dan pejabat Thailand, kegiatan yang menurut Schmidt harus dianggap politis.
Kedutaan Besar Thailand juga telah diberitahu tentang hal tersebut oleh pemerintah Jerman di masa lalu, katanya kepada DW.
"Raja Thailand sering melanggar peraturan visanya, menurut saya, dan pemerintah Jerman harus memberlakukannya."
Menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh Schmidt di Parlemen Jerman, Menteri Luar Negeri Heiko Maas mengatakan pemerintah telah menjelaskan bahwa "politik tentang Thailand tidak boleh dilakukan dari tanah Jerman."
Dia menambahkan Jerman "akan selalu menentang kedatangan tamu di negara kita yang menjalankan urusan kenegaraan mereka dari sini."
Seorang juru bicara dari Kementerian Luar Negeri mengatakan posisi tersebut telah dikomunikasikan kepada duta besar Thailand dalam beberapa kesempatan.
Kemudian pihak Thailand telah memberikan jaminan bahwa urusan pemerintahan di Thailand dilakukan oleh perdana menteri, sementara raja berada di Jerman untuk alasan pribadi.
Setelah berada di Jerman selama hampir enam bulan selama puncak pandemi virus korona, Raja Vajiralongkorn pun baru-baru ini kembali ke Thailand.
Diperkirakan akan tinggal selama beberapa minggu.
Kembalinya Raja Vajiralongkorn ditandai dengan protes, yang merupakan pemandangan baru bagi Thailand dalam beberapa tahun terakhir.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari